
Profitabilitas Paling Buruk, Saham SMCB Malah Auto Reject
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 August 2018 11:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) langsung melesat hingga menyentuh batasan auto reject pada perdagangan hari ini. Belum juga sesi 1 berakhir, saham SMCB sudah melesat hingga 24,48% ke level Rp 980/saham, dari yang sebelumnya Rp 785/saham pada penutupan hari Kamis lalu (16/8/2018).
Kenaikan harga saham perusahaan dimotori oleh kabar bahwa beberapa pihak di kawasan Asia tertarik untuk membeli saham perusahaan, termasuk Taiheyo Cement Corporation yang merupakan produsen semen asal Jepang. Selain itu, perusahaan konglomerasi asal Malaysia yakni YTL Corporation Berhad juga dikabarkan memiliki ketertarikan.
Beberapa waktu yang lalu, sempat beredar kabar bahwa LafargeHolcim yang memiliki hingga 80,64% saham SMCB melalui anak usahanya Holderfin B.V. akan menjual saham yang dimilikinya. Anhui Conch Cement Company Limited yang merupakan produsen semen terbesar di China kala itu disebut-sebut sebesar salah satu pihak yang siap menampung saham milik LafargeHolcim.
Secara profitabilitas, SMCB bisa dibilang merupakan yang terburuk dibandingkan dengan 3 perusahaan produsen semen lainnya yang juga melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) yakni PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), PT Semen Baturaja Tbk (SMBR), dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP).
Sepanjang tahun 2018, hanya SMCB yang mencatatkan kerugian. Mengutip Reuters, sepanjang kuartal-I 2018 perusahaan membukukan rugi bersih sebesar Rp 332,4 miliar. Pada periode yang sama, SMBR mencatatkan laba bersih sebesar Rp 12,7 miliar. Sementara itu, sepanajng semester-I 2018 SMGR dan INTP membukukan laba bersih masing-masing sebesar Rp 971,3 miliar dan Rp 355,1 miliar.
Sepanjang tahun 2017, situasinya juga tak berbeda. SMCB mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 758,1 miliar, sementara SMGR, SMBR, dan INTP membukukan laba bersih masing-masing sebesar Rp 2,01 triliun, Rp 146,6 miliar, dan Rp 1,86 triliun. Kerugian SMCB bahkan membengkak dari kerugian tahun 2016 yang hanya sebesar Rp 284,6 miliar.
Akibat dari kerugian yang dibukukan, SMCB menjadi satu-satunya emiten produsen semen di tanah air yang memiliki price-earnings ratio (PER) negatif. Mengutip RTI, saat ini PER dari SMCB adalah -5,66 kali. Sementara itu, PER dari SMGR, SMBR, dan INTP masing-masing adalah 25,84 kali, 554 kali, dan 77,33 kali.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy) Next Article Kelebihan Produksi, Harga Saham Semen Berguguran
Kenaikan harga saham perusahaan dimotori oleh kabar bahwa beberapa pihak di kawasan Asia tertarik untuk membeli saham perusahaan, termasuk Taiheyo Cement Corporation yang merupakan produsen semen asal Jepang. Selain itu, perusahaan konglomerasi asal Malaysia yakni YTL Corporation Berhad juga dikabarkan memiliki ketertarikan.
Sepanjang tahun 2018, hanya SMCB yang mencatatkan kerugian. Mengutip Reuters, sepanjang kuartal-I 2018 perusahaan membukukan rugi bersih sebesar Rp 332,4 miliar. Pada periode yang sama, SMBR mencatatkan laba bersih sebesar Rp 12,7 miliar. Sementara itu, sepanajng semester-I 2018 SMGR dan INTP membukukan laba bersih masing-masing sebesar Rp 971,3 miliar dan Rp 355,1 miliar.
Sepanjang tahun 2017, situasinya juga tak berbeda. SMCB mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 758,1 miliar, sementara SMGR, SMBR, dan INTP membukukan laba bersih masing-masing sebesar Rp 2,01 triliun, Rp 146,6 miliar, dan Rp 1,86 triliun. Kerugian SMCB bahkan membengkak dari kerugian tahun 2016 yang hanya sebesar Rp 284,6 miliar.
Akibat dari kerugian yang dibukukan, SMCB menjadi satu-satunya emiten produsen semen di tanah air yang memiliki price-earnings ratio (PER) negatif. Mengutip RTI, saat ini PER dari SMCB adalah -5,66 kali. Sementara itu, PER dari SMGR, SMBR, dan INTP masing-masing adalah 25,84 kali, 554 kali, dan 77,33 kali.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy) Next Article Kelebihan Produksi, Harga Saham Semen Berguguran
Most Popular