
Analisis Teknikal
Tren Masih Naik, Harga Minyak Bisa Tembus 68/US$ Kuartal Tiga
Yazid Muamar, CNBC Indonesia
17 July 2019 13:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah sempat menguat hingga level US$75,6/barel pada 25 April lalu, harga minyak mentah berjenis brent berangsur-angsur turun seiring kondisi perekonomian dunia yang semakin lesu akibat perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China.
Sebenarnya harga minyak mentah dunia tidak bergerak kemana-mana sejak awal tahun, tren harga brent bergerak menyamping (sideways/non trend) dengan resistance level pada angka US$70/barel serta support berada di angka US$60/barel.
Namun dalam jangka pendek, harga brent sedang bergerak naik (uptrend). Ada potensi harganya akan naik menguji level US$68/barel sepanjang kuartal ketiga.
Di tengah kenaikan tren harga tersebut, harga brent di pasar futures sedang tertekan dengan bergerak di bawah rata-rata nilainya dalam 20 hari terakhir (moving average/MA5/MA20), sehingga potensi berbalik arah cukup terbuka.
Apalagi secara momentum harganya belum memasuki level jenuh belinya (overbought), sehingga ruang kenaikannya sebenarnya masih terbuka menurut indikator teknikal stochastic slow.
Pada perdagangan hari Rabu (17/7/2019) pukul 08:30 WIB, harga minyak Brent untuk kontrak pengiriman September menguat 0,25% diperdagangkan pada level harga US$ 64,51/barel. Sedangkan light sweet (West Texas Intermediate/WTI) naik 0,12% ke level US$ 57,69/barel.
Kemarin harga minyak mentah dunia mengalami penurunan seiring hubungan AS-Iran yang membaik. Presiden AS, Donald Trump, mengatakan ada banyak perkembangan positif yang telah dibuat dengan Iran, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (16/7/2019). Trump juga mengaku tidak mendesak Negeri Persia untuk perubahan rezim di negaranya.
Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo mengatakan bahwa Iran telah bersiap untuk melakukan negosiasi terkait program misilnya. Ketegangan AS-Iran sudah terjadi sejak Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran pada 2015 silam. Kala itu AS tidak setuju terhadap program nuklir Iran yang masih terus berjalan.
Indonesia sendiri adalah negara importir minyak sejak beberapa tahun lalu, kenaikan harga minyak khususnya jenis brent akan berdampak kurang baik bagi rupiah, sebab biaya importasi minyak menggunakan dolar AS.
Akibatnya, neraca dagang dan transaksi berjalan (current account) berpotensi menanggung defisit. Apabila defisit transaksi berjalan semakin melebar, maka rupiah akan mengalami pelemahan.
Sebagai informasi, minyak mentah jenis Brent merupakan jenis minyak mentah yang dijadikan patokan Pemerintah Indonesia sejak tahun 2016. Ketetapan formula tersebut tercantum dalam Surat Keputusan (SK) Menteri ESDM Nomor 6171/12/MEM/2016.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(yam/yam) Next Article Tertekan, Harga Minyak Bisa Sentuh US$ 60/Barel Pekan Ini
Sebenarnya harga minyak mentah dunia tidak bergerak kemana-mana sejak awal tahun, tren harga brent bergerak menyamping (sideways/non trend) dengan resistance level pada angka US$70/barel serta support berada di angka US$60/barel.
Namun dalam jangka pendek, harga brent sedang bergerak naik (uptrend). Ada potensi harganya akan naik menguji level US$68/barel sepanjang kuartal ketiga.
Apalagi secara momentum harganya belum memasuki level jenuh belinya (overbought), sehingga ruang kenaikannya sebenarnya masih terbuka menurut indikator teknikal stochastic slow.
![]() |
Kemarin harga minyak mentah dunia mengalami penurunan seiring hubungan AS-Iran yang membaik. Presiden AS, Donald Trump, mengatakan ada banyak perkembangan positif yang telah dibuat dengan Iran, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (16/7/2019). Trump juga mengaku tidak mendesak Negeri Persia untuk perubahan rezim di negaranya.
Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo mengatakan bahwa Iran telah bersiap untuk melakukan negosiasi terkait program misilnya. Ketegangan AS-Iran sudah terjadi sejak Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran pada 2015 silam. Kala itu AS tidak setuju terhadap program nuklir Iran yang masih terus berjalan.
Indonesia sendiri adalah negara importir minyak sejak beberapa tahun lalu, kenaikan harga minyak khususnya jenis brent akan berdampak kurang baik bagi rupiah, sebab biaya importasi minyak menggunakan dolar AS.
Akibatnya, neraca dagang dan transaksi berjalan (current account) berpotensi menanggung defisit. Apabila defisit transaksi berjalan semakin melebar, maka rupiah akan mengalami pelemahan.
Sebagai informasi, minyak mentah jenis Brent merupakan jenis minyak mentah yang dijadikan patokan Pemerintah Indonesia sejak tahun 2016. Ketetapan formula tersebut tercantum dalam Surat Keputusan (SK) Menteri ESDM Nomor 6171/12/MEM/2016.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(yam/yam) Next Article Tertekan, Harga Minyak Bisa Sentuh US$ 60/Barel Pekan Ini
Most Popular