Yield Obligasi Negara Turun, Terendah Sejak Awal Maret

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 April 2018 10:45
Yield Obligasi Negara Turun, Terendah Sejak Awal Maret
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Imbal hasil (yield) obligasi negara kembali turun setelah sempat tertekan kemarin. Hari ini, yield Surat Berharga Negara (SBN) menyentuh titik terendah sejak awal Maret. 

Pada Kamis (5/4/2018), yield SBN seri acuan tenor 10 tahun berada di 6,591%, terendah sejak 5 Maret silam. Turun dibandingkan sehari sebelumnya yaitu 6,616%. 

Kemarin, yield instrumen ini sempat naik. Pelepasan SBN oleh perbankan mendorong penurunan harga dan yield pun terangkat naik. 


Reuters
Penurunan yield hari ini merupakan cerminan dari minat pelaku pasar terhadap SBN. Risk appetite investor kembali seiring tensi perang dagang yang menurun. 

Kemarin, China merilis aturan pengenaan bea masuk untuk 106 produk Amerika Serikat (AS), meski belum ditentukan waktu penerapannya. Langkah ini diumumkan dalam hitungan jam setelah AS merilis daftar 1.300 produk China yang akan dikenakan bea masuk baru atas nama perlindungan hak kekayaan intelektual. 

Aksi saling balas ini membuat guncangan perang dagang dalam skala global semakin kencang. Pasar keuangan pun panik sehingga bursa saham dan obligasi global tertekan. Investor mengarahkan dana ke instrumen yang dinilai aman (safe haven) seperti emas, yen Jepang, atau franc Swiss. 


Namun hari ini muncul perkembangan baru. Lawrence 'Larry' Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, menyatakan mungkin saja bea masuk terhadap 1.300 produk China tidak akan diberlakukan.  

"Ya, mungkin saja. Itu adalah bagian dari proses," tutur Kudlow menjawab pertanyaan apakah mungkin bea masuk kepada 1.300 produk China hanya gertakan Trump. 

Kudlow juga menolak anggapan bahwa AS dan China sedang terlibat perang dagang. Menurutnya, apa yang terjadi merupakan bagian dari negosiasi. 

"Saya melihatnya tidak seperti itu (ada perang dagang). Ini merupakan negosiasi, dan kami menggunakan segala cara," ujarnya. 

Merespons perkembangan ini, Wall Street pun rebound. Investor kembali berani bermain di instrumen berisiko, termasuk di negara-negara berkembang. 


SBN pun kembali menjadi pilihan. Tingginya minat investor membuat harga instrumen ini naik dan yield-nya turun. Hari ini, harga SBN 10 tahun berada di 96,637%. Naik dibandingkan hari sebelumnya yaitu 96,419%.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Namun dalam jangka pendek, ada risiko tekanan di pasar SBN. Pada Jumat waktu setempat, akan ada pengumuman angka pengangguran AS. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan angka pengangguran AS pada Maret sebesar 4%, turun dibandingkan Februari yang 4,1%. 

Penurunan angka pengangguran bisa menjadi salah satu pertimbangan bagi Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) untuk menaikkan suku bunga acuan secara lebih agresif. Biasanya ketika ada rilis data ekonomi AS yang membaik, pikiran itu selalu ada di benak pelaku pasar. 

Ketika ada persepsi pengetatan moneter AS yang melebihi perkiraan, maka instrumen berbasis greenback akan menjadi pilihan utama. Kenaikan suku bunga akan berdampak positif terhadap mata uang, karena dapat menjangkar ekspektasi inflasi. Dolar AS akan menguat dan berinvestasi di aset-aset berbasis mata uang tersebut menjadi menguntungkan. 

Jika ini terjadi, maka akan ada aliran modal keluar (capital outflow) dan pasar negara berkembang termasuk Indonesia. Pasar SBN akan terdampak, karena kenaikan suku bunga di AS membuat selisih dengan Indonesia semakin menyempit. Obligasi negara AS menjadi lebih menarik. 

Indonesia harus bersiap menghadapi risiko ini. Ketika investor asing keluar, maka diharapkan lubang itu bisa ditutup oleh investor domestik. Perbankan pun menjadi tumpuan untuk menyangga pasar SBN dengan aksi beli, bukan lagi melepas kepemilikannya.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular