
Deretan Saham Alternatif Ini Diuntungkan Konflik AS-Iran
Putu Agus Pransuamitra & Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
09 January 2020 16:02

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertikaian Amerika Serikat (AS)-Iran di awal tahun ini tampaknya baru merupakan babak awal dan menyebabkan sebagian besar saham di bursa domestik masih akan tertekan, minimal dalam waktu dekat.
Namun, tentu ada harapan di balik semua bencana. Karena itu, masih ada sebagian kecil saham-saham unggulan (blue chips) yang sudah dapat dilirik sebagai alternatif ketika AS-Iran kembali memanas nanti.
Setiap konflik juga harusnya membuat investor dan pedagang (trader) mengulik ulang investasinya dengan lebih detail. Dari yang biasanya cuma ditengok, kali ini tidak ada salahnya untuk ditambah-tambah dan dihitung persentasenya.
Setelah itu, mulai perhatikan dan terapkan strategi diversifikasi, terutama dengan membagi dua saham di pasar.
Jenis pertama, tandai dengan nama kategori "akan diuntungkan konflik AS-Iran dan pilihan tahun ini." Baru kelompok kedua adalah saham-saham lain yang lebih konservatif dan lebih mengekor sentimen pasar keuangan global.
Untuk itu, berdasarkan kompilasi riset di platform online sebuah perusahaan sekuritas, dapat ditilik beberapa saham kategori "akan diuntungkan konflik AS-Iran dan pilihan tahun ini" dan yang masih memiliki dominasi rekomendasi beli (buy) oleh beberapa analis di tengah konflik AS-Iran tersebut.
Berikut ini ulasannya:
Industri Minyak Mentah
Di tengah berkecamuknya kekhawatiran, misalnya ketika Iran melancarkan aksi balasan dengan peluncuran rudal ke markas AS, minyak mentah sebagai komoditas utama di Timur Tengah dan Teluk Persia tentu terkena dampak dari sisi prospek produksi yang turun. Produksi yang telah turun itu dapat diproyeksi justru dapat memberi dampak positif ke harga minyak mentah.
Kenaikan harga minyak Brent yang sempat mencapai US$ 69/barel atau naik 4,5% dari US$ 66/barel pada akhir 2019 merupakan salah satu bukti bahwa pelaku pasar global sudah menyikapi potensi Perang Teluk III tersebut.
Di dalam negeri, beberapa pilihan saham unggulan sudah mulai menunjukkan keunggulannya dalam menyerap sentimen positif harga minyak.
PT AKR Corporindo Tbk (AKRA)
Emiten distribusi BBM yang didirikan Soegiarto Adikoesoemo tersebut menjadi satu-satunya perusahaan swasta yang mendapatkan jatah distribusi BBM bersubsidi sebanyak 15,87 kl (kilo liter) tahun ini, bersama dengan BUMN PT Pertamina.
Selain mengusung merek sendiri, perusahaan yang dulunya dirintis dengan nama Aneka Kimia Raya tersebut sudah menjalin kerja sama dengan BP Plc (dulunya bernama The British Petroleum Company plc dan BP Amoco plc) dengan mendirikan anak usaha bernama PT Anake Petroindo Raya.
Dengan BP, AKRA dan sudah memiliki 10 SPBU di Jabodetabek, Jawa Barat, dan Jawa Timur, sehingga sudah menyumbang jumlah total milik perseroan menjadi 145 SPBU per Agustus tahun lalu. Jumlah tersebut di atas merek SPBU swasta lain, di mana Shell baru memiliki 101 SPBU, Total 13 SPBU, Vivo dua SPBU, dan swasta lain 116 SPBU pada periode yang sama.
Perusahaan mendapatkan rekomendasi BUY dari tujuh analis, di mana satu orang pelaku pasar lain masing-masing masih memberikan rekomendasi SELL dan HOLD.
PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC)
Perusahaan yang awalnya adalah pengebor minyak dan gas bernama Meta Epsi Drilling Company tersebut masih memiliki asa di mata pelaku pasar modal. Laporan keuangan grup usaha milik keluarga Panigoro tersebut pada kuartal III-2019 menunjukkan pembalikan arah menjadi laba US$ 19,27 juta dari rugi US$ 11,08 juta pada periode 2017.
Meskipun berbaliknya rugi menjadi laba itu lebih disebabkan adanya konsolidasi dari akuisisi baru emiten yakni Ophir Energy, tetapi sentimen positif minyak di tengah konflik Iran turut membubungkan saham perseroan sejak tahun 5,78% menjadi Rp 915/saham kemarin.
Pilihan lain di luar blue chips: PT Elnusa Tbk (ELSA) dan PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG).
Namun, tentu ada harapan di balik semua bencana. Karena itu, masih ada sebagian kecil saham-saham unggulan (blue chips) yang sudah dapat dilirik sebagai alternatif ketika AS-Iran kembali memanas nanti.
Setiap konflik juga harusnya membuat investor dan pedagang (trader) mengulik ulang investasinya dengan lebih detail. Dari yang biasanya cuma ditengok, kali ini tidak ada salahnya untuk ditambah-tambah dan dihitung persentasenya.
Jenis pertama, tandai dengan nama kategori "akan diuntungkan konflik AS-Iran dan pilihan tahun ini." Baru kelompok kedua adalah saham-saham lain yang lebih konservatif dan lebih mengekor sentimen pasar keuangan global.
![]() |
Untuk itu, berdasarkan kompilasi riset di platform online sebuah perusahaan sekuritas, dapat ditilik beberapa saham kategori "akan diuntungkan konflik AS-Iran dan pilihan tahun ini" dan yang masih memiliki dominasi rekomendasi beli (buy) oleh beberapa analis di tengah konflik AS-Iran tersebut.
Berikut ini ulasannya:
Industri Minyak Mentah
Di tengah berkecamuknya kekhawatiran, misalnya ketika Iran melancarkan aksi balasan dengan peluncuran rudal ke markas AS, minyak mentah sebagai komoditas utama di Timur Tengah dan Teluk Persia tentu terkena dampak dari sisi prospek produksi yang turun. Produksi yang telah turun itu dapat diproyeksi justru dapat memberi dampak positif ke harga minyak mentah.
Kenaikan harga minyak Brent yang sempat mencapai US$ 69/barel atau naik 4,5% dari US$ 66/barel pada akhir 2019 merupakan salah satu bukti bahwa pelaku pasar global sudah menyikapi potensi Perang Teluk III tersebut.
Di dalam negeri, beberapa pilihan saham unggulan sudah mulai menunjukkan keunggulannya dalam menyerap sentimen positif harga minyak.
PT AKR Corporindo Tbk (AKRA)
Emiten distribusi BBM yang didirikan Soegiarto Adikoesoemo tersebut menjadi satu-satunya perusahaan swasta yang mendapatkan jatah distribusi BBM bersubsidi sebanyak 15,87 kl (kilo liter) tahun ini, bersama dengan BUMN PT Pertamina.
Selain mengusung merek sendiri, perusahaan yang dulunya dirintis dengan nama Aneka Kimia Raya tersebut sudah menjalin kerja sama dengan BP Plc (dulunya bernama The British Petroleum Company plc dan BP Amoco plc) dengan mendirikan anak usaha bernama PT Anake Petroindo Raya.
Dengan BP, AKRA dan sudah memiliki 10 SPBU di Jabodetabek, Jawa Barat, dan Jawa Timur, sehingga sudah menyumbang jumlah total milik perseroan menjadi 145 SPBU per Agustus tahun lalu. Jumlah tersebut di atas merek SPBU swasta lain, di mana Shell baru memiliki 101 SPBU, Total 13 SPBU, Vivo dua SPBU, dan swasta lain 116 SPBU pada periode yang sama.
Perusahaan mendapatkan rekomendasi BUY dari tujuh analis, di mana satu orang pelaku pasar lain masing-masing masih memberikan rekomendasi SELL dan HOLD.
PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC)
Perusahaan yang awalnya adalah pengebor minyak dan gas bernama Meta Epsi Drilling Company tersebut masih memiliki asa di mata pelaku pasar modal. Laporan keuangan grup usaha milik keluarga Panigoro tersebut pada kuartal III-2019 menunjukkan pembalikan arah menjadi laba US$ 19,27 juta dari rugi US$ 11,08 juta pada periode 2017.
Meskipun berbaliknya rugi menjadi laba itu lebih disebabkan adanya konsolidasi dari akuisisi baru emiten yakni Ophir Energy, tetapi sentimen positif minyak di tengah konflik Iran turut membubungkan saham perseroan sejak tahun 5,78% menjadi Rp 915/saham kemarin.
Pilihan lain di luar blue chips: PT Elnusa Tbk (ELSA) dan PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG).
Next Page
Industri Emas dan CPO
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular