Industri Semen Sedang Suram, Begini Harga Saham Emitennya
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
19 July 2018 13:13

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri semen Indonesia sudah dalam beberapa tahun terakhir memasuki masa-masa suram lantaran dihantui masalah oversupply dan dugaan adanya predatory pricing. Suramnya industri semen di tanah air terefleksikan pada harga saham emiten-emiten produsen semen yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Terhitung sejak awal 2015 hingga berita ini diturunkan, harga saham PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) yang merupakan emiten produsen semen terbesar di Indonesia anjlok hingga 45,7%, dari Rp 25.000/saham menjadi hanya Rp 13.575/saham.
Pada tahun 2015, laba bersih perusahaan tercatat sebesar Rp 4,36 triliun, anjlok hingga 17,3% jika dibandingkan capaian tahun 2014 yang sebesar Rp 5,27 triliun. Pada 2 tahun berikutnya (2016 dan 2017), laba bersih kembali turun menjadi masing-masing sebesar Rp 3,87 triliun dan Rp 1,86 triliun.
Penurunan penjualan merupakan faktor utama yang menekan laba bersih. Pada tahun 2015, penjualan perusahaan tercatat sebesar Rp 17,8 triliun, turun 11% jika dibandingkan capaian tahun 2014 yang sebesar Rp 20 triliun. Pada 2 tahun berikutnya (2016 dan 2017), penjualan kembali turun menjadi masing-masing sebesar Rp 15,36 triliun dan Rp 14,43 triliun.
Sementara itu, laba bersih dari PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), PT Semen Baturaja Tbk (SMBR), dan PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) juga tertekan dalam beberapa tahun kebelakang.
Pada tahun 2017, laba bersih SMGR anjlok hingga 55,5% menjadi Rp 2,01 triliun, dari yang sebelumnya Rp 4,52 triliun. Sejak awal 2015 hingga saat ini, harga saham SMGR melemah 56,6% (dari Rp 16.200/saham menjadi Rp 7.025/saham).
Laba bersih SMBR terpangkas hingga 43,4% pada tahun 2017 menjadi Rp 146,64 miliar, dari yang sebelumnya Rp 259,09 miliar. Sejak awal 2015 hingga saat ini, harga saham SMBR sebenarnya meroket 776,6% (dari Rp 381/saham menjadi Rp 3.340/saham). Namun, saham SMBR termasuk saham yang tidak likuid, sehingga pergerakan harganya memang tak secara efektif mencerminkan kinerja keuangan perusahaan.
Kondisi paling parah dialami oleh SMCB, seiring dengan bottom line perusahaan yang mencatatkan kerugian. Pada tahun 2017, kerugian perusahaan tercatat sebesar Rp 758,05 miliar, membengkak dari kerugian tahun 2016 yang sebesar Rp 284,58 miliar. Sejak awal 2015 hingga saat ini, harga saham SMCB terjun bebas hingga 60,6% (dari Rp 2.185/saham menjadi Rp 860/saham).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy) Next Article Kelebihan Produksi, Harga Saham Semen Berguguran
Terhitung sejak awal 2015 hingga berita ini diturunkan, harga saham PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) yang merupakan emiten produsen semen terbesar di Indonesia anjlok hingga 45,7%, dari Rp 25.000/saham menjadi hanya Rp 13.575/saham.
Sementara itu, laba bersih dari PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), PT Semen Baturaja Tbk (SMBR), dan PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) juga tertekan dalam beberapa tahun kebelakang.
Pada tahun 2017, laba bersih SMGR anjlok hingga 55,5% menjadi Rp 2,01 triliun, dari yang sebelumnya Rp 4,52 triliun. Sejak awal 2015 hingga saat ini, harga saham SMGR melemah 56,6% (dari Rp 16.200/saham menjadi Rp 7.025/saham).
Laba bersih SMBR terpangkas hingga 43,4% pada tahun 2017 menjadi Rp 146,64 miliar, dari yang sebelumnya Rp 259,09 miliar. Sejak awal 2015 hingga saat ini, harga saham SMBR sebenarnya meroket 776,6% (dari Rp 381/saham menjadi Rp 3.340/saham). Namun, saham SMBR termasuk saham yang tidak likuid, sehingga pergerakan harganya memang tak secara efektif mencerminkan kinerja keuangan perusahaan.
Kondisi paling parah dialami oleh SMCB, seiring dengan bottom line perusahaan yang mencatatkan kerugian. Pada tahun 2017, kerugian perusahaan tercatat sebesar Rp 758,05 miliar, membengkak dari kerugian tahun 2016 yang sebesar Rp 284,58 miliar. Sejak awal 2015 hingga saat ini, harga saham SMCB terjun bebas hingga 60,6% (dari Rp 2.185/saham menjadi Rp 860/saham).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy) Next Article Kelebihan Produksi, Harga Saham Semen Berguguran
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular