
Newsletter
Cermati Tekornya Neraca Pembayaran dan Transaksi Berjalan
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
12 November 2018 05:35

Sentimen ketiga, kali ini dari dalam negeri, adalah rilis NPI kuartal III-2018. Data ini keluar setelah penutupan pasar akhir pekan lalu, tetapi ekspektasi defisit yang lebih dalam sudah cukup membuat IHSG dan rupiah jatuh ke zona merah.
Ekspektasi itu terwujud alias self fulfiling prophecy. Bank Indonesia (BI) mencatat NPI kuartal III-2018 mengalami defisit US$ 4,39 miliar. Lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yang juga minus US$ 4,31 miliar. Pencapaian kuartal III-2018 merupakan yang terendah sejak kuartal III-2015.
NPI terdiri dari transaksi berjalan (current account) serta transaksi modal dan finansial. Pada kuartal II-2018, keduanya tekor.
Transaksi berjalan, yang menggambarkan pasokan valas dari ekspor-impor barang dan jasa, mengalami defisit US$ 8,85 miliar atau 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini merupakan defisit terdalam sejak kuartal II-2014.
Sementara transaksi modal dan finansial, yang mencerminkan pasokan valas dari investasi di sektor riil dan pasar keuangan, defisit US$ 4,67 miliar. Lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yaitu minus US$ 3,44 miliar.
Data NPI, terutama transaksi berjalan, menjadi perhatian utama pelaku pasar. Pasalnya, data ini mencerminkan pasokan devisa di perekonomian domestik. Jika defisit, berarti memang pasokan valas sedang seret sehingga wajar kalau rupiah melemah.
Dengan NPI (dan transaksi berjalan) yang defisit, bahkan lebih dalam dibandingkan kuartal sebelumnya, maka artinya Indonesia sedang kekurangan valas. Ini tentu akan menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan domestik.
Sentimen keempat, masih dari dalam negeri, adalah aturan baru dari Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait dengan penghitungan bobot saham-saham penghuni dua indeks penting yakni LQ45 dan IDX30. Mulai Februari 2019, BEI akan menggunakan metode free float adjusted index untuk menentukan bobot dari setiap saham penghuni indeks LQ45 dan IDX30, dari yang sebelumnya menggunakan metode capitalization-weighted index.
Definisi yang digunakan BEI terkait dengan free float adalah total saham scriptless yang dimiliki oleh investor dengan kepemilikan kurang dari 5%. Akibat dari penerapan aturan ini adalah perubahan kontribusi saham-saham berkapitalisasi besar terhadap pembentukan indeks IDX30.
Misalnya, saat ini bobot HMSP adalah 11,12% tetapi nantinya susut menjadi hanya 2,36%. Kemudian UNVR yang saat ini menyumbang 8,4% menjadi hanya 3,43%.
Saham-saham ini nantinya menjadi kurang seksi untuk dikoleksi, karena tidak lagi punya andil besar di pasar. Bisa saja hasilnya investor melakukan aksi jual massal, yang membuat saham-saham kelas kakap terkoreksi. Kalau saham HMSP atau UNVR terkena tekanan jual, maka IHSG secara keseluruhan akan terancam.
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
(aji/aji)
Ekspektasi itu terwujud alias self fulfiling prophecy. Bank Indonesia (BI) mencatat NPI kuartal III-2018 mengalami defisit US$ 4,39 miliar. Lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yang juga minus US$ 4,31 miliar. Pencapaian kuartal III-2018 merupakan yang terendah sejak kuartal III-2015.
NPI terdiri dari transaksi berjalan (current account) serta transaksi modal dan finansial. Pada kuartal II-2018, keduanya tekor.
Transaksi berjalan, yang menggambarkan pasokan valas dari ekspor-impor barang dan jasa, mengalami defisit US$ 8,85 miliar atau 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini merupakan defisit terdalam sejak kuartal II-2014.
Sementara transaksi modal dan finansial, yang mencerminkan pasokan valas dari investasi di sektor riil dan pasar keuangan, defisit US$ 4,67 miliar. Lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yaitu minus US$ 3,44 miliar.
Data NPI, terutama transaksi berjalan, menjadi perhatian utama pelaku pasar. Pasalnya, data ini mencerminkan pasokan devisa di perekonomian domestik. Jika defisit, berarti memang pasokan valas sedang seret sehingga wajar kalau rupiah melemah.
Dengan NPI (dan transaksi berjalan) yang defisit, bahkan lebih dalam dibandingkan kuartal sebelumnya, maka artinya Indonesia sedang kekurangan valas. Ini tentu akan menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan domestik.
Sentimen keempat, masih dari dalam negeri, adalah aturan baru dari Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait dengan penghitungan bobot saham-saham penghuni dua indeks penting yakni LQ45 dan IDX30. Mulai Februari 2019, BEI akan menggunakan metode free float adjusted index untuk menentukan bobot dari setiap saham penghuni indeks LQ45 dan IDX30, dari yang sebelumnya menggunakan metode capitalization-weighted index.
Definisi yang digunakan BEI terkait dengan free float adalah total saham scriptless yang dimiliki oleh investor dengan kepemilikan kurang dari 5%. Akibat dari penerapan aturan ini adalah perubahan kontribusi saham-saham berkapitalisasi besar terhadap pembentukan indeks IDX30.
Misalnya, saat ini bobot HMSP adalah 11,12% tetapi nantinya susut menjadi hanya 2,36%. Kemudian UNVR yang saat ini menyumbang 8,4% menjadi hanya 3,43%.
Saham-saham ini nantinya menjadi kurang seksi untuk dikoleksi, karena tidak lagi punya andil besar di pasar. Bisa saja hasilnya investor melakukan aksi jual massal, yang membuat saham-saham kelas kakap terkoreksi. Kalau saham HMSP atau UNVR terkena tekanan jual, maka IHSG secara keseluruhan akan terancam.
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular