
Sri Mulyani, Donald Trump, dan Kekuatan China
Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
03 July 2018 09:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan pemerintah terus melakukan pemantauan atas kondisi perekonomian global yang masih terus bergejolak dan tak menentu.
Kepemimpinan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, menurutnya jadi pemicu utama kondisi tersebut. Pasalnya, gaya kepemimpinan Trump yang mengedepankan proteksionisme atas kebijakan perekonomian di AS berimplikasi pada banyak negara, termasuk Indonesia.
Sri Mulyani menyebut gejolak ekonomi global masih bisa berlangsung hingga sembilan bulan ke depan. Salah satu yang paling menentukan adalah keputusan kenaikan suku bunga acuan Fed Fund Rate.
Penyesuaian atas kebijakan-kebijakan AS masih akan berjalan terus, tak hanya oleh Indonesia namun seluruh negara yang terdampak. Misal pada sektor perdagangan.
"Artinya Indonesia perlu mewaspadai bahwa terjadi suatu dinamika yang sangat tinggi antara negara-negara barat dan Republik Rakyat Tiongkok, dan itu dampaknya menimbulkan spillover," kata Sri Mulyani di Gedung DPR, Senin (2/7/2018).
Dia menegaskan akan terus bekerja sama dengan OJK, Bank Indonesia, dan LPS untuk melihat menyeluruh neraca saldo (balance sheet) pada berbagai tataran. Hal itu dilakukan untuk meliha bagaimana pergeseran perekonomian global berdampak atas perekonomian nasional.
Dia pun mengibaratkan kondisi perekonomian global saat ini seperti bumi yang tengah mengalami pergeseran di lapisan paling dalam dan menciptakan gempa. Maka dari itu, Indonesia membutuhkan bangunan yang kuat dalam menghadapi itu semua.
"Seperti menghadapi gempa bumi, kalau bangunan pondasi cukup fleksibel, barangkali meja bergeser, furniture jatuh, namun pondasi tetap baik. Ini kami coba lakukan, menciptakan satu fleksiblitas," ujar Sri Mulyani.
Dia akan fokus pada perekonomian nasional jangka panjang. Sebab, gaya kepemimpinan Trump dia akui benar-benar bersifat spontan dan pasar secara cepat merespon hal tersebut.
Salah satu hal yang dia contohkan adalah pada bagaimana Trump dalam sebuah cuitan di Twitter mengatakan Raja Salman setuju untuk meningkatkan jumlah produksi minyak hingga 2 juta per barel. Obrolan itu dikatakan Trump berlangsung melalui sambungan telepon dan disetujui oleh Raja Salman.
Cuitan itu, kata Sri Mulyani menjadi contoh bagaimana pasar begitu cepat memberi respon. "Hal itu di-adjust oleh market. Trump bisa menyampaikan kebijakan melalui Twitter yang bisa pengaruh ke perekonomian dunia," tutur dia.
Lalu, gesekan antara Trump dan World Trade Organisation (WTO) di mana baru saja orang nomor satu di AS itu mengumumkan akan melakukan review atas prinsip di WTO menjadi gambaran rezim tat keuangan global memang tengah dalam tantangan besar.
"Yang menjadi penyangga sistem multilateral WTO itu sekarang sedang digoncang. Ini sedang terjadi pergeseran yang sifatnya fundamental," tambah dia.
Sri Mulyani mengaku telah melaporkan gal itu kepada Presiden Joko Widodo, di mana situasi ini dia ramalkan bisa terjadi sampai tahun depan. Tepatnya hingga seluruh siklus kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed sudah direspon oleh market secara lebih normal.
Dia pun melihat, dalam waktu 12-18 bulan ekonomi AS sendiri akan mengalami tekanan dari negara-negara lain seperti Uni Eropa, Kanada, dan China atas penetapna kenaikan tarif.
Atas semua itu, Sri Mulyani menyatakan akan fokus pula pada menciptakan menjga confidence dan stabilitas atas perekonomian nasional. Untuk itu, dia mencontohkan pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan seperti insentif fiskal berupa tax allowance dan tax holiday yang diharap mampu meningkatan investasi.
Kemudahan investasi yang masuk ke Indonesia, dia sebut sebagai cara utama meningkatkan jumlah ekspor yang mengalami defisit selama hampir seluruh bulan di tahun ini. Di sisi lain, pengendalian atas impor juga akan dilakukan dengan tujuan meminimalisir defisit perdagangan tersebut namun diakui dapat berdampak pada tertekannya pertumbuhan ekonomi.
