
AS Beri Sanksi Pada Iran, Harga Emas Anjlok
Houtmand P Saragih & Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
09 May 2018 14:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas COMEX kontrak pengiriman Juni 2018 bergerak melemah sebesar 0,49% ke US$1.307,30/troy ounce hingga pukul 14.10 WIB hari ini, didorong oleh keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) untuk keluar dari kesepakatan nuklir Iran yang dibuat 3 tahun silam.
Dengan keputusan tersebut, AS dipastikan akan memulihkan sanksi ekonomi bagi Iran. Sanksi dari Negeri Paman Sam tentu akan mempengaruhi produksi dan ekspor minyak Iran, yang akhirnya mengancam pasokan minyak global yang saat ini sudah ketat. Alhasil, sentimen ini pun mampu mengerek harga minyak.
Hingga pukul 14.13 WIB hari ini, harga minyak jenis light sweet untuk kontrak pengiriman Juni 2018 menguat 2,94% ke US$71,09/barel, sementara brent untuk kontrak pengiriman Juli 2018 melambung 3,07% ke US$77,15/barel. Sebagai catatan, harga minyak sudah menyentuh level tertingginya sejak akhir 2014.
Kenaikan harga minyak dunia artinya akan ada tekanan inflasi, seiring sang emas hitam masih merupakan sumber energi utama di dunia. Hal itu kemudian kembali memunculkan persepsi bahwa The Federal Reserve/The Fed akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga acuan untuk menjangkar ekspektasi inflasi.
Seperti diketahui, harga emas merupakan komoditas yang sangat sensitif terhadap kenaikan suku bunga acuan AS, seiring hal tersebut akan mendorong penguatan dolar AS. Kala suku bunga naik, mata uang akan diuntungkan karena inflasi terjangkar dan nilainya terapresiasi.
Dolar AS pun jadi primadona hari ini, ditunjukkan oleh indeks dolar AS, yang mengukur posisi greenback terhadap 6 mata uang dunia, yang menguat 0,31% ke 93,41 siang ini.
Saat investor berbondong-bondong memeluk dolar AS, instrument safe haven seperti emas dan Jepang Yen pun ditinggalkan oleh investor. Sebagai catatan, Jepang Yen juga melemah sebesar 0,5% terhadap dolar AS siang ini.
Sebagai informasi, potensi kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed yang lebih agresif juga disokong oleh positifnya data-data ekonomi Negeri Paman Sam, terutama setelah pengumuman angka pengangguran AS posisi April yang sebesar 3,9%, terendah dalam 18 tahun terakhir.
Kemudian, ada juga pernyataan anggota Federal Open Market Committee (FOMC) sekaligus Presiden The Fed Atlanta Raphael Bostic yang membuat investor semakin panik.
"Saya cukup yakin dengan (kenaikan suku bunga acuan) tiga kali untuk saat ini. Namun saya terbuka jika situasi mengarah ke tujuan lain. Apakah itu dua kali, atau empat kali, tergantung data yang ada," ungkap Bostic, dikutip dari Reuters.
Ditambah lagi, lanjut Bostic, perekonomian AS cenderung membaik. Ini menyebabkan tekanan inflasi akan meningkat pada bulan-bulan mendatang sehingga perlu diredam dengan kenaikan suku bunga.
"Jika Anda lihat, ekonomi bergerak naik. Ada banyak stimulus, seperti pemotongan tarif pajak. Jadi, potensi percepatan laju ekonomi (upside potential) masih ada," tutur Bostic.
Mengutip CME Federal Funds Futures, probabilitas kenaikan suku bunga acuan AS pada pertemuan 13 Juni sebesar 25 basis poin menjadi 1,75-2%, mencapai 100%. Bila tidak ada aral merintang, pelaku pasar menilai hampir mustahil The Fed masih menahan suku bunga.
Next Article Dolar AS Melunak, Harga Emas Naik Tipis
Dengan keputusan tersebut, AS dipastikan akan memulihkan sanksi ekonomi bagi Iran. Sanksi dari Negeri Paman Sam tentu akan mempengaruhi produksi dan ekspor minyak Iran, yang akhirnya mengancam pasokan minyak global yang saat ini sudah ketat. Alhasil, sentimen ini pun mampu mengerek harga minyak.
Hingga pukul 14.13 WIB hari ini, harga minyak jenis light sweet untuk kontrak pengiriman Juni 2018 menguat 2,94% ke US$71,09/barel, sementara brent untuk kontrak pengiriman Juli 2018 melambung 3,07% ke US$77,15/barel. Sebagai catatan, harga minyak sudah menyentuh level tertingginya sejak akhir 2014.
![]() |
Kenaikan harga minyak dunia artinya akan ada tekanan inflasi, seiring sang emas hitam masih merupakan sumber energi utama di dunia. Hal itu kemudian kembali memunculkan persepsi bahwa The Federal Reserve/The Fed akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga acuan untuk menjangkar ekspektasi inflasi.
Seperti diketahui, harga emas merupakan komoditas yang sangat sensitif terhadap kenaikan suku bunga acuan AS, seiring hal tersebut akan mendorong penguatan dolar AS. Kala suku bunga naik, mata uang akan diuntungkan karena inflasi terjangkar dan nilainya terapresiasi.
Dolar AS pun jadi primadona hari ini, ditunjukkan oleh indeks dolar AS, yang mengukur posisi greenback terhadap 6 mata uang dunia, yang menguat 0,31% ke 93,41 siang ini.
Saat investor berbondong-bondong memeluk dolar AS, instrument safe haven seperti emas dan Jepang Yen pun ditinggalkan oleh investor. Sebagai catatan, Jepang Yen juga melemah sebesar 0,5% terhadap dolar AS siang ini.
Sebagai informasi, potensi kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed yang lebih agresif juga disokong oleh positifnya data-data ekonomi Negeri Paman Sam, terutama setelah pengumuman angka pengangguran AS posisi April yang sebesar 3,9%, terendah dalam 18 tahun terakhir.
Kemudian, ada juga pernyataan anggota Federal Open Market Committee (FOMC) sekaligus Presiden The Fed Atlanta Raphael Bostic yang membuat investor semakin panik.
"Saya cukup yakin dengan (kenaikan suku bunga acuan) tiga kali untuk saat ini. Namun saya terbuka jika situasi mengarah ke tujuan lain. Apakah itu dua kali, atau empat kali, tergantung data yang ada," ungkap Bostic, dikutip dari Reuters.
Ditambah lagi, lanjut Bostic, perekonomian AS cenderung membaik. Ini menyebabkan tekanan inflasi akan meningkat pada bulan-bulan mendatang sehingga perlu diredam dengan kenaikan suku bunga.
"Jika Anda lihat, ekonomi bergerak naik. Ada banyak stimulus, seperti pemotongan tarif pajak. Jadi, potensi percepatan laju ekonomi (upside potential) masih ada," tutur Bostic.
Mengutip CME Federal Funds Futures, probabilitas kenaikan suku bunga acuan AS pada pertemuan 13 Juni sebesar 25 basis poin menjadi 1,75-2%, mencapai 100%. Bila tidak ada aral merintang, pelaku pasar menilai hampir mustahil The Fed masih menahan suku bunga.
Next Article Dolar AS Melunak, Harga Emas Naik Tipis
Most Popular