
Ini Awal Mula IBFN Terbelit Utang Triliunan Rupiah
Gita Rossiana, CNBC Indonesia
19 July 2018 07:44

Jakarta, CNBC Indonesia - PT. Intan Baruprana Finance Tbk (IBFN) awalnya didirikan untuk memberikan pembiayaan alat berat kepada pelaku usaha di sektor pertambangan, infrastruktur, transportasi, dan sektor lainnya. Dengan berfokus pada segmen tersebut, anak usaha PT. Intraco Penta Tbk (INTA) ini sempat merasakan masa-masa kejayaan ketika harga komoditas melambung tinggi.
Laba IBFN pun sempat tercatat meningkat 94,4% pada 2014 ke angka Rp 60,75 miliar dibandingkan perolehan pada 2013. Namun demikian, pencapaian tersebut tidak bertahan lama, harga komoditas langsung melorot pada tahun 2015 dan berlanjut pada tahun 2016.
Penurunan harga komoditas ini juga mempengaruhi kinerja IBFN dengan perolehan laba pada kuartal I-2016 yang menurun 98,5% ke angka Rp 902,26 juta dari Rp 60,72 miliar di periode yang sama tahun 2015.
Bukan hanya dari sisi penurunan harga komoditas, IBFN juga dihadapkan masalah pada fluktuasi nilai tukar rupiah. Hal ini menjadi sumber masalah bagi pendanaan IBFN yang sebagian besar berasal dari dolar Amerika Serikat (AS).
Alhasil, IBFN dihadapkan pada utang yang menggunung dengan nilai kurang lebih Rp 1,01 triliun dari 10 bank.
Direktur IBFN Noel Krisnandar Yahja menjelaskan setelah adanya PKPUT, pada Maret 2018 perseroan mengajukan proposal perdamaian yang kemudian diterima oleh para kreditur. Dengan disetujuinya proposal tersebut, berakhir pula status PKPU perseroan.
"Jadi, sudah ada voting dan rangkaian aksi korporasi sebagai bagian dari proposal perdamaian," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (18/7/2018).
Sejak adanya keputusan PKPU tersebut, sampai saat ini IBFN masih mencicil pinjaman kepada para kreditur.
Selain Eximbank, dia mengaku sudah membayar cicilan kepada banyak kreditur lainnya.
Direktur PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Putrama Wahju Setiawan menjelaskan perseroan memang memberikan pembiayaan kepada IBFN. Sampai sejauh ini, IBFN mencicil utang yang berjumlah di atas Rp 145 miliar tersebut sesuai jadwal yang ditetapkan.
Sementara itu, hingga kuartal I-2018, perseroan mencatat liabilitas sebesar Rp 1,97 triliun pada kuartal I-2018.
(prm) Next Article IBFN Multifinance Milik Halex Halim yang Terlilit Utang
Laba IBFN pun sempat tercatat meningkat 94,4% pada 2014 ke angka Rp 60,75 miliar dibandingkan perolehan pada 2013. Namun demikian, pencapaian tersebut tidak bertahan lama, harga komoditas langsung melorot pada tahun 2015 dan berlanjut pada tahun 2016.
Penurunan harga komoditas ini juga mempengaruhi kinerja IBFN dengan perolehan laba pada kuartal I-2016 yang menurun 98,5% ke angka Rp 902,26 juta dari Rp 60,72 miliar di periode yang sama tahun 2015.
Alhasil, IBFN dihadapkan pada utang yang menggunung dengan nilai kurang lebih Rp 1,01 triliun dari 10 bank.
Perusahaan tidak sanggup membayar utang tersebut dan mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPUS) pada 13 Oktober 2017. Namun pada 27 November 2017, status PKPUS tersebut berganti menjadi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap (PKPUT).
Direktur IBFN Noel Krisnandar Yahja menjelaskan setelah adanya PKPUT, pada Maret 2018 perseroan mengajukan proposal perdamaian yang kemudian diterima oleh para kreditur. Dengan disetujuinya proposal tersebut, berakhir pula status PKPU perseroan.
"Jadi, sudah ada voting dan rangkaian aksi korporasi sebagai bagian dari proposal perdamaian," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (18/7/2018).
Sejak adanya keputusan PKPU tersebut, sampai saat ini IBFN masih mencicil pinjaman kepada para kreditur.
"Terakhir pembayaran cicilan kepada Indonesia Eximbank," kata Noel.
Selain Eximbank, dia mengaku sudah membayar cicilan kepada banyak kreditur lainnya.
"Hampir sebagian kreditur, datanya ada di proposal perdamaian," ungkapnya.
Direktur PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Putrama Wahju Setiawan menjelaskan perseroan memang memberikan pembiayaan kepada IBFN. Sampai sejauh ini, IBFN mencicil utang yang berjumlah di atas Rp 145 miliar tersebut sesuai jadwal yang ditetapkan.
Sementara itu, hingga kuartal I-2018, perseroan mencatat liabilitas sebesar Rp 1,97 triliun pada kuartal I-2018.
Dari jumlah tersebut, utang ke perbankan mencapai Rp 892,15 miliar, yakni sebanyak Rp 429,06 miliar kepada bank konvensional dan Rp 463,09 miliar kepada bank syariah. Selain itu, terdapat pula utang kepada lembaga keuangan Rp 53,92 miliar, beban medium term notes sebesar Rp 334,17 miliar, dan beban lainnya.
(prm) Next Article IBFN Multifinance Milik Halex Halim yang Terlilit Utang
Most Popular