
Revisi PP 23/2010, PTBA Kalah Posisi dengan Adaro Cs?
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
15 November 2018 10:42

Jakarta, CNBC Indonesia- Pemerintah kembali merevisi lagi PP 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara. Revisi ke-6 ini dilakukan untuk mempermudah proses perpanjangan kontrak bagi perusahaan tambang batu bara.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot membenarkan rencana revisi ini. Menurut Bambang, revisi kali ini agar ketentuan permohonan perpanjangan izin usaha tambang batu bara sama dengan yang diatur pemerintah untuk izin tambang mineral, yang diatur dalam PP Nomor 1 Tahun 2017 (yang merupakan perubahan keempat PP 23 Tahun 2010).
Menanggapi hal ini, Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Tbk (ADRO) Febriati Nadira mengatakan, perusahaan akan selalu menyesuaikan dengan peraturan baru tersebut.
Lebih lanjut, Ira, sapaannya, menjelaskan, secara resmi perusahaan memang belum mengajukan perpanjangan izin, tetapi persiapan dari awal sudah melalui diskusi dan koordinasi secara berkelanjutan.
"Karena sesuai aturan, kami baru bisa mengajukan perpanjangan IUPK operasi produksi minimal 2 (dua) tahun sebelum masa kontrak berakhir (Adaro Indonesia kontak berakhir di 2022). Hanya saja tentunya kami selalu akan menyesuaikan dengan peraturan baru," ujar Ira kepada CNBC Indonesia, ketika dihubungi, Selasa (13/11/2018).
Di tengah kesempatan terbuka untuk kontraktor tambang, di sisi BUMN pertambangan batu bara justru menjadi tanda tanya. Janji bahwa wilayah tambang yang bisa ditawarkan ke BUMN sebagai prioritas kini terancam tergeser.
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mengaku berminat untuk mengambil alih wilayah tambang yang saat ini dikelola oleh pemegang PKP2B (Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara). Hal itu juga dilandaskan pada UU No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Pada pasal 75 dalam UU tersebut diatur bahwa Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) diprioritaskan kepada BUMN dan BUMD.
"Kami ingin menambah area tambang dan meningkatkan produksi batu bara, karena itu, kami berharap PTBA dapat mengelola wilayah-wilayah pertambangan yang PKP2B-nya habis," ujar Arviyan kepada media saat dijumpai dalam konferensi pers kinerja perusahaan, di Jakarta, Rabu (14/11/2018).
Lebih lanjut, ia mengatakan, PKP2B generasi pertama yang akan jatuh tempo, menurut UU Minerba kalau jatuh tempo dikembalikan ke negara dalam bentuk WPN (Wilayah Pencadangan Negara), boleh diperpanjang tapi batasnya 15.000 hektare. Sisanya ke WPN, mau dioperasional prioritas adalah untuk BUMN.
"Tentu kami berkeinginan untuk menambah luasan area luas cadangan, terutama kita mencoba kuasai area-area tambang di luar Sumatera. Kalau memang ada beberapa yang layak di luar Sumatra, yakni di Kalimanta, kami akan bersedia, minat untuk melanjutkan," kata Arviyan.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), saat ini terdapat delapan perusahaan pemegang PKP2B Generasi I atau periode 2019 hingga 2026 yang akan berakhir masa kontraknya.
Perusahaan-perusahaan itu adalah PT Tanito Harum yang kontraknya akan habis pada 14 Januari 2019, PT Arutmin Indonesia yang kontraknya akan berakhir pada 1 November 2020, PT Kendilo Coal Indonesia yang Perjanjiannya akan berlaku hingga 13 September 2021, dan PT Kaltim Prima Coal yang masa berlaku PKP2B-nya akan habis pada 31 Desember 2021.
Selain itu, dalam daftar tersebut juga terdapat PT Multi Harapan Utama yang pada 1 April 2022 kontraknya akan berakhir. Kemudian PT Adaro Indonesia, di mana masa kontraknya akan habis pada 1 Oktober 2022, PT Kideco Jaya Agung yang kontraknya hanya sampai 13 Maret 2023, dan PT Berau Coal yang masa kontraknya akan habis pada 26 April 2025.
(gus) Next Article PP 23 Tahun 2010 Direvisi, Penerimaan Negara Terancam Turun?
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot membenarkan rencana revisi ini. Menurut Bambang, revisi kali ini agar ketentuan permohonan perpanjangan izin usaha tambang batu bara sama dengan yang diatur pemerintah untuk izin tambang mineral, yang diatur dalam PP Nomor 1 Tahun 2017 (yang merupakan perubahan keempat PP 23 Tahun 2010).
Lebih lanjut, Ira, sapaannya, menjelaskan, secara resmi perusahaan memang belum mengajukan perpanjangan izin, tetapi persiapan dari awal sudah melalui diskusi dan koordinasi secara berkelanjutan.
"Karena sesuai aturan, kami baru bisa mengajukan perpanjangan IUPK operasi produksi minimal 2 (dua) tahun sebelum masa kontrak berakhir (Adaro Indonesia kontak berakhir di 2022). Hanya saja tentunya kami selalu akan menyesuaikan dengan peraturan baru," ujar Ira kepada CNBC Indonesia, ketika dihubungi, Selasa (13/11/2018).
Di tengah kesempatan terbuka untuk kontraktor tambang, di sisi BUMN pertambangan batu bara justru menjadi tanda tanya. Janji bahwa wilayah tambang yang bisa ditawarkan ke BUMN sebagai prioritas kini terancam tergeser.
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mengaku berminat untuk mengambil alih wilayah tambang yang saat ini dikelola oleh pemegang PKP2B (Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara). Hal itu juga dilandaskan pada UU No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Pada pasal 75 dalam UU tersebut diatur bahwa Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) diprioritaskan kepada BUMN dan BUMD.
"Kami ingin menambah area tambang dan meningkatkan produksi batu bara, karena itu, kami berharap PTBA dapat mengelola wilayah-wilayah pertambangan yang PKP2B-nya habis," ujar Arviyan kepada media saat dijumpai dalam konferensi pers kinerja perusahaan, di Jakarta, Rabu (14/11/2018).
Lebih lanjut, ia mengatakan, PKP2B generasi pertama yang akan jatuh tempo, menurut UU Minerba kalau jatuh tempo dikembalikan ke negara dalam bentuk WPN (Wilayah Pencadangan Negara), boleh diperpanjang tapi batasnya 15.000 hektare. Sisanya ke WPN, mau dioperasional prioritas adalah untuk BUMN.
"Tentu kami berkeinginan untuk menambah luasan area luas cadangan, terutama kita mencoba kuasai area-area tambang di luar Sumatera. Kalau memang ada beberapa yang layak di luar Sumatra, yakni di Kalimanta, kami akan bersedia, minat untuk melanjutkan," kata Arviyan.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), saat ini terdapat delapan perusahaan pemegang PKP2B Generasi I atau periode 2019 hingga 2026 yang akan berakhir masa kontraknya.
Perusahaan-perusahaan itu adalah PT Tanito Harum yang kontraknya akan habis pada 14 Januari 2019, PT Arutmin Indonesia yang kontraknya akan berakhir pada 1 November 2020, PT Kendilo Coal Indonesia yang Perjanjiannya akan berlaku hingga 13 September 2021, dan PT Kaltim Prima Coal yang masa berlaku PKP2B-nya akan habis pada 31 Desember 2021.
Selain itu, dalam daftar tersebut juga terdapat PT Multi Harapan Utama yang pada 1 April 2022 kontraknya akan berakhir. Kemudian PT Adaro Indonesia, di mana masa kontraknya akan habis pada 1 Oktober 2022, PT Kideco Jaya Agung yang kontraknya hanya sampai 13 Maret 2023, dan PT Berau Coal yang masa kontraknya akan habis pada 26 April 2025.
(gus) Next Article PP 23 Tahun 2010 Direvisi, Penerimaan Negara Terancam Turun?
Most Popular