
Newsletter
Cermati Tekornya Neraca Pembayaran dan Transaksi Berjalan
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
12 November 2018 05:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup variatif pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak melemah, sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) justru melaju kencang.
Selama seminggu kemarin, IHSG melemah 0,54% secara point-to-point. Penyebabnya adalah koreksi yang sangat dalam pada perdagangan akhir pekan, mencapai 1,72%. Padahal sebelumnya IHSG mampu menguat selama 8 hari beruntun.
Nasib rupiah lebih baik. Meski anjlok 1% pada perdagangan akhir pekan, tetapi secara mingguan rupiah masih menguat signifikan di hadapan greenback, yaitu 1,81%.
Pekan lalu adalah memang penuh dengan sentimen positif, terutama di luar negeri, yang membuat IHSG dan rupiah bisa menjalani reli. Pertama, meredanya tensi perang dagang AS dan China. Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping sepakat untuk bertemu di sela-sela KTT G20 di Buenos Aires (Argentina) akhir bulan ini. Diharapkan pembicaraan ini bisa melahirkan solusi untuk mengakhiri perang dagang Washington-Beijing.
Kedua, AS menjalani pemilihan sela yang membuat investor menghindari Negeri Paman Sam. Hasil pemilihan tersebut adalah Partai Republik masih memegang kendali di Senat, tetapi Partai Demokrat berhasil merebut kursi mayoritas di House of Representative.
Ini membuat potensi gridlock (Partai Republik dan Partai Demokrat sama kuat sehingga bisa membuat pemerintah tidak leluasa bergerak) di Washington. Risiko gaduh politik dan terjegalnya kebijakan-kebijakan pemerintahan Presiden Donald Trump membesar sehingga investor dihadapkan kepada ketidakpastian.
Dua sentimen utama itu berhasil membuat IHSG dan rupiah menjalani masa-masa indah. Namun pada akhir pekan, terjadi petaka yang membuat keduanya jatuh.
Dari luar negeri, ada hasil rapat The Federal Reserve/The Fed. Jerome 'Jay' Powell dan kolega memang mempertahankan suku bunga acuan di 2-2,25%. Bahkan The Fed menyebut ada risiko perlambatan investasi di Negeri Paman Sam.
Namun risiko tersebut tidak menyurutkan niat bank sentral AS untuk tetap dalam mode pengetatan kebijakan moneter. Dalam pernyataan tertulisnya, The Fed menyebut siklus kenaikan suku bunga acuan secara gradual masih akan ditempuh.
Kenaikan suku bunga acuan akan ikut menaikkan imbalan investasi di AS, khususnya di instrumen berpendapatan tetap. Akibatnya, permintaan terhadap dolar AS akan meningkat dan nilainya semakin kuat.
Dari dalam negeri, investor harap-harap cemas menanti rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal III-2018. Pelaku pasar cenderung berekspektasi bahwa NPI akan mencatat kinerja yang lebih buruk dibandingkan kuartal sebelumnya, terutama di pos transaksi berjalan (current account).
Double blow ini membuat IHSG dan rupiah terkapar pada perdagangan akhir pekan lalu. Rupiah masih bisa selamat (bahkan penguatannya masih signifikan), tetapi tabungan penguatan IHSG yang dikumpulkan selama berhari-hari langsung habis dalam sekali pukul.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Selama seminggu kemarin, IHSG melemah 0,54% secara point-to-point. Penyebabnya adalah koreksi yang sangat dalam pada perdagangan akhir pekan, mencapai 1,72%. Padahal sebelumnya IHSG mampu menguat selama 8 hari beruntun.
Nasib rupiah lebih baik. Meski anjlok 1% pada perdagangan akhir pekan, tetapi secara mingguan rupiah masih menguat signifikan di hadapan greenback, yaitu 1,81%.
Pekan lalu adalah memang penuh dengan sentimen positif, terutama di luar negeri, yang membuat IHSG dan rupiah bisa menjalani reli. Pertama, meredanya tensi perang dagang AS dan China. Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping sepakat untuk bertemu di sela-sela KTT G20 di Buenos Aires (Argentina) akhir bulan ini. Diharapkan pembicaraan ini bisa melahirkan solusi untuk mengakhiri perang dagang Washington-Beijing.
Kedua, AS menjalani pemilihan sela yang membuat investor menghindari Negeri Paman Sam. Hasil pemilihan tersebut adalah Partai Republik masih memegang kendali di Senat, tetapi Partai Demokrat berhasil merebut kursi mayoritas di House of Representative.
Ini membuat potensi gridlock (Partai Republik dan Partai Demokrat sama kuat sehingga bisa membuat pemerintah tidak leluasa bergerak) di Washington. Risiko gaduh politik dan terjegalnya kebijakan-kebijakan pemerintahan Presiden Donald Trump membesar sehingga investor dihadapkan kepada ketidakpastian.
Dua sentimen utama itu berhasil membuat IHSG dan rupiah menjalani masa-masa indah. Namun pada akhir pekan, terjadi petaka yang membuat keduanya jatuh.
Dari luar negeri, ada hasil rapat The Federal Reserve/The Fed. Jerome 'Jay' Powell dan kolega memang mempertahankan suku bunga acuan di 2-2,25%. Bahkan The Fed menyebut ada risiko perlambatan investasi di Negeri Paman Sam.
Namun risiko tersebut tidak menyurutkan niat bank sentral AS untuk tetap dalam mode pengetatan kebijakan moneter. Dalam pernyataan tertulisnya, The Fed menyebut siklus kenaikan suku bunga acuan secara gradual masih akan ditempuh.
Kenaikan suku bunga acuan akan ikut menaikkan imbalan investasi di AS, khususnya di instrumen berpendapatan tetap. Akibatnya, permintaan terhadap dolar AS akan meningkat dan nilainya semakin kuat.
Dari dalam negeri, investor harap-harap cemas menanti rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal III-2018. Pelaku pasar cenderung berekspektasi bahwa NPI akan mencatat kinerja yang lebih buruk dibandingkan kuartal sebelumnya, terutama di pos transaksi berjalan (current account).
Double blow ini membuat IHSG dan rupiah terkapar pada perdagangan akhir pekan lalu. Rupiah masih bisa selamat (bahkan penguatannya masih signifikan), tetapi tabungan penguatan IHSG yang dikumpulkan selama berhari-hari langsung habis dalam sekali pukul.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular