Nilai neraca perdagangan Indonesia sepanjang Juli 2018 tercatat mengalami defisit sebesar US$2,03 miliar. Defisit ini jauh lebih lebar dibandingkan Juli 2017 yang mencapai US$278,7 juta.
Defisit pada bulan lalu itu disebabkan oleh defisit sektor migas yang membengkak US$1,19 miliar dan sektor nonmigas US$ 84 juta.
Defisit sektor migas disebabkan karena impor yang lebih tinggi mencapai US$2,6 miliar dibandingkan ekspor yang hanya US$1,42 miliar. Kemudian, impor nonmigas tercatat US$15,65 miliar dan ekspor hanya US$14,81 miliar.
Dengan demikian, defisit neraca perdagangan ini menjadi yang tertinggi setelah Juli 2013 ketika RI tekor US$2,3 miliar.
Berikut adalah rincian kondisi neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2018.
Sepanjang bulan Juli 2018 nilai impor Indonesia naik tajam dibandingkan tahun sebelumnya, yakni sebesar US$18,27 miliar. Nilai ini melambung tinggi hingga 31,56% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (YoY).
Nilai impor pada Juli 2018 ini adalah yang tertinggi sejak tahun 2008 lalu. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Juli 2008 terjadi impor sebesar US$12,88 miliar yang terdiri dari impor migas US$3,63 miliar dan impor nonmigas US$9,23 miliar.
Sementara itu, impor migas bulan Juli 2018 mencapai US$2,61 miliar atau naik 22,20% dibanding Juni 2018 dan meningkat 47,09% dibanding Juli 2017. Komoditas impor yang naik adalah impor minyak mentah senilai US$622,2 juta, hasil minyak US$1,7 miliar, dan impor gas US$284,6 juta.
Peningkatan impor nonmigas terbesar Juli 2018 dibanding Juni 2018 adalah golongan mesin dan pesawat mekanik US$1.096,3 juta, sedangkan penurunan terbesar adalah golongan gula dan kembang gula sebesar US$35,8 juta.
Sementara itu, jika dilihat dari sektornya, maka semuanya mengalami kenaikan impor. Sektor konsumsi tercatat mengimpor US$1,72 miliar atau naik 60,75% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Adapun komoditas sektor konsumsi yang naik adalah beras, apel dari China, dan daging dari India serta beberapa jenis obat-obatan.
Impor bahan baku tercatat US$16,67 miliar atau naik hingga 30,07% YoY. Kenaikan bahan baku terjadi pada komoditas kapas dari Amerika Serikat (AS), kedelai juga naik tinggi, dan kemudian beberapa bahan kimia serta bahan kimia organik.
Impor barang modal juga tercatat US$2,88 miliar atau naik 24,81% YoY. Barang modal naik karena impor komoditas seperti mesin, portable receiver, dan beberapa jenis kendaraan seperti eskavator. Nilai ekspor sepanjang Juli 2018 tercatat US$16,24 miliar. Capaian nilai ekspor ini tumbuh 19,33% dibandingkan dengan Juli 2017 yang menembus US$13,61 miliar.
Ekspor nonmigas dari Juni ke Juli meningkat tajam 31,18% dari US$11,29 miliar menjadi US$14,81 miliar. Sedangkan ekspor migas Juni ke Juli turun 15,06% dari US$1,68 miliar menjadi US$1,43 miliar.
Ekspor migas yang turun disebabkan oleh menurunnya ekspor hasil minyak 15,25% menjadi US$103,8 miliar dan ekspor minyak mentah 31,08% menjadi US$382 juta dan ekspor gas yang juga turun 6,21% menjadi US$942,4 juta.
Kemudian dilihat dari sektornya, rata-rata ekspor mengalami kenaikan.
Sektor pertanian mengekspor US$1,43 miliar atau naik 49,86% (MtM) dan minus 6,52% (YoY). Adapun yang mengalami peningkatan adalah tanaman obat, aromatik dan rempah-rempah. Sedangkan penurunan 6,52% untuk sektor ini secara tahunan disebabkan oleh menurunnya ekspor komoditas buah-buahan tahunan, lada hitam dan lada putih.
Ekspor industri pengolahan bulanan maupun tahunan tumbuh tinggi. Secara MtM naik 37,84% dan YoY naik 15,13%. Kenaikan YoY didorong oleh naiknya ekspor besi, baja, kimia, pakaian jadi dan logam mulia.
Lalu, ekspor sektor pertambangan naik 44,64% YoY. Kenaikan ekspor disebabkan oleh naiknya ekspor batu bara dan biji logam serta tingginya ekspor liquid.
Secara kumulatif Januari-Juli 2018, total ekspor mencapai US$104,24 miliar atau naik 11,35% dibandingkan tahun lalu sebesar US$93,61 miliar.