Yield Obligasi AS Tembus 3% Lagi, Harga Emas Kembali Turun

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
10 May 2018 16:25
Harga emas COMEX kontrak pengiriman Juni 2018 bergerak stabil cenderung melemah 0,09% ke US$1.311,70/troy ounce hingga pukul 15.00 WIB hari ini.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas COMEX kontrak pengiriman Juni 2018 bergerak stabil cenderung melemah 0,09% ke US$1.311,70/troy ounce hingga pukul 15.00 WIB hari ini, seiring masih kuatnya dolar AS dan menanjaknya imbal hasil obligasi pemerintah AS pada perdagangan kemarin.

Sehari sebelumnya, harga emas kembali ditutup melemah 0,05%, yang berarti sudah tiga hari berturut-turut harga sang logam mulia selalu berakhir di zona merah. Sisi positifnya, pelemahan harga emas cenderung tipis saja, dengan rata-rata melemah sebesar 0,04% dalam tiga hari terakhir.
Harga Emas Stabil, Yield Obligasi AS Tembus 3% LagiFoto: Tim Riset CNBC Indonesia/ Raditya Hanung
Nampaknya, investor masih mewaspadai dampak lebih lanjut dari keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) untuk keluar dari kesepakatan nuklir Iran yang dibuat pada tahun 2015 oleh mantan presiden Barack Obama bersama Inggris, Jerman, Prancis, Rusia, dan China.

Dengan keputusan tersebut, AS dipastikan akan memulihkan sanksi ekonomi bagi Iran. Sanksi dari Negeri Paman Sam tentu akan mempengaruhi produksi dan ekspor minyak Iran, yang akhirnya mengancam pasokan minyak global yang saat ini sudah ketat. Alhasil, sentimen ini pun mampu mengerek harga minyak.

Kemarin, harga minyak jenis light sweet dan Brent sama-sama kompak ditutup menguat di kisaran 3%, dan kembali mencetak rekor level tertinggi sejak bulan November 2014.

Kenaikan harga minyak dunia artinya akan ada tekanan inflasi, seiring sang emas hitam masih menjadi sumber energi utama di dunia. Hal itu kemudian kembali memunculkan persepsi bahwa bank sentral AS, Federal Reserve/The Fed, akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga acuan untuk menjangkar ekspektasi inflasi.

Persepsi tersebut lantas mendorong imbal hasil obligasi pemerintah AS kembali ke level 3% pada perdagangan kemarin, setelah terakhir kali dicapai pada penghujung bulan April 2018. Imbal hasil yang sudah semakin tinggi ini lantas membuat pelaku pasar melepas kepemilikannya atas instrumen investasi safe haven (seperti emas dan Jepang Yen) dan beralih memeluk dolar AS, sembari menunggu saat yang tepat untuk mulai memburu obligasi pemerintah Negeri Paman Sam.

Hingga pukul 15.00 WIB hari ini, indeks dolar AS, yang mengukur posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia, tercatat naik tipis 0,01% ke level 93,05, masih dekat dengan level tertingginya tahun ini sebesar 93,12.

Namun demikian, anjloknya harga emas masih terbatas, karena adanya potensi perluasan dampak tensi geopolitik di Timur Tengah. Memang ada beberapa negara seperti Arab Saudi dan Israel yang mendukung aksi Trump untuk keluar dari kesepakatan nuklir Iran, tapi perlu diingat bahwa sekutu AS di Benua Eropa sama sekali tidak mendukung keputusan mantan taipan properti tersebut.


Terlebih, Presiden Iran Hassan Rouhani telah menyatakan bahwa Negeri Persia akan terus melanjutkan kesepakatan nuklir yang dibuat tiga tahun silam, apapun itu keputusan yang dibuat oleh Negeri Paman Sam, seperti dikutip Reuters.

Selain itu, Israel yang merupakan sekutu utama AS, pada hari Kamis waktu setempat menyerang posisi pasukan Iran yang membantu pemerintah Suriah memerangi pemberontak dan teroris ISIL. Sebagai catatan, serangan tersebut merespons serangan misil dari kubu pemerintah Suriah ke dataran tinggi Golan.

Serangan kubu Suriah ke Dataran Tinggi Golan tersebut merupakan yang pertama kalinya, setelah beberapa kali mereka tak merespon serangan sepihak Israel terhadap posisi Iran dan Hizbullah. Sebelumnya, Israel mengaku bertanggung-jawab atas serangan terhadap pangkalan militer T4 di Suriah yang menewaskan beberapa tentara Iran.


Faktor lainnya yang membatasi pelemahan harga sang logam mulia datang dari data Indeks Harga Produsen AS hanya meningkat 0,1% secara month-to-month (MtM) bulan lalu, masih di bawah konsensus yang dihimpun Reuters sebesar 0,2% MtM, atau lebih rendah dari capaian bulan Maret sebesar 0,3% MtM.

Data ini lantas sedikit meredakan sentimen inflasi (Indeks Harga Konsumen) AS yang akan terakselerasi dengan cepat. Sebagai catatan, data inflasi Negeri Paman Sam untuk periode April akan dirilis pada hari ini pukul 19.30 WIB, dengan konsensus pasar memprediksikan peningkatan sebesar 0,3% MtM.

Meski demikian, para ekonom memperkirakan perlambatan Indeks Harga Produsen ini hanyalah sementara, menyusul pelaku industri pengolahan AS yang baru-baru ini melaporkan bahwa mereka telah membayar harga yang lebih mahal untuk bahan baku, didorong oleh kebijakan kenaikan tarif impor baja dan aluminium serta melambungnya harga minyak dunia. 


TIM RISET CNBC INDONESIA

(RHG/prm) Next Article Dolar AS Melunak, Harga Emas Naik Tipis

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular