Dua Hari Berturut-turut Saham Tambang Tumbang 1,82%

Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
09 October 2018 16:56
Padahal pada harga minyak pada perdagangan hari ini naik dan tak mampu dimanfaatkan investor untuk melakukan akumulasi beli.
Foto: REUTERS/William Hong
Jakarta, CNBC Indonesia - Saham dari sektor pertambangan pada hari ini banyak dilepas investor asing setelah sempat reli. Padahal harga minyak pada perdagangan hari ini naik dan tak dimanfaatkan investor untuk melakukan akumulasi beli.

Indeks sektor pertambangan pada perdagangan hari ini terkoreksi 1,19% melanjutkan koreksi di kemarin yang mencapai 0,63% atau dalam dua hari turun 1,82%. Padahal hingga perdagangan awal pekan ini indeks sektor pertambangan menguat 23,02% atau sektor yang mengalami penguatan paling tinggi.


Saham-saham yang mendorong pelemahan saham sektor pertambangan hari ini, diantaranya saham PT Medco Energi International Tbk (MEDC) yang anjlok 6,6% ke level harga Rp 920/saham. Saham PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) turun 5,37% ke level harga Rp 705/saham. Lalu saham PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) turun 5,08% ke level harga Rp 224/saham.

Lalu saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) yang melemah 4,45% ke level Rp 2.120/saham dan saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang turun 4,05% ke level harga Rp 4.500/saham dan saham PT

Hari ini, harga minyak jenis brent untuk kontrak pengiriman Desember 2018 naik 0,43% ke level US$84,27/barel hingga pukul 10.00 WIB, pada perdagangan hari Selasa (9/10/2018). Di waktu yang sama, harga minyak jenis light sweet kontrak November 2018 menguat 0,42% ke level US$74,6/barel.

Dengan pergerakan tersebut, harga sang emas hitam mampu pulih setelah kemarin sempat tertekan. Pada penutupan perdagangan hari Senin (8/10/2018), harga brent yang menjadi acuan di Eropa terkoreksi hingga 0,3%.

Seperti diketahui, per 4 November mendatang, pemerintah Amerika Serikat (AS) meminta pembeli minyak mentah dari Iran untuk memangkas pembelian hingga ke titik nol. Ancamannya adalah barang siapa yang berbisnis dengan Negeri Persia, maka tidak bisa berbisnis dengan Negeri Adidaya.

Meski demikian, kemarin Washington dikabarkan sedang mempertimbangkan keringanan bagi negara-negara yang sudah menunjukkan usaha untuk mengurangi impor minyak mentah Teheran.

Sentimen ini lantas memberikan persepsi bahwa pasokan dari Iran tidak akan langsung menghilang begitu drastisnya. Masih ada peluang negara-negara yang diberi keringanan oleh AS masih bisa membeli minyak dari Teheran. Akibatnya, harga pun tertekan pada perdagangan kemarin.

Sentimen lain yang mempengaruhi saham pertambangan adalah, penurunan harga batu bara Newcastle. Harga batu bara untuk kontrak acuan terkoreksi tipis 0,79% pada penutupan perdagangan hari Senin (8/10/2018) ke level US$112,75/Metrik Ton (MT).

Dengan pergerakan itu, harga batu bara sudah melemah selama 5 hari berturut-turut, dan kini terperosok ke level terendahnya dalam 4 bulan terakhir, atau sejak 1 Juni 2018.
Mengutip data dari Biro Statistik Australia, volume eskpor batu bara termal made in Australia ke China tercatat menurun sebesar 32,4% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke angka 3 juta MT pada bulan Agustus. Pelemahan itu menjadi yang kedua kalinya berturut-turut setelah pada Juli juga tercatat anjlok 30% MtM.

Menipisnya permintaan memang wajar terjadi karena puncak musim panas di Bumi Belahan Utara (BBU) sudah terlewati. Sebelumnya, akibat musim panas yang lebih panas dari biasanya, permintaan batu bara China meningkat demi memenuhi kebutuhan pembangkit listrik. Pasalnya, diperlukan listrik dalam jumlah banyak untuk menyalakan mesin pendingin ruangan.

Selain itu, memasuki bulan September, pemerintah China juga menerapkan kebijakan pembatasan impor dalam rangka menggenjot produksi batu bara domestik. Hal ini semakin menekan importase batu bara Negeri Panda.



(hps/roy) Next Article Harga Minyak Naik Bawa Terbang Saham PGAS, MEDC dan ELSA

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular