
Newsletter
Cermati Tekornya Neraca Pembayaran dan Transaksi Berjalan
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
12 November 2018 05:35

Dari Wall Street, tiga indeks utama mencatatkan penguatan tajam secara mingguan. Dow Jones Industrial Average (DJIA) melesat 2,84%, S&P 500 melejit 2,13%, dan Nasdaq Composite lompat 1,06%.
Seharusnya penguatan ini bisa lebih tinggi andai saja bursa saham New York tidak terkoreksi pada perdagangan akhir pekan di mana DJIA turun 0,77%, S&P 500 melemah 0,92%, dan Nasdaq anjlok 1,67%. Sentimen perang dagang sukses menjadi pendorong sekaligus yang menjatuhkan Wall Street.
Awalnya, investor berbunga-bunga karena kemungkinan damai dagang AS-China semakin besar. Pekan lalu, Wang Qishan, Wakil Presiden China, menegaskan bahwa Beijing siap berdiskusi dan bekerja dengan Washington untuk menyelesaikan friksi dagang.
"China dan AS tentu berharap ada peningkatan kerja sama ekonomi dan perdagangan. China siap berunding dengan AS atas kesepakatan bersama untuk menyelesaikan berbagai isu di bidang tersebut. Sikap negatif dan kemarahan bukanlah cara yang baik untuk menyelesaikan masalah, tidak bisa juga dengan membatasi diri. Itu hanya memperparah turbulensi di pasar global," papar Wang dalam pidato di Singapura, dikutip dari South China Morning Post.
Namun sentimen ini juga yang membuat Wall Street terkoreksi. Data-data ekonomi China mengkonfirmasi bahwa perekonomian Negeri Tirai Bambu sedang mengalami perlambatan.
Inflasi tingkat produsen di China pada Oktober 2018 tercatat 3,3% secara tahunan, melambat dibandingkan pencapaian bulan sebelumnya yaitu 3,6%. Data ini menunjukkan bahwa dunia usaha China mengalami penurunan gairah. Salah satunya akibat perang dagang dengan AS, yang merupakan negara tujuan ekspor utama Negeri Tirai Bambu.
Saat produk China makin sulit masuk ke Negeri Adidaya karena berbagai bea masuk, industri dalam negeri pun kesulitan. Geliat industri berkurang, sehingga kenaikan harga tidak secepat sebelumnya.
Kemudian penjualan mobil pada Oktober 2018 turun 11,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini terjadi dalam 4 bulan berturut-turut. Bahkan penurunan Oktober 2018 menjadi yang terdalam sejak Januari 2012. China adalah pasar otomotif terbesar di dunia. Ketika penjualan mobil di China lemah, maka rantai pasok global ikut lunglai.
Investor khawatir perang dagang akan terus melemahkan perekonomian China, sehingga mempengaruhi seluruh dunia. China adalah perekonomian terbesar kedua di dunia, sehingga perlambatan di sana akan dirasakan oleh semua negara.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Seharusnya penguatan ini bisa lebih tinggi andai saja bursa saham New York tidak terkoreksi pada perdagangan akhir pekan di mana DJIA turun 0,77%, S&P 500 melemah 0,92%, dan Nasdaq anjlok 1,67%. Sentimen perang dagang sukses menjadi pendorong sekaligus yang menjatuhkan Wall Street.
Awalnya, investor berbunga-bunga karena kemungkinan damai dagang AS-China semakin besar. Pekan lalu, Wang Qishan, Wakil Presiden China, menegaskan bahwa Beijing siap berdiskusi dan bekerja dengan Washington untuk menyelesaikan friksi dagang.
"China dan AS tentu berharap ada peningkatan kerja sama ekonomi dan perdagangan. China siap berunding dengan AS atas kesepakatan bersama untuk menyelesaikan berbagai isu di bidang tersebut. Sikap negatif dan kemarahan bukanlah cara yang baik untuk menyelesaikan masalah, tidak bisa juga dengan membatasi diri. Itu hanya memperparah turbulensi di pasar global," papar Wang dalam pidato di Singapura, dikutip dari South China Morning Post.
Namun sentimen ini juga yang membuat Wall Street terkoreksi. Data-data ekonomi China mengkonfirmasi bahwa perekonomian Negeri Tirai Bambu sedang mengalami perlambatan.
Inflasi tingkat produsen di China pada Oktober 2018 tercatat 3,3% secara tahunan, melambat dibandingkan pencapaian bulan sebelumnya yaitu 3,6%. Data ini menunjukkan bahwa dunia usaha China mengalami penurunan gairah. Salah satunya akibat perang dagang dengan AS, yang merupakan negara tujuan ekspor utama Negeri Tirai Bambu.
Saat produk China makin sulit masuk ke Negeri Adidaya karena berbagai bea masuk, industri dalam negeri pun kesulitan. Geliat industri berkurang, sehingga kenaikan harga tidak secepat sebelumnya.
Kemudian penjualan mobil pada Oktober 2018 turun 11,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini terjadi dalam 4 bulan berturut-turut. Bahkan penurunan Oktober 2018 menjadi yang terdalam sejak Januari 2012. China adalah pasar otomotif terbesar di dunia. Ketika penjualan mobil di China lemah, maka rantai pasok global ikut lunglai.
Investor khawatir perang dagang akan terus melemahkan perekonomian China, sehingga mempengaruhi seluruh dunia. China adalah perekonomian terbesar kedua di dunia, sehingga perlambatan di sana akan dirasakan oleh semua negara.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular