Internasional

Warga Argentina Sudah Muak pada Inflasi & Krisis Ekonomi

Bernhart Farras, CNBC Indonesia
06 September 2018 15:52
Krisis perekonomian di Argentina sudah membuat lelah warganya.
Foto: Currency Exchange office in Buenos Aires, Argentina (REUTERS/Marcos Brindicci)
Buenos Aires, CNBC Indonesia - Setiap pagi, Ezequiel Gonzalez naik bus selama dua jam dari pinggiran Buenos Aires ke rumah sakit kota tempat ia bekerja. Seperti orang Argentina lainnya, ia merasakan langsung dampak menyakitkan dari langkah-langkah penghematan anggaran pemerintah.

Walaupun sudah bekerja semaksimal mungkin sampai lembur, ia hanya mendapat US$500 (Rp 7,4 juta) per bulan. Uang itu bahkan tidak cukup untuk mengadakan acara barbekyu "asado", tradisi yang selalu membawa kehangatan keluarga Argentina di setiap hari Minggu.



"[Kini asado] hanya untuk perayaan ulang tahun. Harga daging menjadi terlalu mahal," keluhan Gonzalez. "Cukup! Kami tidak bisa terus selamanya hidup dalam pengorbanan, harga daging naik setiap harinya."

Perekonomian negara Amerika Selatan itu sedang berada dalam kondisi rapuh. Mata uangnya, peso, telah kehilangan lebih dari 50% nilainya terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sejak awal tahun, inflasi akan melampaui 30% pada akhir 2018, dan suku bunga baru saja naik menjadi 60%.

Dalam upaya keputusasaan untuk menstabilkan perekonomian negara, Presiden Argentina Mauricio Macri menyetujui pinjaman US$50 miliar dengan Dana Moneter Internasional (IMF) pada bulan Juni. Namun, proyeksi ekonomi masih terus memburuk.

"Situasi memburuk setiap harinya, saya tidak tahu bagaimana semua ini akan berakhir," kata Gonzalez yang terlihat khawatir, dilansir dari AFP.

Demo Mahasiswa Argentina Memprotes Pemotongan Anggaran UniversitasFoto: Demo Argentina (REUTERS/Marcos Brindicci)
Demo Mahasiswa Argentina Memprotes Pemotongan Anggaran Universitas
Kemarahan publik diarahkan kepada pemerintahan sayap kanan-tengah dan IMF melalui protes di jalanan setiap hari.

"IMF KELUAR!" isi pesan yang terlihat menghiasi banyak dinding. Beberapa pengunjuk rasa membanting panci masak karena kebutuhan dasar mereka tidak terpenuhi.

"Protes di jalan ini tidak sama dengan krisis ekonomi tahun 2001, namun sekarang ketidakpuasan telah meluas. Saya merasa tidak berdaya, saya takut lapar dan tidak mampu membayar obat setelah saya pensiun setahun dari sekarang," kata Garciela Perez, seorang guru berusia 64 tahun.


Negara Berpihak pada Orang Kaya

"Orang-orang telah menunggu dua tahun dan berharap keadaan menjadi lebih baik, kami kehilangan kesabaran, sepertinya mereka yang mengatur kami tidak menghadapi tantangan ekonomi ini," kata Antonio Buffo (50) pemilik kios surat kabar.

Bulan lalu, ekonomi Argentina bereaksi sangat buruk setelah Macri meminta IMF untuk mempercepat pencairan pinjaman US$35 miliar yang tersisa dan US$3 miliar berikutnya yang belum jatuh tempo hingga November.

Bahkan langkah-langkah penghematan baru diumumkan pada Senin, pemangkasan setengah dari jumlah birokrasi pemerintah, dan mengenakan kembali pajak pada eksportir biji-bijian belum mampu membalikkan keadaan yang suram.



Padahal, Argentina baru saja menjadi tuan rumah pertemuan G20 yang merupakan 20 negara dengan perekonomian terbesar di dunia.

"Pemerintah, mereka pemimpin yang memerintah demi orang kaya," kata Edith Zaida (42), seorang pekerja rumah tangga yang bekerja semalaman merawat seorang wanita tua.

Ia harus menghidupi empat anak berusia antara lima dan 14 tahun dengan upah minimum US$619 per bulan.

Dia tinggal di Tigre, 30 kilometer dari ibu kota dan menghabiskan setidaknya tiga jam per hari di angkutan umum.

Dia merindukan pemerintahan sayap kiri sebelumnya di bawah kepemimpinan Cristina Kirchner.

Warga Argentina di Buenos AiresFoto: Ilustrasi warga Buenos Aires, Argentina (REUTERS/Marcos Brindicci)
Warga Argentina di Buenos Aires
"Cristina Kirchner melakukan lebih banyak untuk merawat orang miskin. Mungkin dia mencuri, tetapi kami memiliki sesuatu untuk dimakan ketika dia menjadi presiden," tambah Zaida, mengacu pada Kirchner yang sedang diselidiki karena diduga menerima suap jutaan dolar.

"Saya sangat khawatir. Kadang-kadang saya menangis. Saya ingin meninggalkan negara ini."

Presiden yang menjabat pada 2007-2015, Cristina Kirchner belum bisa kembali walaupun popularitas Macri telah menurun.


Krisis Terbaru

"Krisis lagi," keluh Imelda Rodriguez (43) yang bekerja di bagian administrasi. "Keadaan semakin sulit setiap hari."

Dia memilih Macri pada 2015 dan membenci Kirchner.

"Saya kecewa tetapi tidak ada alternatif politik yang lebih baik. Dengan semua pengorbanan yang mereka minta, saya berharap setidaknya akan ada beberapa hasil dalam jangka panjang."

Lirio Tevez (69) pensiun tiga tahun lalu, tetapi harus kembali bekerja di sebuah perusahaan jasa pemakaman karena tunjangan pensiunnya terdevaluasi. Ia digaji US$645, nyaris habis hanya untuk membayar sewa US$516.



"Saya harus bekerja untuk bertahan hidup, bertahun-tahun mereka mengatakan kepada kita bahwa hal-hal akan membaik tetapi satu liter susu sekarang harganya 50 peso (US$2,5)," katanya, sambil tersenyum.

"Yang paling kutakutkan ... adalah penjarahan. Baru-baru ini, ada beberapa kasus dan seorang anak meninggal," tambahnya, merujuk pada kasus seorang bocah berusia 13 tahun yang terbunuh ketika mencoba merampok sebuah supermarket di Chaco, salah satu wilayah paling miskin di Argentina.

"IMF mengatur kita," katanya. "Sudah cukup, cukup, cukup!"
(prm) Next Article Argentina Juara Copa America, tapi Mata Uangnya Jadi Terburuk

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular