
PP 23/2010 Direvisi, Sri Mulyani: Soal Pajak Perlu Negosiasi
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
14 November 2018 14:31

Jakarta, CNBC Indonesia- Menteri keuangan Sri Mulyani buka suara soal rencana revisi keenam PP 23 tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara, yang salah satu konsekuensinya adalah adanya penyesuaian perpajakan untuk kontraktor tambang batu bara.
Dijumpai di Pusdiklat Pajak, Sri mengatakan memang ada revisi aturan terkait adanya beberapa PKP2B (Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara) generasi pertama yang sudah habis masanya. "Maka dibutuhkan peraturan untuk mengatur mereka, kemarin hanya untuk mineral, jadi sekarang sudah dibuat oleh pemerintah," kata Sri, Rabu (14/11/2018)
Ia melanjutkan, dengan revisi aturan ini dan jika mengikuti UU Minerba maka pajak perusahaan akan mengikuti aturan yang berlaku. Artinya dengan berubah dari rezim kontrak ke rezim izin, maka pajak di kontrak yang diatur 45% akan turun dan disesuaikan dengan pajak badan yang diatur hanya 25% sesuai perundangan.
Tetapi, Sri Mulyani tidak serta merta mengamini penurunan pajak badan untuk kontraktor tambang ini. "Kalau ikuti UU Minerba, berarti dia harus mengikuti dalam hal prevailing. Dari sisi prevailing ini skema dari struktur penerimaan negara ini yang kita lihat dalam negosiasi itu akan muncul," jelasnya, memutar.
Intinya Sri bilang bahwa penerimaan negara tetap harus sama atau lebih besar meski ada prevailing pajak. Untuk itu perlu negosiasi lebih lanjut antara kontraktor tambang dan pemerintah untuk membahas komposisi penerimaan negara. "Komposisi penerimaan negara harus sama atau lebih besar, nanti komposisinya kita lihat saja," katanya.
Komposisinya adalah pajak tidak langsung, PBB, royalti, yang semuanya diatur di pasal 169 UU Minerba.
Sampai saat ini belum ada aturan teknis dan lebih lanjut soal hitungan untuk penerimaan negara, namun konsekuensi yang tersirat adalah dengan berubahnya rezim dari kontrak ke izin maka pajak badan juga akan turun, yang semula 45% jadi 25%.
Pengamat energi dan pertambangan Universitas Gajah Mada Fahmy Radhi mengatakan pemegang PKP2B harus membayar pajak PPh Badan sebesar 45%, tetapi kini akan diturunkan menjadi sebesar 25%. Penurunan PPh Badan diikuti dengan kenaikan Dana Hasil Batu Bara (DHPB) dari 13,5 menjadi 15℅ dan tambahan pajak 10% dari laba bersih.
Menurut Fahmy, perubahan tarif pajak itu relatif lebih adil diterapkan bagi pemegang PKP2B. Namun, perubahan itu tidak menurunkan penerimaan pajak Pemerintah lantaran ada kenaikan tarif DHPB dan penambahan pajak terhadap laba bersih.
"Jadi, perubahan PP 23/2010 tidak hanya memberikan kepastian usaha bagi investor dan pengenaan tarif pajak yang lebih adil, tetapi juga meningkatkan penerimaan negara dari pajak, sekaligus menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif," ujar Fahmy, Selasa (13/11/2018).
(gus) Next Article PP 23 Tahun 2010 Kembali Direvisi, Demi Adaro dan KPC?
Dijumpai di Pusdiklat Pajak, Sri mengatakan memang ada revisi aturan terkait adanya beberapa PKP2B (Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara) generasi pertama yang sudah habis masanya. "Maka dibutuhkan peraturan untuk mengatur mereka, kemarin hanya untuk mineral, jadi sekarang sudah dibuat oleh pemerintah," kata Sri, Rabu (14/11/2018)
Tetapi, Sri Mulyani tidak serta merta mengamini penurunan pajak badan untuk kontraktor tambang ini. "Kalau ikuti UU Minerba, berarti dia harus mengikuti dalam hal prevailing. Dari sisi prevailing ini skema dari struktur penerimaan negara ini yang kita lihat dalam negosiasi itu akan muncul," jelasnya, memutar.
Intinya Sri bilang bahwa penerimaan negara tetap harus sama atau lebih besar meski ada prevailing pajak. Untuk itu perlu negosiasi lebih lanjut antara kontraktor tambang dan pemerintah untuk membahas komposisi penerimaan negara. "Komposisi penerimaan negara harus sama atau lebih besar, nanti komposisinya kita lihat saja," katanya.
Komposisinya adalah pajak tidak langsung, PBB, royalti, yang semuanya diatur di pasal 169 UU Minerba.
Sampai saat ini belum ada aturan teknis dan lebih lanjut soal hitungan untuk penerimaan negara, namun konsekuensi yang tersirat adalah dengan berubahnya rezim dari kontrak ke izin maka pajak badan juga akan turun, yang semula 45% jadi 25%.
Pengamat energi dan pertambangan Universitas Gajah Mada Fahmy Radhi mengatakan pemegang PKP2B harus membayar pajak PPh Badan sebesar 45%, tetapi kini akan diturunkan menjadi sebesar 25%. Penurunan PPh Badan diikuti dengan kenaikan Dana Hasil Batu Bara (DHPB) dari 13,5 menjadi 15℅ dan tambahan pajak 10% dari laba bersih.
Menurut Fahmy, perubahan tarif pajak itu relatif lebih adil diterapkan bagi pemegang PKP2B. Namun, perubahan itu tidak menurunkan penerimaan pajak Pemerintah lantaran ada kenaikan tarif DHPB dan penambahan pajak terhadap laba bersih.
"Jadi, perubahan PP 23/2010 tidak hanya memberikan kepastian usaha bagi investor dan pengenaan tarif pajak yang lebih adil, tetapi juga meningkatkan penerimaan negara dari pajak, sekaligus menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif," ujar Fahmy, Selasa (13/11/2018).
(gus) Next Article PP 23 Tahun 2010 Kembali Direvisi, Demi Adaro dan KPC?
Most Popular