
PP 23 Tahun 2010 Kembali Direvisi, Demi Adaro dan KPC?
Tito Bosnia, CNBC Indonesia
12 November 2018 16:21

Jakarta, CNBC Indonesia- Pemerintah merevisi kembali PP 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara. Benarkah revisi ini dilakukan untuk memfasilitasi 7 kontraktor tambang batu bara raksasa yang segera berakhir kontraknya?
Revisi ini akan menjadi revisi ke-6 untuk PP 23 Tahun 2010, yang sebelumnya direvisi berkali-kali sesuai dengan kondisi dan perkembangan sektor minerba.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot membenarkan rencana revisi ini. Menurut Bambang, revisi kali ini agar ketentuan permohonan perpanjangan izin usaha tambang batu bara sama dengan yang diatur pemerintah untuk izin tambang mineral, yang diatur dalam PP Nomor 1 Tahun 2017 (yang merupakan perubahan keempat PP 23 Tahun 2010).
"Kan mineral PP 1 Tahun 2017 ya, nah ini sama," ujar Bambang saat dijumpai di kantor kementerian, Senin (12/11/2018).
Dari data kementerian, sampai saat ini ada 7 perusahaan tambang batu bara yang akan habis atau terminasi dalam waktu dekat, yakni 7 PKP2B (Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara) generasi pertama di antaranya PT Tanito Harum yang akan habis di 2019, PT Arutmin Indonesia pada 2020, PT Adaro Indonesia pada 2022, PT KPC pada 2021, PT Multi Harapan Utama pada 2022, PT Kideco Jaya Agung pada 2022, dan PT Berau Coal pada 2025.
Bambang mengatakan revisi ini dilakukan agar ada kepastian investasi bagi perusahaan tambang batu bara. Terutama untuk yang habis dalam waktu dekat seperti PT Tanito Harum, "Tanito kan sudah habis di 2019 dia sudah mengajukan kita harus jawab," katanya.
Sementara untuk Adaro dan KPC, jatuh temponya masih lama. Jika revisi PP rampung, maka yang bisa ajukan revisi adalah yang dalam 5 tahun akan habis perjanjiannya atau pada 2022 atau dengan kata lain dua perusahaan raksasa ini bisa segera ajukan perpanjangan jika beleid lolos.
"Untuk kepastian Investasi, dia mau merencanakan pengembangan kan sudah diancang-ancang sebelumnya," jelas Bambang.
Menurut Bambang, pemberian waktu 5 tahun ini disamakan dengan sektor mineral agar lebih pasti soal investasi. "Seperti Freeport kan, sama saja dia investasi dikasih 5 tahun sebelumnya di PP."
(gus) Next Article September 2018, Produksi Batu Bara RI Capai 319 Juta Ton
Revisi ini akan menjadi revisi ke-6 untuk PP 23 Tahun 2010, yang sebelumnya direvisi berkali-kali sesuai dengan kondisi dan perkembangan sektor minerba.
"Kan mineral PP 1 Tahun 2017 ya, nah ini sama," ujar Bambang saat dijumpai di kantor kementerian, Senin (12/11/2018).
Dari data kementerian, sampai saat ini ada 7 perusahaan tambang batu bara yang akan habis atau terminasi dalam waktu dekat, yakni 7 PKP2B (Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara) generasi pertama di antaranya PT Tanito Harum yang akan habis di 2019, PT Arutmin Indonesia pada 2020, PT Adaro Indonesia pada 2022, PT KPC pada 2021, PT Multi Harapan Utama pada 2022, PT Kideco Jaya Agung pada 2022, dan PT Berau Coal pada 2025.
![]() |
Bambang mengatakan revisi ini dilakukan agar ada kepastian investasi bagi perusahaan tambang batu bara. Terutama untuk yang habis dalam waktu dekat seperti PT Tanito Harum, "Tanito kan sudah habis di 2019 dia sudah mengajukan kita harus jawab," katanya.
Sementara untuk Adaro dan KPC, jatuh temponya masih lama. Jika revisi PP rampung, maka yang bisa ajukan revisi adalah yang dalam 5 tahun akan habis perjanjiannya atau pada 2022 atau dengan kata lain dua perusahaan raksasa ini bisa segera ajukan perpanjangan jika beleid lolos.
"Untuk kepastian Investasi, dia mau merencanakan pengembangan kan sudah diancang-ancang sebelumnya," jelas Bambang.
Menurut Bambang, pemberian waktu 5 tahun ini disamakan dengan sektor mineral agar lebih pasti soal investasi. "Seperti Freeport kan, sama saja dia investasi dikasih 5 tahun sebelumnya di PP."
(gus) Next Article September 2018, Produksi Batu Bara RI Capai 319 Juta Ton
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular