Peringatan G20 dan Ulah Trump Bikin Harga Minyak Tertekan

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
23 July 2018 10:32
Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman September 2018 terkoreksi 0,26% ke US$72,88/barel.
Foto: ist
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga minyak jenis brent kontrak pengiriman September 2018 terkoreksi 0,26% ke US$72,88/barel, sementara harga light sweet kontrak September 2018 (yang baru saja menggantikan kontrak Agustus 2018 yang kadaluarsa)  melemah 0,23% ke US$68,10 pada perdagangan hari ini Senin (23/07/2018) hingga pukul 09.53 WIB.

Harga sang emas hitam melanjutkan tren pelemahannya, pasca di sepanjang pekan lalu brent dan light sweet masing-masing ditutup sebesar 3% dan 0,77%. Sejatinya, harga minyak memang mendapatkan energi negatif dari persepi pulihnya pasokan minyak global, yakni bertambahnya produksi Organisasi Anggota Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), Rusia, dan Amerika Serikat (AS).

Peringatan G20 dan Ulah Trump Bikin Harga Minyak TertekanFoto: CNBC Indonesia

Harga minyak pada dini hari ini sebenarnya masih bergerak cenderung menguat. Pasalnya, tensi AS-Iran kembali memanas. Seperti diketahui, AS sudah keluar dari perjanjian nuklir dengan Iran dan kemungkinan akan menjatuhkan sanksi bagi Teheran. Iran pun semakin lama semakin keras menghadapi ancaman AS.

"Tuan Trump, tolong jangan bermain-main dengan ekor singa karena hanya akan membawa penyesalan. AS harus tahu bahwa perdamaian dengan Iran adalah biangnya damai, sementara peperangan dengan Iran adalah biangnya perang," tegas Hassan Rouhani, Presiden Iran, dalam acara pembekalan kepada para diplomat, dikutip dari Reuters.

Apabila situasi Timur Tengah sampai memanas, maka pasokan minyak dunia akan terhambat karena kawasan tersebut merupakan penghasil utama si emas hitam. Sebab, Iran mengancam akan memblokade jalur ekspor minyak dari kawasan Teluk bila AS sampai menerapkan sanksi. Persepsi penurunan pasokan ini kemudian menyebabkan kenaikan harga.

Namun, hingga saat ini, harga minyak justru berbalik melemah. Penyebabnya, investor nampaknya menangkap sinyal negatif dari pertemuan G20.

Menteri keuangan dan pejabat bank sentral dari 20 perekonomian besar dunia menutup pertemuan dua hari mereka di Buenos Aires hari Minggu (22/7/2018) dengan peringatan bahwa "ketegangan perdagangan dan politik yang meningkat" mengancam pertumbuhan ekonomi.

Hal itu disampaikan ketika kebijakan proteksionis Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membuat kesal sekutu-sekutu lamanya, seperti Uni Eropa (UE), Kanada, dan Meksiko, serta memicu serangan balasan dari berbagai negara.

Komunike final G20 menekankan "perlunya peningkatan dialog dan tindakan untuk memitigasi risiko dan memperkuat keyakinan" di tengah perang dagang global yang makin panas, dilansir dari AFP hari Senin (23/7/2018).

Namun, pernyataan itu tidak menyebut AS yang saat ini menjadi pusat perseteruan dagang dengan anggota G20, seperti China dan UE. Komunike itu merefleksikan kecemasan yang lebih dalam dibandingkan bulan Maret lalu ketika para anggota sama sekali menghindari membahas isu tersebut.

Dari perkembangan teranyar, Trump menyampaikan sudah siap kapan saja mengenakan tarif terhadap produk-produk China jika diperlukan.

"Saya siap menuju ke 500," kata Trump kepada Joe Kernen dari CNBC dalam sesi wawancara di program "Squawk Box", Jumat (20/07/2018).

Angka 500 mengacu kepada nilai impor produk China ke AS yang tercatat pada 2017, nilai tepatnya sekitar US$505,5 miliar. Dibandingkan dengan nilai ekspor AS ke China yang hanya US$129,9, berdasarkan data Biro Sensus AS.

"Saya tidak melakukan ini untuk politik, saya melakukan ini untuk melakukan hal yang benar untuk negara kita," kata Trump. "Kami telah ditipu oleh China untuk waktu yang lama."

Persepsi masih tingginya tensi geopolitik dan perdaganga lantas memicu kekhawatiran investor akan terganggunya arus perdagangan global, termasuk untuk komoditas minyak mentah yang menjadi sumber energi utama dunia. Hal ini lantas mendorong investor berperilaku defensif, dan menahan pembelian.

Di sisi lain, faktor yang menahan amblasnya harga minyak adalah berkurangnya aktivitas pengeboran di Negeri Paman Sam sebanyak 5 sumur menjadi 858 sumur, dalam sepekan hingga tanggal 20 Juli.

Seperti diketahui, penghitungan jumlah sumur aktif di AS merupakan indikator awal bagi output produksi di masa depan. Adanya penurunan jumlah sumur aktif di pekan lalu lantas mengindikasikan produksi minyak AS yang lebih sedikit ke depannya.

Meski menurun, jumlah sebesar itu sebenarnya masih jauh lebih banyak dari periode yang sama setahun lalu, di mana tercatat hanya terdapat 764 sumur aktif.


TIM RISET CNBC INDONESIA


(RHG/roy) Next Article Eskalasi Suriah Mereda, Harga Minyak Terkoreksi 1%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular