
Turis China Jarang Beli Perhiasan, Omzet Tiffany & Co Merosot
Arina Yulistara, CNBC Indonesia
04 December 2018 12:11

Jakarta, CNBC Indonesia- Merek perhiasan mewah Tiffany & Co mengalami penurunan pendapatan di 2018. Hal tersebut dikarenakan turis China jarang beli perhiasan tahun ini.
Dilansir dari CNBC internasional, awalnya prediksi analis pendapatan di kuartal tiga bisa mencapai US$1,05 miliar namun laporan penjualan hanya US$1,01 miliar.
Penjualan di gerai juga mengecewakan investor, kenaikan penjualan hanya 3%, tak memenuhi proyeksi 5% yang diperkirakan. Penurunan ini terlihat dari kurangnya permintaan dari turis asing terutama China yang lebih sedikit dibandingkan Amerika Serikat serta Hong Kong.
Saham merek asal Amerika Serikat itu dikabarkan merosot tajam 9,6% pada akhir November lalu. Penjualan di Eropa dan Jepang juga tampak lemah. Eropa mengalami penurunan 3% sementara Jepang naik hanya 1%.
Penghasilan bersih turun menjadi US$94,9 juta per saham dari US$100,2 juta pada tahun lalu. Hasilnya sesuai dengan perkiraan Wall Street.
Amerika Serikat yang masih menjadi lokasi terbaik bagi retailer yang melihat peningkatan 5% dalam penjualan toko serupa di wilayah tersebut. Meski mengalami penurunan namun pihak Tiffany cukup puas akan hasilnya.
"Di sisi penjualan, kami tetap puas dengan pertumbuhan Tiffany terutama di pasar Amerika di mana penjualan naik 5%. Ini terkait dengan kekuatan ekonomi, dengan meningkatnya kemakmuran dan kepercayaan konsumen berpenghasilan menengah ke atas akan membantu meningkatkan minat belanja pada perhiasan," terang Neil Saunders selaku Managing Director of GlobalData Retailer.
Tiffany & Co juga berusaha untuk menarik minat kaum milenial dengan mengubah kampanye pemasaran serta mmebuatkan lini produk baru.
(gus/gus) Next Article Penjualan Perhiasan Sepi, Tak Ada Lagi Breakfast at Tiffany's
Dilansir dari CNBC internasional, awalnya prediksi analis pendapatan di kuartal tiga bisa mencapai US$1,05 miliar namun laporan penjualan hanya US$1,01 miliar.
Saham merek asal Amerika Serikat itu dikabarkan merosot tajam 9,6% pada akhir November lalu. Penjualan di Eropa dan Jepang juga tampak lemah. Eropa mengalami penurunan 3% sementara Jepang naik hanya 1%.
Penghasilan bersih turun menjadi US$94,9 juta per saham dari US$100,2 juta pada tahun lalu. Hasilnya sesuai dengan perkiraan Wall Street.
Amerika Serikat yang masih menjadi lokasi terbaik bagi retailer yang melihat peningkatan 5% dalam penjualan toko serupa di wilayah tersebut. Meski mengalami penurunan namun pihak Tiffany cukup puas akan hasilnya.
"Di sisi penjualan, kami tetap puas dengan pertumbuhan Tiffany terutama di pasar Amerika di mana penjualan naik 5%. Ini terkait dengan kekuatan ekonomi, dengan meningkatnya kemakmuran dan kepercayaan konsumen berpenghasilan menengah ke atas akan membantu meningkatkan minat belanja pada perhiasan," terang Neil Saunders selaku Managing Director of GlobalData Retailer.
Tiffany & Co juga berusaha untuk menarik minat kaum milenial dengan mengubah kampanye pemasaran serta mmebuatkan lini produk baru.
(gus/gus) Next Article Penjualan Perhiasan Sepi, Tak Ada Lagi Breakfast at Tiffany's
Most Popular