Internasional

Selain Turki, Mata Uang 3 Negara Ini Anjlok Karena Trump

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
13 August 2018 21:18
Sanksi Trump bikin ekonomi Venezuela ambruk
Foto: Miraflores Palace/Handout via REUTERS
Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memproyeksikan inflasi Venezuela akan tembus 1.000.000% tahun ini. Proyeksi itu lebih tinggi 70 kali lipat dibandingkan ramalan inflasi sebelumnya, yakni 14.000%.

Nilai tukar bolivar, mata uang Venezuela, pun rontok. Mengutip CNN, US$1 masih setara dengan 8 bolivar di tahun 2010. Namun, saat ini bolivar sudah terdepresiasi sangat tajam. Data Reuters hari Senin menunjukkan US$1 setara dengan 248.209,92 bolivar (Rp 17.534). Selama setahun, bolivar mengalami pelemahan hingga 2,7 juta persen.

Runtuhnya bolivar menyebabkan kelangkaan makanan, obat-obatan, listrik dan air yang mengakibatkan krisis kemanusiaan. Keadaan yang sudah berlangsung sekitar setahun ini. Krisis ini telah menyebabkan pasien di rumah sakit terlantar karena kosongnya stok obat-obatan.

Krisis diplomatik AS-Venezuela dimulai di tahun 2016. Ketika itu pemerintah Presiden Barack Obama melarang sejumlah pejabat Turki masuk ke Negeri Paman Sam karena dianggap melanggar hak asasi manusia dan menerapkan kebijakan yang tidak demokratis. Venezuela membalas dengan mendeportasi sejumlah diplomat AS.

Ketegangan meningkat ketika Trump mulai menjabat sebagai presiden dan memutuskan menerapkan sanksi ekonomi ke Venezuela untuk pertama kalinya di tahun 2017.

Dia menandatangani sebuah perintah eksekutif yang melarang pembelian utang baru dari pemerintah ataupun perusahaan minyak milik negara. Upaya itu dilakukan untuk menghentikan pendanaan terhadap pemerintahan Maduro, yang Gedung Putih sebut sebagai "diktator", dilansir dari Reuters.

Di bulan Mei lalu, pemerintah Trump kembali menerapkan sanksi baru ke Venezuela dengan melarang perusahaan dan warga AS membeli utang ataupun piutang dari pemerintah Venezuela. Sanksi itu diberlakukan guna "menutup jalan untuk korupsi" yang menurut AS dilakukan oleh jajaran pemerintahan Maduro, seperti dilansir dari New York Times.

Ketika Presiden Maduro kembali terpilih untuk menjabat selama dua periode masa jabatan enam tahun, AS dengan tegas menyatakan tidak akan mengakui hasil pemilihan tersebut. Negeri Paman Sam itu pun mempertimbangkan sanksi-sanksi minyak terhadap Venezuela untuk menargetkan para pejabat pemerintah, bukannya penduduk Venezuela.

Namun, mengutip dari situs berita Oil Price, para analis berpendapat Washington tidak akan lagi mengincar industri perminyakan Venezuela. Alasannya, selain karena minyak Venezuela menyumbang sebagian besar impor kilang minyak di Gulf Coast, pemerintah AS juga tidak ingin dianggap bertanggungjawab atas keruntuhan ekonomi yang terjadi di negara itu. Meski sanksi memang ditujukan untuk "menghukum" pemerintah Venezuela, rakyat tetaplah menjadi korban yang paling menderita dari krisis ekonomi ini.

(roy)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular