
Rupiah Terus Melemah, Ketidakpastian Global Jadi Alasan BI
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
18 April 2018 15:58

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) menilai gejolak eksternal menjadi alasan nilai tukar rupiah tak mampu menunjukan keperkasaannya terhadap dolar AS. Bahkan, kenaikan peringkat surat utang serta surplus neraca perdagangan tak mampu mendongkrak rupiah.
Gubernur BI Agus Martowardojo tak memungkiri, kenaikan peringkat dari Moody's Investors Services dan surplus neraca perdagangan pada Maret tak mampu mengkompensasi sentimen negatif dari gejolak eksternal. Alhasil, rupiah pun terdampak.
"Kita tau perkembangan di AS, dan trade war. Kemudian ada kajian kemungkinan FFR [Fed Fund Rate/Bunga Acuan AS] naik lebih dari 3 kali. Ini yang memberikan tekanan rupiah seperti sekarang," kata Agus, di gedung Mahkamah Agung, Rabu (18/4/2018).
Hal senada dikemukakan Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo. Meskipun dampak kenaikan rating tidak bisa secara langsung mendongkrak kinerja rupiah, namun level rupiah terhadap dolar AS di kisaran Rp 13.700/US$ masih cukup stabil di tengah gejolak eskternal.
"Rupiah belum begitu menguat, karena memang kondisi eksternalnya masih ada. [...] Jangan dilihat langsung [kenaikan rating] segera menguat. Tapi rupiah bisa tertahan stabil di level Rp 13.700/US$," katanya.
Rupiah Baru Perkasa akhir Kuartal II-2018
Sementara itu, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi memperkirakan, rupiah baru bisa kembali perkasa pada akhir kuartal II-2018, atau bertepatan saat surat utang negara masuk dalam keranjang Bloomberg Global Index.
"Potensi penguatan mungkin kecil pada kuartal ini. Tapi mungkin menjelang akhir kuartal. Kemungkinan ya," jelasnya.
Mengutip data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dipublikasikan Bank Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rabu (18/4/2018) tercatat Rp 13.770/US$ sementara pada hari sebelumnya Selasa (17/4/2018) nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga berada di Rp 13.770/US$.
(dru) Next Article BI Ramal Suku Bunga Fed Turun di Semester II-2024
Gubernur BI Agus Martowardojo tak memungkiri, kenaikan peringkat dari Moody's Investors Services dan surplus neraca perdagangan pada Maret tak mampu mengkompensasi sentimen negatif dari gejolak eksternal. Alhasil, rupiah pun terdampak.
"Kita tau perkembangan di AS, dan trade war. Kemudian ada kajian kemungkinan FFR [Fed Fund Rate/Bunga Acuan AS] naik lebih dari 3 kali. Ini yang memberikan tekanan rupiah seperti sekarang," kata Agus, di gedung Mahkamah Agung, Rabu (18/4/2018).
"Rupiah belum begitu menguat, karena memang kondisi eksternalnya masih ada. [...] Jangan dilihat langsung [kenaikan rating] segera menguat. Tapi rupiah bisa tertahan stabil di level Rp 13.700/US$," katanya.
Rupiah Baru Perkasa akhir Kuartal II-2018
Sementara itu, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi memperkirakan, rupiah baru bisa kembali perkasa pada akhir kuartal II-2018, atau bertepatan saat surat utang negara masuk dalam keranjang Bloomberg Global Index.
"Potensi penguatan mungkin kecil pada kuartal ini. Tapi mungkin menjelang akhir kuartal. Kemungkinan ya," jelasnya.
Mengutip data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dipublikasikan Bank Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rabu (18/4/2018) tercatat Rp 13.770/US$ sementara pada hari sebelumnya Selasa (17/4/2018) nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga berada di Rp 13.770/US$.
(dru) Next Article BI Ramal Suku Bunga Fed Turun di Semester II-2024
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular