
Ada Kabar Baik Soal Krisis Energi Eropa, Harga Minyak Drop?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah naik tipis pada awal perdagangan Senin (9/1/2023) setelah anjlok tajam pada pekan lalu. Isu resesi masih membayangi pergerakan minyak mentah, selain itu penurunan harga gas alam juga cukup memberikan tekanan.
Melansir data Refinitiv, pada pukul 7:55 WIB, minyak mentah jenis Brent naik 0,52% ke US$ 78,98/barel sementara jenis West Texas Intermediate (WTI) menguat 0,56% ke US$ 74,18/barel. Sepanjang pekan lalu keduannya merosot masing-masing anjlok 7,3% dan 6,5%.
Minyak mentah bisa menjadi indikator kesehatan ekonomi global. Saat perekonomian melambat bahkan ada ancaman resesi, maka harga minyak mentah akan turun. Sebab, saat resesi terjadi, permintaannya tentunya semakin rendah.
"Kami memperkirakan sepertiga dari ekonomi dunia akan berada dalam resesi," kata Kristalina Georgieva, Direktur Pelaksana IMF kepada CBS, dikutip Reuters, Senin (2/1/2023).
Mesin utama pertumbuhan yaitu Amerika Serikat (AS), Eropa, dan China, semuanya mengalami aktivitas yang melemah.
"Tahun 2023 akan lebih sulit dari tahun lalu karena ekonomi AS, Uni Eropa dan China akan melambat", pungkasnya.
Ekonom Bank of America memprediksi Negeri Paman Sam akan mengalami resesi di juga di kuartal I-2023, saat PDB-nya mengalami kontraksi 0,4%
"Kabar buruknya di 2023, proses pengetatan moneter akan menunjukkan dampaknya ke ekonomi," kata ekonom Bank of America, Savita Subramanian, sebagaimana dilansir Business Insider, akhir November lalu.
Sementara itu survei yang dilakukan Reuters pada bulan November terhadap para ekonom menunjukkan kemungkinan resesi terjadi di zona euro sebesar 78%, naik dari survei Oktober lalu sebesar 70%.
Sementara itu harga gas alam EU Dutch TTF (EUR) anjlok 4% sehari pada penutupan perdagangan pekan lalu.
Gas merupakan sumber energi alternatif bagi gas sehingga harganya saling berpengaruh.
Rata-rata pasokan gas di Eropa kini ada di angka 83% dari kapasitas. Kondisi ini membuat Eropa yakin jika krisis energi yang mereka takutkan tidak terjadi.
Lebih hangatnya suhu di Eropa juga membuat penggunaan listrik berkurang. Jerman melaporkan produksi listrik dari batu bara mereka turun 49% ke 440,3 Giga What (GWh) pada pelan lalu karena permintaannya berkurang.
"Kami sangat optimis jika kami tidak perlu mengkhawatirkan apa yang pernah terjadi pada musim gugur lalu. Semakin banyak pasokan gas di awal tahun maka semakin berkurang stress kami dan menekan biaya untuk pengisian gas untuk musim dingin mendatang," tutur Badan Jaringan Jerman Klaus Mueller, dikutip dari Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Resesi Bakal Panjang, Harga Minyak Mentah 3 Hari Terbenam!