"Jadi memang kami menghadapi situasi seberapa growth harus ditolerir untuk turun, tapi tetap bisa menjaga stabilitas dan sustainabilitas," jelas Sri Mulyani.
(dru) Next Article Sri Mulyani Komunikasi dengan BI Terkait Relaksasi Aturan LTV
Kepemimpinan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, menurutnya jadi pemicu utama kondisi tersebut. Pasalnya, gaya kepemimpinan Trump yang mengedepankan proteksionisme atas kebijakan perekonomian di AS berimplikasi pada banyak negara, termasuk Indonesia.
Sri Mulyani menyebut gejolak ekonomi global masih bisa berlangsung hingga sembilan bulan ke depan. Salah satu yang paling menentukan adalah keputusan kenaikan suku bunga acuan Fed Fund Rate.
"Artinya Indonesia perlu mewaspadai bahwa terjadi suatu dinamika yang sangat tinggi antara negara-negara barat dan Republik Rakyat Tiongkok, dan itu dampaknya menimbulkan spillover," kata Sri Mulyani di Gedung DPR, Senin (2/7/2018).
Dia menegaskan akan terus bekerja sama dengan OJK, Bank Indonesia, dan LPS untuk melihat menyeluruh neraca saldo (balance sheet) pada berbagai tataran. Hal itu dilakukan untuk meliha bagaimana pergeseran perekonomian global berdampak atas perekonomian nasional.
Dia pun mengibaratkan kondisi perekonomian global saat ini seperti bumi yang tengah mengalami pergeseran di lapisan paling dalam dan menciptakan gempa. Maka dari itu, Indonesia membutuhkan bangunan yang kuat dalam menghadapi itu semua.
"Seperti menghadapi gempa bumi, kalau bangunan pondasi cukup fleksibel, barangkali meja bergeser, furniture jatuh, namun pondasi tetap baik. Ini kami coba lakukan, menciptakan satu fleksiblitas," ujar Sri Mulyani.
Dia akan fokus pada perekonomian nasional jangka panjang. Sebab, gaya kepemimpinan Trump dia akui benar-benar bersifat spontan dan pasar secara cepat merespon hal tersebut.
Salah satu hal yang dia contohkan adalah pada bagaimana Trump dalam sebuah cuitan di Twitter mengatakan Raja Salman setuju untuk meningkatkan jumlah produksi minyak hingga 2 juta per barel. Obrolan itu dikatakan Trump berlangsung melalui sambungan telepon dan disetujui oleh Raja Salman.
Cuitan itu, kata Sri Mulyani menjadi contoh bagaimana pasar begitu cepat memberi respon. "Hal itu di-adjust oleh market. Trump bisa menyampaikan kebijakan melalui Twitter yang bisa pengaruh ke perekonomian dunia," tutur dia.
Lalu, gesekan antara Trump dan World Trade Organisation (WTO) di mana baru saja orang nomor satu di AS itu mengumumkan akan melakukan review atas prinsip di WTO menjadi gambaran rezim tat keuangan global memang tengah dalam tantangan besar.
"Yang menjadi penyangga sistem multilateral WTO itu sekarang sedang digoncang. Ini sedang terjadi pergeseran yang sifatnya fundamental," tambah dia.
Dia pun melihat, dalam waktu 12-18 bulan ekonomi AS sendiri akan mengalami tekanan dari negara-negara lain seperti Uni Eropa, Kanada, dan China atas penetapna kenaikan tarif.
Atas semua itu, Sri Mulyani menyatakan akan fokus pula pada menciptakan menjga confidence dan stabilitas atas perekonomian nasional. Untuk itu, dia mencontohkan pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan seperti insentif fiskal berupa tax allowance dan tax holiday yang diharap mampu meningkatan investasi.
Kemudahan investasi yang masuk ke Indonesia, dia sebut sebagai cara utama meningkatkan jumlah ekspor yang mengalami defisit selama hampir seluruh bulan di tahun ini. Di sisi lain, pengendalian atas impor juga akan dilakukan dengan tujuan meminimalisir defisit perdagangan tersebut namun diakui dapat berdampak pada tertekannya pertumbuhan ekonomi.
"Jadi memang kami menghadapi situasi seberapa growth harus ditolerir untuk turun, tapi tetap bisa menjaga stabilitas dan sustainabilitas," jelas Sri Mulyani.
(dru) Next Article Sri Mulyani Komunikasi dengan BI Terkait Relaksasi Aturan LTV
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular