
Simak 7 Sentimen Penggerak Pasar Pekan Depan
Houtmand P Saragih & Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 June 2018 18:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia masih libur pada esok hari. Perdagangan baru mulai dibuka pada 20 Juni.
Pada perdagangan Rabu mendatang, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Namun yang jelas, pasar Indonesia sudah agak jauh ketinggalan kereta karena sepekan ini libur penuh.
Untuk pekan depan, setidaknya ada tujuh isu yang patut dicermati oleh pelaku pasar. Pertama adalah dari dalam negeri, yaitu harga kebutuhan pokok yang relatif stabil pada periode Ramadan-Idul Fitri.
Misalnya harga beras kualitas medium yang pada 14 Juni 2018 malah turun 4,64% dibandingkan posisi sebulan sebelumnya. Memang ada beberapa komoditas yang harganya naik, misalnya daging ayam ras. Pada 14 Juni, harga rata-rata nasional komoditas ini adalah Rp 42.550/kg. Naik hampir 15% dibandingkan sebulan sebelumnya.
Kenaikan harga ayam sedikit banyak dipengaruhi pelemahan kurs rupiah. Sejak awal tahun, rupiah melemah 2,6% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Ini mempengaruhi industri peternakan, karena harga pakan naik.
Pasokan pakan ternak domestik banyak yang didatangkan dari impor, atau walau dibuat di dalam negeri bahan bakunya pasti diimpor. Depresiasi rupiah membuat biaya importasi untuk pakan naik, dan itu diteruskan ke konsumen.
Namun secara umum, harga kebutuhan pokok selama Ramadan-Idul Fitri bisa dikatakan stabil. Ini tentu akan sangat mempengaruhi inflasi Juni 2018. Kemungkinan besar inflasi bulan ini masih akan terkendali.
Laju inflasi yang tidak kencang bisa diartikan positif maupun negatif. Positifnya adalah kenaikan harga barang dan jasa terkendali sehingga tidak menggerogoti daya beli masyarakat. Pemerintah maupun Bank Indonesia (BI) juga bisa mengklaim ini sebagai sebuah prestasi.
Namun ada sisi negatifnya yaitu ada kemungkinan harga yang cenderung tidak naik disebabkan oleh daya beli masyarakat menurun. Lesunya antusiasme konsumen membuat dunia usaha enggan menaikkan harga. Hasilnya adalah inflasi rendah.
Sentimen kedua, masih dari dalam negeri, adalah pencabutan larangan terbang maskapai Indonesia ke Uni Eropa. Pada 15 Juni, yang bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri, kabar gembira itu datang.
Pencabutan larangan terbang ini akan menguntungkan bagi emiten-emiten penerbangan yaitu GIAA dan RMPP. Momentum bagi penguatan saham mereka sangat terbuka, dan pelaku pasar bisa turut memanfaatkannya.
Sentimen ketiga, juga dari dalam negeri, adalah pergerakan nilai tukar rupiah. Setelah absen lebih dari seminggu, rupiah akan mulai diperdagangkan kembali Rabu depan dan akan menarik melihat arah pergerakannya.
Tim Riset CNBC Indonesia mencoba untuk memperkirakan arah pergerakan rupiah menggunakan analisis teknikal. Saat pasar dibuka kembali setelah cuti bersama Idul Fitri, kemungkinan rupiah akan melemah. Pasalnya, saat itu indikator stochastic sudah menunjukkan overbought atau jenuh beli rupiah. Kemudian indikator MACD menunjukkan buy dolar Amerika Serikat (AS) atau sell rupiah.
Saat itu, level resistance rupiah berada Rp 14.200/US$. Namun, sepertinya Bank Indonesia (BI) akan menjaga agar rupiah maksimal di kisaran Rp 14.100/US$.
Pada perdagangan Rabu mendatang, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Namun yang jelas, pasar Indonesia sudah agak jauh ketinggalan kereta karena sepekan ini libur penuh.
Untuk pekan depan, setidaknya ada tujuh isu yang patut dicermati oleh pelaku pasar. Pertama adalah dari dalam negeri, yaitu harga kebutuhan pokok yang relatif stabil pada periode Ramadan-Idul Fitri.
Kenaikan harga ayam sedikit banyak dipengaruhi pelemahan kurs rupiah. Sejak awal tahun, rupiah melemah 2,6% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Ini mempengaruhi industri peternakan, karena harga pakan naik.
Pasokan pakan ternak domestik banyak yang didatangkan dari impor, atau walau dibuat di dalam negeri bahan bakunya pasti diimpor. Depresiasi rupiah membuat biaya importasi untuk pakan naik, dan itu diteruskan ke konsumen.
Namun secara umum, harga kebutuhan pokok selama Ramadan-Idul Fitri bisa dikatakan stabil. Ini tentu akan sangat mempengaruhi inflasi Juni 2018. Kemungkinan besar inflasi bulan ini masih akan terkendali.
Laju inflasi yang tidak kencang bisa diartikan positif maupun negatif. Positifnya adalah kenaikan harga barang dan jasa terkendali sehingga tidak menggerogoti daya beli masyarakat. Pemerintah maupun Bank Indonesia (BI) juga bisa mengklaim ini sebagai sebuah prestasi.
Namun ada sisi negatifnya yaitu ada kemungkinan harga yang cenderung tidak naik disebabkan oleh daya beli masyarakat menurun. Lesunya antusiasme konsumen membuat dunia usaha enggan menaikkan harga. Hasilnya adalah inflasi rendah.
Sentimen kedua, masih dari dalam negeri, adalah pencabutan larangan terbang maskapai Indonesia ke Uni Eropa. Pada 15 Juni, yang bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri, kabar gembira itu datang.
Pencabutan larangan terbang ini akan menguntungkan bagi emiten-emiten penerbangan yaitu GIAA dan RMPP. Momentum bagi penguatan saham mereka sangat terbuka, dan pelaku pasar bisa turut memanfaatkannya.
Sentimen ketiga, juga dari dalam negeri, adalah pergerakan nilai tukar rupiah. Setelah absen lebih dari seminggu, rupiah akan mulai diperdagangkan kembali Rabu depan dan akan menarik melihat arah pergerakannya.
Tim Riset CNBC Indonesia mencoba untuk memperkirakan arah pergerakan rupiah menggunakan analisis teknikal. Saat pasar dibuka kembali setelah cuti bersama Idul Fitri, kemungkinan rupiah akan melemah. Pasalnya, saat itu indikator stochastic sudah menunjukkan overbought atau jenuh beli rupiah. Kemudian indikator MACD menunjukkan buy dolar Amerika Serikat (AS) atau sell rupiah.
Saat itu, level resistance rupiah berada Rp 14.200/US$. Namun, sepertinya Bank Indonesia (BI) akan menjaga agar rupiah maksimal di kisaran Rp 14.100/US$.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular