Simak 7 Sentimen Penggerak Pasar Pekan Depan

Houtmand P Saragih & Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 June 2018 18:55
Cermati Perang Dagang dan Kebijakan Moneter Negara Maju
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Sentimen keempat adalah dari eksternal, yaitu perkembangan perang dagang. Isu ini sangat ramai dan menentukan dinamika pasar.

Diawali jelang pertemuan G-7, Presiden AS Donald Trump resmi mengenakan bea masuk bagi impor baja dan aluminium dari Kanada, Meksiko, dan Uni Eropa. Para korban itu kemudian membalas dengan memberlakukan bea masuk untuk berbagai produk Negeri Paman Sam, mulai dari minuman wiski, daging babi, buah-buahan, sepeda motor, dan sebagainya.

Belum lama ini AS kembali berulah dengan mengenakan tarif bea masuk 25% kepada 818 produk China. Kebijakan ini akan berlaku efektif mulai 6 Juli. China pun membalas dengan menerapkan bea masuk 25% untuk 659 produk AS, juga berlaku mulai 6 Juli.

Perkembangan ini membuat pelaku pasar tidak nyaman. Sebab, perang dagang tentu akan mengancam arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia. Investor di Indonesia pun perlu waspada.

Sentimen kelima adalah hasil rapat Bank Sentral AS The Federal Reserve/The Fed. Pada Kamis (14/6/2018) waktu Indonesia,  The Fed menaikkan suku bunga 25 basis poin menjadi 1,75-2%. Tidak hanya itu, The Fed pun memberi sedikit kejutan.

Kemungkinan The Fed menaikkan kadar pengetatan moneter kian terbuka. Ini terlihat dari dot plot (proyeksi suku bunga dari The Fed negara bagian) yang semakin bergerak ke atas.

Pada pertemuan Maret, median dot plot masih menunjukkan suku bunga acuan pada akhir 2018 ada di 2-2,5%. Artinya tinggal butuh sekali kenaikan 25 basis poin lagi, atau menjadi tiga kali kenaikan selama 2018.

Namun pada rapat edisi Juni, median sudah bergerak ke 2,25-2,5%. Ini berarti butuh dua kali kenaikan masing-masing 25 basis poin, sehingga sepanjang 2018 kemungkinan terjadi empat kali kenaikan suku bunga.

Perkembangan ini tentu patut diwaspadai karena aliran dana bisa sewaktu-waktu berbalik menuju Negeri Adidaya. Dengan kenaikan suku bunga, apalagi secara agresif, investasi di AS tentu menjadi semakin menarik.

Sentimen keenam adalah hasil rapat European Central Bank (ECB). Pada Jumat (15/6/2018) waktu Indonesia, hasil rapat ECB memutuskan untuk mengakhiri program stimulus moneter pada akhir 2018, dan mulai mengurangi dosisnya pada September tahun ini. Hingga sekarang, ECB masih memborong surat berharga senilai 30 miliar euro (Rp 490,62 triliun) setiap bulannya. Namun mulai September, nilainya akan dikurangi setengahnya sebelum selesai pada akhir tahun.

Pengurangan stimulus atau tapering adalah pintu masuk menuju pengetatan moneter melalui kenaikan suku bunga. ECB memberi sinyal bahwa kenaikan suku bunga sepertinya baru ditempuh pada pertengahan tahun depan.

Seperti halnya keputusan The Fed, hasil rapat ECB juga bisa membuat investor mengalihkan dananya ke Benu Biru. Hawa pengetatan moneter yang kian terasa di Eropa tentu menarik minat pelaku pasar.


(aji/hps)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular