
Di Ujung Dilema Agus Marto & Perjalanan 5 Tahun Sebagai BI-1
Herdaru Purnomo & Prima Wirayani, CNBC Indonesia
17 May 2018 08:02

Hari ini, RDG Bulanan BI akan memutuskan apakah suku bunga acuan naik atau masih tetap. Suara pelaku pasar terpecah dalam menyikapi suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7 days reverse repo rate. Sebagian besar memperkirakan BI masih menahan suku bunga acuan, tetapi ada pula suara yang memprediksi suku bunga acuan akan dinaikkan.
BI memulai Rapat Dewan Gubernur edisi Mei 2018 Rabu dan Kamis. Dari 11 ekonom yang terlibat dalam penyusunan konsensus pasar, tujuh di antaranya memperkirakan BI masih akan bertahan dengan suku bunga acuan 4,25%.
Sementara empat lainnya meramalkan ada kenaikan 25 basis poin (bps) menjadi 4,5%. Namun median dari data yang terkumpul adalah suku bunga acuan tetap di 4,25%.
"Kami memperkirakan BI masih menahan suku bunga acuan. Kondisi makroekonomi masih relatif stabil, terlihat dari inflasi yang masih terkendali," kata Euginia Fabon Victorino, analis ANZ.
Selain itu, lanjut Victorino, pertumbuhan ekonomi masih membutuhkan sokongan suku bunga. Ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi kuartal I-2018 yang masih lesu, yaitu di 5,06%. Jauh di bawah konsensus pasar yang mencapai 5,18%.
Meskipun kenaikan suku bunga bisa membuat aliran modal portofolio menjadi doping bagi rupiah, namun keputusan tersebut bukan berarti tanppa konsekuensi. Pasalnya, kenaikan suku bunga secara tidak langsung dapat mengorbankan pertumbuhan ekonomi,
“Dampak kenaikan suku bunga acuan BI berdampak pada perekonomian,” kata Ekonom Bank Permata Josua Pardede kepada CNBC Indonesia, Kamis (17/5/2018).
Menurut Josua, kenaikan suku bunga acuan bisa segera direspons dengan kenaikan suku bunga kredit, dan menekan konsumsi rumah tangga maupun investasi. Sebab, kenaikan suku bunga akan mendorong cost of borrowing.
“Ini akan menahan upaya untuk memperkuat momentum pertumbuhan,” katanya.
Hal senada turut dikemukakan Direktur Riset CORE Indonesia PIter Abdullah. Meski kenaikan suku bunga bisa membawa aliran modal masuk, hal tersebut sama sekali bukanlah jawaban dalam menghadapi tantangan yang dihadapi perekonomian saat ini.
“Artinya, tidak bisa dijawab dengan kenaikan suku bunga,” jelas Piter.
"Melemahnya nilai tukar rupiah dalam beberapa pekan terakhir sudah tidak lagi sejalan dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia saat ini. Terkait hal tersebut, dan melihat masih besarnya potensi tantangan dari kondisi global yang dapat berpotensi menganggu kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah panjang, Bank Indonesia akan secara tegas dan konsisten mengarahkan dan memprioritaskan kebijakan moneter pada terciptanya stabilitas," demikian penegasan Agus Marto beberapa hari sebelum RDG hari ini.
BI menyatakan siap untuk menaikan suku bunga acuan untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.
"Dengan mempertimbangkan hal tersebut, Bank Indonesia memiliki ruang yang cukup besar untuk menyesuaikan suku bunga kebijakan (7 Days Reverse Repo). Respon kebijakan tersebut akan dijalankan secara konsisten dan pre-emptive untuk memastikan keberlangsungan stabilitas," tegas Agus Marto.
Naik atau tidaknya BI 7-Day RR menjadi pilihan sulit bagi sang Gubernur di masa akhir baktinya. Bagaimanpun keputusan sang BI-1 pasti sudah diukur dan pastinya demi menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia. Mari disimak apa stance moneter Agus Marto di penghujung jabatan sebagai Gubernur Bank Indonesia. (dru/dru)
BI memulai Rapat Dewan Gubernur edisi Mei 2018 Rabu dan Kamis. Dari 11 ekonom yang terlibat dalam penyusunan konsensus pasar, tujuh di antaranya memperkirakan BI masih akan bertahan dengan suku bunga acuan 4,25%.
Sementara empat lainnya meramalkan ada kenaikan 25 basis poin (bps) menjadi 4,5%. Namun median dari data yang terkumpul adalah suku bunga acuan tetap di 4,25%.
Selain itu, lanjut Victorino, pertumbuhan ekonomi masih membutuhkan sokongan suku bunga. Ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi kuartal I-2018 yang masih lesu, yaitu di 5,06%. Jauh di bawah konsensus pasar yang mencapai 5,18%.
Meskipun kenaikan suku bunga bisa membuat aliran modal portofolio menjadi doping bagi rupiah, namun keputusan tersebut bukan berarti tanppa konsekuensi. Pasalnya, kenaikan suku bunga secara tidak langsung dapat mengorbankan pertumbuhan ekonomi,
“Dampak kenaikan suku bunga acuan BI berdampak pada perekonomian,” kata Ekonom Bank Permata Josua Pardede kepada CNBC Indonesia, Kamis (17/5/2018).
Menurut Josua, kenaikan suku bunga acuan bisa segera direspons dengan kenaikan suku bunga kredit, dan menekan konsumsi rumah tangga maupun investasi. Sebab, kenaikan suku bunga akan mendorong cost of borrowing.
“Ini akan menahan upaya untuk memperkuat momentum pertumbuhan,” katanya.
Hal senada turut dikemukakan Direktur Riset CORE Indonesia PIter Abdullah. Meski kenaikan suku bunga bisa membawa aliran modal masuk, hal tersebut sama sekali bukanlah jawaban dalam menghadapi tantangan yang dihadapi perekonomian saat ini.
“Artinya, tidak bisa dijawab dengan kenaikan suku bunga,” jelas Piter.
"Melemahnya nilai tukar rupiah dalam beberapa pekan terakhir sudah tidak lagi sejalan dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia saat ini. Terkait hal tersebut, dan melihat masih besarnya potensi tantangan dari kondisi global yang dapat berpotensi menganggu kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah panjang, Bank Indonesia akan secara tegas dan konsisten mengarahkan dan memprioritaskan kebijakan moneter pada terciptanya stabilitas," demikian penegasan Agus Marto beberapa hari sebelum RDG hari ini.
BI menyatakan siap untuk menaikan suku bunga acuan untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.
"Dengan mempertimbangkan hal tersebut, Bank Indonesia memiliki ruang yang cukup besar untuk menyesuaikan suku bunga kebijakan (7 Days Reverse Repo). Respon kebijakan tersebut akan dijalankan secara konsisten dan pre-emptive untuk memastikan keberlangsungan stabilitas," tegas Agus Marto.
Naik atau tidaknya BI 7-Day RR menjadi pilihan sulit bagi sang Gubernur di masa akhir baktinya. Bagaimanpun keputusan sang BI-1 pasti sudah diukur dan pastinya demi menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia. Mari disimak apa stance moneter Agus Marto di penghujung jabatan sebagai Gubernur Bank Indonesia. (dru/dru)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular