Menebak Arah Wall Street Pasca-Rilis Data Pertumbuhan Ekonomi

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
28 October 2018 18:36
Menebak Arah Wall Street Pasca-Rilis Data Pertumbuhan Ekonomi
Foto: REUTERS/Brendan McDermid
Jakarta, CNBC Indonesia - Wall Street 'kebakaran' untuk menutup pekan ini: Dow Jones anjlok 1,19%, S&P 500 anjlok 1,73%, dan Nasdaq anjlok 2,06%.

Padahal, data pertumbuhan ekonomi AS berhasil mengalahkan ekspektasi. Sepanjang kaurtal-III 2018, perekonomian Negeri Paman Sam tumbuh sebesar 3,5% (QoQ annualized), mengalahkan estimasi yang sebesar 3,4%.

Seharusnya, data tersebut bisa membuat Wall Street melesat lantaran menghapus kekhawatiran dari rilis data ekonomi beberapa waktu terakhir yang mengindikasikan perlambatan perekonomian Negeri Paman Sam.

Teranyar (sebelum data pertumbuhan ekonomi diumumkan), pemesanan barang tahan lama inti yang merupakan pendekatan untuk mengukur investasi dunia usaha, diumumkan terkontraksi 0,1% MoM pada bulan September. Padahal, konsensus memperkirakan ada pertumbuhan sebesar 0,5% MoM.


Kemudian, klaim tunjangan pengangguran sepanjang minggu lalu diumumkan sebanyak 215.000 jiwa, sedikit lebih tinggi dibandingkan ekspektasi yang sebanyak 214.000 jiwa.

Wall Street tak berkutik menghadapi koreksi yang dalam pada saham Amazon (-7,82%) dan Alphabet (-1,8%). Kedua saham tersebut dilepas investor lantaran kinerja keuangan kuartal-III 2018 yang mengecewakan.

Earnings per share (EPS) dari Amazon diumumkan sebesar US$ 5,75, mengalahkan estimasi Refinitiv yang sebesar US$ 3,14 saja. Namun, penjualan tercatat hanya sebesar US$ 56,6 miliar, di bawah estimasi yang sebesar US$ 57,1 miliar.

Sementara itu, EPS Alphabet tercatat sebesar US$ 13,06, juga mengalahkan estimasi yang sebesar US$ 10,42. Namun, penjualan tercatat hanya sebesar US$ 33,7 miliar, di bawah estimasi yang sebesar US$ 34,04 miliar.

Lantas, bagaimana arah pergerakan Wall Street hingga akhir tahun?
Rilis angka pertumbuhan ekonomi AS memang melegakan pelaku pasar. Ketakutan bahwa perekonomian AS melambat lantaran perang dagang dengan China ternyata belum terbukti.

Namun, di sisi lain hal ini justru bisa semakin memberikan optimisme bagi the Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga acuan pada bulan Desember. Padahal, perang dagang dengan China yang digadang-gadang akan memukul ekonomi AS nampaknya belum akan selesai dalam waktu dekat.

Belum lama ini, Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengonfirmasi bahwa Presiden AS Donald Trump akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping pada bulan depan di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Buenos Aires, Argentina.

Namun, sejauh ini pelaku pasar bersikap skeptis menghadapi kabar tersebut mengingat beberapa pertemuan antara delegasi AS dan China yang sebelumnya sudah diselenggarakan tak mampu menyelesaikan perang dagang yang tengah berkecamuk.

Ketika the Fed mengerek suku bunga acuan, maka suku bunga kredit akan ikut terkerek naik, sementara imbal hasil (yield) obligasi kemungkinan besar mengikuti. Apalagi, the Fed memproyeksikan akan ada kenaikan suku bunga acuan sebanyak tiga kali pada tahun depan.

Kala suku bunga kredit dan yield obligasi terkerek naik, maka biaya bagi korporasi di AS untuk melakukan kegiatannya akan meningkat. Padahal, permintaan baik di dalam maupun luar negeri berpotensi terpangkas akibat perang dagang dengan China. Pada akhirnya, profitabilitas perusahaan bisa tertekan dan memukul mundur Wall Street. Hal kedua yang akan membebani kinerja Wall Street hingga akhir tahun adalah aksi ambil untung pada saham Amazon dan Alphabet. Sepanjang tahun 2017, harga saham Amazon telah meroket sebesar 56%%, sementara saham harga Alphabet menguat hingga 32,9%.

Kedua saham inilah yang memotori kinclongnya kinerja Wall Street pada tahun lalu. Sebagai informasi, saham Amazon dan Alphabet merupakan anggota dari indeks S&P 500 dan Nasdaq.

Lemahnya penjualan perusahaan membuat kedua saham tersebut bisa terus dilepas oleh investor untuk merealisasikan keuntungan yang sudah didapat sepanjang tahun lalu.

Khusus untuk Amazon, alasan untuk menjual sahamnya kian besar seiring dengan perusahaan yang memproyeksikan penjualan pada rentang US$66,5 miliar – US$72,5 miliar pada kuartal-IV 2018, di bawah konsensus yang sebesar US$73,79 miliar. Sebagai informasi, kuartal-IV sangatlah penting bagi Amazon lantaran musim liburan akan mendongkrak penjualan perusahaan.

Jika aksi ambil untung terus terjadi, mengingat besarnya kapitalisasi pasar kedua perusahaan, Wall Street dipastikan akan tertekan.

Per akhir perdagangan minggu ini, Amazon memiliki kapitalisasi pasar sebesar US$801,27 miliar, terbesar ke-3 dalam indeks S&P 500 setelah Apple dan Microsoft, sementara Alphabet berada di posisi 4 dengan nilai US$749,64 miliar. Pada 6 November waktu setempat, AS akan menggelar midterm election. Pada pemilu kali ini, seluruh 435 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan sebanyak 35 dari 100 kursi di Senat akan dipertaruhkan.

Bagi Donald Trump, midterm election merupakan sesuatu yang sangat penting mengingat pada saat ini, partainya yakni Republican hanya menguasai 51 kursi di Senat.

Sebanyak 47 kursi ditempati oleh partai Democratic, sementara dua sisanya ditempati oleh pihak independen.

Ini artinya, kehilangan beberapa kursi saja bisa membuat partai Democratic berbalik menguasai Senat.

Jika ini yang terjadi, maka kebijakan-kebijakan pro pertumbuhan ekonomi seperti pemotongan tingkat pajak korporasi akan kian sulit digolkan. Laju perekonomian AS pun bisa kehilangan momentumnya. Ini tentu bukan kabar baik bagi Wall Street.


TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular