Dana Investor Asing Keluar Dari Pasar Saham Rp 3,56 T

Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
09 February 2018 12:38
Investor asing tampak masih akan keluar masuk di pasar saham negara-negara berkembang,
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai jual bersih (net sell) investor asing di pasar saham domestik pada dari awal tahun hingga perdagangan kemarin, Kamis (8/01/2018) tercatat mencapai Rp 3,56 triliun. Investor asing tampak masih akan keluar masuk di pasar saham negara-negara berkembang, sambil menunggu kepastian terkait arah kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) mengenai suku bunga acuan.

Dalam sebulan terakhir sejumlah saham unggulan (bluechip) tercatat banyak di lepas oleh investor asing. Saham-saham yang dilepas tersebut dari berbagai sektor, misalnya saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) senilai Rp 3,05 triliun, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) senilai Rp 1,27 triliun, PT Astra International Tbk (ASII) senilai Rp 1,23 triliun, PT BNI Tbk (BBNI) senilai Rp 896,81 miliar dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) senilai Rp 820,79 miliar.

Dana Investor Asing Keluar Dari Pasar Saham Rp 3,56 TFoto: BEI

Dana asing yang dari keluar tersebut merupakan respons atas dinamika pasar saham global yang cenderung fluktuatif di awal 2018. Bursa saham Wall Street, dalam satu setengah bulan terakhir naik-turun dalam rentang yang cukup dalam. Indeks Dow Jones pernah mencapai level tertinggi di atas 26.000 poin, tapi kenaikan tersebut langsung tersapu bersih saat indeks turun ke level 23.860,46 poin. Akhirnya secara year to date, indeks Dow Jones terkoreksi 3,47%.

Volatilitas Wall Street dipicu oleh beberapa faktor, dimana pada awalnya sentimen yang menjadi penggerak adalah kebijakan Presiden Donald Trump memotong pajak untuk korporasi. Ini sempat disambut eforia oleh investor di Wall Street, yang membuat indeks Dow Jones seolah tak ingin berhenti memecahkan rekor.


Eforia sempat berhenti sebentar saat sentimen wacana penghentian pemerintah atau “Government Shutdown” mencuat, karena parlemen tidak menyetujui anggaran pemerintah. Meskipun pada akhirnya senat dan parlemen setuju dengan rancangan anggaran yang disampaikan pemerintah dengan sejumlah catatan.


Tak berhenti sampai disana, pergerakan Wall Street yang mirip roller coaster terus berlanjut. Pergantian Gubernur The Fed, dari Janet Yallen ke Jerome Powell menjadi salah satu yang mempengaruhi sentimen pasar. Powell sempat beberapa kali mengutarakan akan menaikkan Fed Fund Rate menyimak perkembangan ekonomi AS yang terus membaik.

Dari kacamata ekonomi, sikap Powell tersebut bisa dipahami karena data-data ekonomi yang disampaikan semua menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Data klaim pengangguran mingguan tercatat hanya 221.000 orang, terendah dalam 45 tahun. Jumlah tersebut lebih rendah dari pekan sebelumnya yang sebanyak 230.000 orang.
 
Pencapaian tersebut menandakan 153 minggu secara beruntun klaim pengangguran berada di bawah angka 300.000, sehingga mengindikasikan pasar tenaga kerja AS yang kuat. Upah tenaga kerja pun lantas diprediksikan tumbuh dengan lebih cepat pada tahun ini. Minggu lalu Departemen Tenaga Kerja AS mengumumkan upah per jam rata-rata periode Januari tumbuh 2,9% YoY, yang merupakan peningkatan tertinggi sejak 2009.
 
Data ketenagakerjaan yang kuat merupakan syarat utama bagi The Federal Reserve/The Fed dalam menaikkan suku bunga acuan. Oleh karena itu, pelaku pasar menjadi lebih yakin bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga pada bulan depan.


Kinerja saham Wall Street tersebut menjadi salah satu pemicu naik turun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Meskipun secara year to date, IHSG tercatat masih membukukan kenaikan 2,97%.

Semua indeks sektoral tercatat mengalami penguatan, dimana sektor indesk sektor pertambangan tercatat menguat 21,73%, sektor properti naik 7,14%, industri dasar naik 3,94% dan indeks sektor keuangan 3,76%.

Sementara itu, sektor yang kinerjanya masih tertinggal yaitu, sektor infrastruktur, utilities dan transportasi yang terkoreski 2,54% dan indeks agrobisnis turun 0,44%.

Beruntungnya, kinerja IHSG tidak separah Dow Jones dan bursa saham utama Asia. Sejumlah sentimen positif masih mampu menahan laju koreksi IHSG, mulai dari rilis pertumbuhan ekonomi di atas ekspektasi, rilis kinerja emiten yang tercatat naik melebihi perkiraan dan pengumuman kenaikan peringkat utang Indonesia oleh Japan Credit Ratings menjadi BBB+ dari BBB.

Kecenderungan koreksi pada pasar saham di seluruh dunia membuat pasar komoditas menjadi alternatif bagi para investor. Harga-harga komoditas, mulai dari minyak bumi, emas, batu bara, tembaga dan nikel dari awal tahun terpantau menguat.


Tampaknya, komoditas menjadi tempat menarik bagi investor pada saat pasar saham sedang gonjang ganjing. Kenaikan harga komoditas tersebut menjadi pemicu kenaikan saham-sahan berbasis komoditas yang tercatat di bursa saham domestik.

Dana Investor Asing Keluar Dari Pasar Saham Rp 3,56 TFoto: BEI

(hps) Next Article Aset Capai Rp101 T, Intip Perayaan Digital 51 Tahun Bank Mega

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular