
Pasokan dari Negara Produsen Seret, Harga Batu Bara Naik
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
20 September 2018 10:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara Newcastle kontrak acuan menguat 0,31% ke US$114,5/Metrik Ton (MT) pada penutupan perdagangan hari Rabu (19/9/2018).
Dengan pergerakan tersebut, harga si batu hitam mampu memupus pelemahan selama 2 hari berturut-turut sebelumnya, sekaligus bangkit dari level terendahnya dalam 3 bulan terakhir (sejak 22 Juni 2018).
BACA: Harga Batu Bara Terpeleset ke Level Terendah Dalam 3 Bulan
Sentimen positif yang menopang harga batu bara kemarin datang dari seretnya pasokan batu bara dari negara-negara produsen utama, yakni Indonesia dan Australia. Meski demikian, naiknya stok batu bara di sejumlah pembangkit listrik di China menahan penguatan harga.
Produsen dan kontraktor batu bara utama di Indonesia sedang kesulitan dalam mengkaji tambahan peralatan tambang, menurut analis Wood Mackenzie Shirley Zang. "Kenaikan untuk ekspor batu bara Indonesia dari levelnya sekarang cukup terbatas," ujarnya, seperti dilansir dari Bloomberg News.
Hal serupa juga disampaikan oleh kepala Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI-ICMA) Pandu Sjahrir, bahwa produsen RI kini menghadapi backlog pemesanan 18 bulan, seiring mereka belum bisa mendapatkan peralatan tambang tambahan.
"Terbatasnya pasokan masih tetap nyata. Pesanan saat ini baru akan dipenuhi hingga akhir 2019," ucap Sjahrir, dikutip dari Bloomberg News.
Seperti diketahui, pemerintah Indonesia telah menyetujui penambahan kuota eskpor batu bara hingga 100 juta ton, sampai akhir tahun ini. Meski demikian, terhambatnya pasokan nampaknya belum akan mampu melambungkan ekspor batu bara RI seperti yang diharapkan.
Pada CNBC Indonesia, Pandu Sjahrir pernah mengatakan bahwa porsi penjualan Indonesia di pasar internasional hampir meraup pangsa pasar sebesar 20%, atau setara dengan 85 juta ton. Oleh karena itu, sentimen terhambatnya pasokan dari RI akhirnya memberikan sentimen bagi kenaikan harga.
Tidak hanya dari Indonesia, sinyal semakin seretnya pasokan juga datang dari penambang Australia New Hope Corp., seperti dilaporkan oleh Bloomberg News. Penyebabnya adalah sedang terjadi bottlecking di tambang batu bara perusahaan tersebut.
Sebagai informasi, produksi batu bara New Hope Corp. meningkat 4% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada tahun fiskal 2017-2018 (Agustus-Juli) ke angka 8,94 juta ton MT. Nyaris seluruh hasil produksi tersebut diekspor ke Asia-Pasifik. Berkurangnya pasokan dari Negeri Kanguru ini lantas memberi energi tambahan bagi harga batu bara.
Meski demikian, ada sentimen lain yang membatasi penguatan harga batu bara. Stok batu bara di pertambangan China memang mulai menurun akibat inspeksi lingkungan yang dilakukan pemerintah. Akan tetapi, persepsi penurunan konsumsi batu bara di Negeri Panda semakin nyata memasuki bulan September 2018.
Menurut data China Coal Resources, stok batu bara di 6 pembangkit listrik utama China kembali menanjak secara mingguan (week-to-week/WtW) ke angka 15,4 juta ton, per hari Jumat (14/9/2018). Capaian itu merupakan yang tertinggi sejak Januari 2015.
Akibat masih tingginya level stok batu bara tersebut, pengguna akhir batu bara lantas menahan pembeliannya. Hal itu diindikasikan oleh impor batu bara China yang turun nyaris 40% WtW ke 1,98 juta ton per hari Jumat (7/9/2018), yang merupakan level terendah sejak sepekan yang berakhir 6 April, berdasarkan data dari Global Ports.
Berlalunya puncak musim panas nampaknya mulai memberikan dampak bagi menipisnya konsumsi batu bara Negeri Tirai Bambu. Sentimen ini lantas memberikan tekanan bagi harga batu bara, seiring China merupakan importir batu bara terbesar di dunia.
(RHG/gus) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara
Dengan pergerakan tersebut, harga si batu hitam mampu memupus pelemahan selama 2 hari berturut-turut sebelumnya, sekaligus bangkit dari level terendahnya dalam 3 bulan terakhir (sejak 22 Juni 2018).
BACA: Harga Batu Bara Terpeleset ke Level Terendah Dalam 3 Bulan
Produsen dan kontraktor batu bara utama di Indonesia sedang kesulitan dalam mengkaji tambahan peralatan tambang, menurut analis Wood Mackenzie Shirley Zang. "Kenaikan untuk ekspor batu bara Indonesia dari levelnya sekarang cukup terbatas," ujarnya, seperti dilansir dari Bloomberg News.
Hal serupa juga disampaikan oleh kepala Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI-ICMA) Pandu Sjahrir, bahwa produsen RI kini menghadapi backlog pemesanan 18 bulan, seiring mereka belum bisa mendapatkan peralatan tambang tambahan.
"Terbatasnya pasokan masih tetap nyata. Pesanan saat ini baru akan dipenuhi hingga akhir 2019," ucap Sjahrir, dikutip dari Bloomberg News.
Seperti diketahui, pemerintah Indonesia telah menyetujui penambahan kuota eskpor batu bara hingga 100 juta ton, sampai akhir tahun ini. Meski demikian, terhambatnya pasokan nampaknya belum akan mampu melambungkan ekspor batu bara RI seperti yang diharapkan.
Pada CNBC Indonesia, Pandu Sjahrir pernah mengatakan bahwa porsi penjualan Indonesia di pasar internasional hampir meraup pangsa pasar sebesar 20%, atau setara dengan 85 juta ton. Oleh karena itu, sentimen terhambatnya pasokan dari RI akhirnya memberikan sentimen bagi kenaikan harga.
Tidak hanya dari Indonesia, sinyal semakin seretnya pasokan juga datang dari penambang Australia New Hope Corp., seperti dilaporkan oleh Bloomberg News. Penyebabnya adalah sedang terjadi bottlecking di tambang batu bara perusahaan tersebut.
Sebagai informasi, produksi batu bara New Hope Corp. meningkat 4% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada tahun fiskal 2017-2018 (Agustus-Juli) ke angka 8,94 juta ton MT. Nyaris seluruh hasil produksi tersebut diekspor ke Asia-Pasifik. Berkurangnya pasokan dari Negeri Kanguru ini lantas memberi energi tambahan bagi harga batu bara.
Meski demikian, ada sentimen lain yang membatasi penguatan harga batu bara. Stok batu bara di pertambangan China memang mulai menurun akibat inspeksi lingkungan yang dilakukan pemerintah. Akan tetapi, persepsi penurunan konsumsi batu bara di Negeri Panda semakin nyata memasuki bulan September 2018.
Menurut data China Coal Resources, stok batu bara di 6 pembangkit listrik utama China kembali menanjak secara mingguan (week-to-week/WtW) ke angka 15,4 juta ton, per hari Jumat (14/9/2018). Capaian itu merupakan yang tertinggi sejak Januari 2015.
Akibat masih tingginya level stok batu bara tersebut, pengguna akhir batu bara lantas menahan pembeliannya. Hal itu diindikasikan oleh impor batu bara China yang turun nyaris 40% WtW ke 1,98 juta ton per hari Jumat (7/9/2018), yang merupakan level terendah sejak sepekan yang berakhir 6 April, berdasarkan data dari Global Ports.
Berlalunya puncak musim panas nampaknya mulai memberikan dampak bagi menipisnya konsumsi batu bara Negeri Tirai Bambu. Sentimen ini lantas memberikan tekanan bagi harga batu bara, seiring China merupakan importir batu bara terbesar di dunia.
(RHG/gus) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular