
Revisi PP 23/2010, Dulu untuk Freeport Kini untuk Adaro Cs
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
13 November 2018 14:42

Jakarta, CNBC Indonesia- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengajukan revisi PP 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara.
Revisi ini merupakan revisi ke-6 yang dilakukan pemerintah untuk beleid ini. Revisi diajukan untuk menambah ketentuan tentang pengajuan perpanjangan izin PKP2B (Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara) yang akan disamakan dengan sektor mineral.
Menurut pengamat energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengungkapkan, awalnya, perubahan waktu perpanjangan tersebut untuk mengakomodasi PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral, namun perubahan aturan tersebut diberlakukan kepada semua Pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan dan Batubara (PKP2B).
Namun, lanjutnya, perpanjangan tersebut lebih memberikan kepastian usaha bagi PKP2B untuk mempertimbangkan dan pemperhitungkan keputusan untuk perpanjangan kontrak Pertambangan dan Batu Bara. Mengingat investasi di bidang minerba membutukan dana dalam jumlah besar dan waktu return investment dalam jangka panjang, maka perpanjangan waktu pengajuan perpanjangan kontrak sangat realistis yang menguntungkan bagi investor, sehingga menjadikan iklim investasi di Indonesia semakin kondusif.
Selain perpanjangan waktu kontrak, perubahan PP 23/2010 juga mengatur penerimaan negara dari pajak dan royalti. Sebelumnya, pemegang PKP2B harus membayar pajak PPh Badan sebesar 45%, tetapi kini akan diturunkan menjadi sebesar 25%. Penurunan PPh Badan diikuti dengan kenaikan Dana Hasil Batu Bara (DHPB) dari 13,5 menjadi 15℅ dan tambahan pajak 10% dari laba bersih.
Menurut Fahmy, perubahan tarif pajak itu relatif lebih adil diterapkan bagi pemegang PKP2B. Namun, perubahan itu tidak menurunkan penerimaan pajak Pemerintah lantaran ada kenaikan tarif DHPB dan penambahan pajak terhadap laba bersih.
"Jadi, perubahan PP 23/2010 tidak hanya memberikan kepastian usaha bagi investor dan pengenaan tarif pajak yang lebih adil, tetapi juga meningkatkan penerimaan negara dari pajak, sekaligus menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif. Tidak berlebihan dikatakan bahwa revisi PP 23/2010 cenderung sebagai Investment Friendly," ujar Fahmy kepada CNBC Indonesia saat dihubungi Selasa (13/11/2018).
Berbeda dari Fahmy, pengamat Hukum Sumber Daya Alam Universitas Tarumanagara Ahmad Redi menuturkan, dalam Pasal 45 dan Pasal 72 pada PP 1/2017 telah diatur bahwa perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUP-Khusus (IUPK) dapat dilakukan paling cepat lima tahun sebelum berakhirnya IUP/IUPK. Namun, jelas perpanjangan ini diperuntukkan bagi pemegang IUP/IUPK, dan belum ada pengaturan mengenai perpanjangan KK (Kontrak Karya) dan PKP2B.
Lalu, lanjut Redi, khusus untuk perpanjangan PKP2B memang UU Minerba dan PPnya hukum tdk mengakomodir karena PKP2B, setelah berakhir jangka waktunya harus diajukan kembali menjadi IUP/IUPK.
"Artinya, tidak dikenal ada perpanjangan PKP2B, namun harus dimaknai PKP2B yang telah berakhir harus mengajukan kembali dengan skema IUP/IUPK," ujarnya, Selasa (13/11/2018).
Lebih lanjut, ia menilai, pola perpanjangan kontrak/perjanjian ini memang menjadi rusak tatanan hukumnya ketika Pemerintah memberikan perpanjangan KK Freeport dengan IUPK. Sejak itu, tuturnya, tatanan hukum perpanjangan usaha KK dan PKP2B akan kacau balau karena tidak mengikuti aturan dalam UU Minerba.
Direktur Eksekutif Centre for Resources Strategic Studies (Ciruss) Budi Santoso menambahkan, alasan Pemerintah memperpanjang karena Investasi, tidak bisa diterima. Sebab, apabila seusai aturan mainnya, PKP2B setelah habis kontraknya adalah barang milik negara dan tidak bisa dipakai oleh siapapun tanpa mekanisme yang sesuai aturan.
"Harusnya ditawarkan dulu ke BUMN/BUMD, apalagi PLN membutuhkan batu bara dari PKP2B yang akan habis masanya," pungkas Budi.
(gus) Next Article PP 23 Tahun 2010 Kembali Direvisi, Demi Adaro dan KPC?
Revisi ini merupakan revisi ke-6 yang dilakukan pemerintah untuk beleid ini. Revisi diajukan untuk menambah ketentuan tentang pengajuan perpanjangan izin PKP2B (Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara) yang akan disamakan dengan sektor mineral.
Namun, lanjutnya, perpanjangan tersebut lebih memberikan kepastian usaha bagi PKP2B untuk mempertimbangkan dan pemperhitungkan keputusan untuk perpanjangan kontrak Pertambangan dan Batu Bara. Mengingat investasi di bidang minerba membutukan dana dalam jumlah besar dan waktu return investment dalam jangka panjang, maka perpanjangan waktu pengajuan perpanjangan kontrak sangat realistis yang menguntungkan bagi investor, sehingga menjadikan iklim investasi di Indonesia semakin kondusif.
Selain perpanjangan waktu kontrak, perubahan PP 23/2010 juga mengatur penerimaan negara dari pajak dan royalti. Sebelumnya, pemegang PKP2B harus membayar pajak PPh Badan sebesar 45%, tetapi kini akan diturunkan menjadi sebesar 25%. Penurunan PPh Badan diikuti dengan kenaikan Dana Hasil Batu Bara (DHPB) dari 13,5 menjadi 15℅ dan tambahan pajak 10% dari laba bersih.
Menurut Fahmy, perubahan tarif pajak itu relatif lebih adil diterapkan bagi pemegang PKP2B. Namun, perubahan itu tidak menurunkan penerimaan pajak Pemerintah lantaran ada kenaikan tarif DHPB dan penambahan pajak terhadap laba bersih.
![]() |
"Jadi, perubahan PP 23/2010 tidak hanya memberikan kepastian usaha bagi investor dan pengenaan tarif pajak yang lebih adil, tetapi juga meningkatkan penerimaan negara dari pajak, sekaligus menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif. Tidak berlebihan dikatakan bahwa revisi PP 23/2010 cenderung sebagai Investment Friendly," ujar Fahmy kepada CNBC Indonesia saat dihubungi Selasa (13/11/2018).
Berbeda dari Fahmy, pengamat Hukum Sumber Daya Alam Universitas Tarumanagara Ahmad Redi menuturkan, dalam Pasal 45 dan Pasal 72 pada PP 1/2017 telah diatur bahwa perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUP-Khusus (IUPK) dapat dilakukan paling cepat lima tahun sebelum berakhirnya IUP/IUPK. Namun, jelas perpanjangan ini diperuntukkan bagi pemegang IUP/IUPK, dan belum ada pengaturan mengenai perpanjangan KK (Kontrak Karya) dan PKP2B.
Lalu, lanjut Redi, khusus untuk perpanjangan PKP2B memang UU Minerba dan PPnya hukum tdk mengakomodir karena PKP2B, setelah berakhir jangka waktunya harus diajukan kembali menjadi IUP/IUPK.
"Artinya, tidak dikenal ada perpanjangan PKP2B, namun harus dimaknai PKP2B yang telah berakhir harus mengajukan kembali dengan skema IUP/IUPK," ujarnya, Selasa (13/11/2018).
Lebih lanjut, ia menilai, pola perpanjangan kontrak/perjanjian ini memang menjadi rusak tatanan hukumnya ketika Pemerintah memberikan perpanjangan KK Freeport dengan IUPK. Sejak itu, tuturnya, tatanan hukum perpanjangan usaha KK dan PKP2B akan kacau balau karena tidak mengikuti aturan dalam UU Minerba.
Direktur Eksekutif Centre for Resources Strategic Studies (Ciruss) Budi Santoso menambahkan, alasan Pemerintah memperpanjang karena Investasi, tidak bisa diterima. Sebab, apabila seusai aturan mainnya, PKP2B setelah habis kontraknya adalah barang milik negara dan tidak bisa dipakai oleh siapapun tanpa mekanisme yang sesuai aturan.
"Harusnya ditawarkan dulu ke BUMN/BUMD, apalagi PLN membutuhkan batu bara dari PKP2B yang akan habis masanya," pungkas Budi.
(gus) Next Article PP 23 Tahun 2010 Kembali Direvisi, Demi Adaro dan KPC?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular