Internasional

Lira Anjlok Parah Akibat Terlalu Bergantung Pada Modal Asing

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
13 August 2018 12:21
Menyamakan suku bunga dengan kudeta militer
Foto: REUTERS/Murad Sezer
Penurunan mata uang lira semakin drastis di hari Jumat setelah Presiden AS Donald Trump meresmikan pelipatgandaan bea masuk logam di negara itu, melampaui sanksi AS yang sudah diterapkan untuk merespons penolakan Turki untuk membebaskan pendeta Amerika bernama Andrew Brunson. 

Ia terjaring investigasi setelah pencobaan kudeta terhadap Erdogan yang gagal di tahun 2016. Lira seketika turun 20%, kemudian diperdagangkan sekitar 17% lebih rendah.

Dalam pernyataannya di hari Jumat, Erdogan memohon kepada rakyatnya dan mencemooh barat. Dia mengklaim upaya dari luar tidak akan bisa "menghancurkan negara ini". Dia kabarnya juga mengatakan, "Alur suku bunga tidak berbeda dibanding percobaan kudeta militer". Erdogan, yang kini secara defacto mengendalikan sistem perbankan, menolak menaikkan suku bunga seraya nilai tukar mata uangnya bergejolak.

"Bahkan menaikkan suku bunga mungkin tidak cukup untuk menstabilkan situasi...Sekarang Anda memiliki kekhawatiran tentang sektor perbankan Turki. Dari analisa yang kami lakukan, luapan seharusnya relatif terbatas," kata Jackson. "Ada beberapa risiko nyata di sektor itu. Mereka memiliki ledakan kredit yang besar...Ketika Anda memiliki ledakan pinjaman yang besar, Anda bisa memperoleh kenaikan kredit macet. Anda belum melihatnya sampai sekarang. Dengan anjloknya lira, itu risiko yang besar."

Turki telah tertinggal dari negara-negara berkembang lainnya, seraya bank sentral global utama khususnya The Fed beralih dari kebijakan pelonggaran uang dan menghapuskan sejumlah likuiditas yang membanjiri perekonomian global sejak krisis keuangan.

"Kita sudah melihat neraca keuangan bank sentral global mengetat dan kita sudah melihat negara berkembang, seperti yang Warren Buffet katakana, berenang tanpa sehelai benang pun," kata Mark McCormick selaku Kepala Strategi Mata Uang Amerika Utara di TD Securities. Dia mengatakan masa-masalah akan muncul di negara dengan perekonomian terlemah, misalnya saja Argentina.

Namun, para pakar mengatakan masalah Turki ini unik. Salah satu masalah terbesarnya saat ini adalah Erdogan memperoleh kekuasaan keuangan baru yang luas di pemilu bulan Juni, dan itu menjadi sentiment negatif terhadap perekonomian serta mengurangi kepercayaan investor.

"Inti dari semua ini adalah prioritas mereka. Kebijakan fiskal terlalu longgar dan kebijakan moneter terlalu longgar. Pertumbuhan terlalu kuat pada 7% tahun ini. Ketika Anda tumbuh seperti itu, Anda sudah membangun kerentanan. Impor tumbuh lebih cepat ketimbang ekspor, membuat Turki cukup bergantung pada pinjaman asing. Itu menyebabkan situasi yang rapuh," kata Jackson.

Saham-saham bank Eropa tertekan di hari Jumat, dengan investor terbesar di Turki yang terkena dampaknya. Euro anjlok ke posisi terendah di tahun ini terhadap dolar, seraya para investor mencemaskan masalah keuangan Turki akan menular sehingga mendorong bank sentral Eropa menggunakan langkah darurat. Obligasi negara Turki terjual dengan kenaikan imbal hasil 2 tahun menjadi sekitar 24% dan imbal hasil 10 tahun lebih dari 22%.

Mata uang lain juga terjual di Afrika Selatan dan turun lebih dari 2%. Mata uang rubel di Rusia turun 1,5% dengan posisi terendah terhadap dolar selama lebih dari dua tahun.


(roy/roy)
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular