Wawancara Eksklusif

Menteri ATR Beberkan Reforma Agraria & Pemindahan Ibu Kota RI

Exist in Exist & Fikri Muhammad, CNBC Indonesia
17 May 2019 17:44
Menteri ATR Beberkan Reforma Agraria & Pemindahan Ibu Kota RI
Foto: Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Tanpa terasa, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) akan menuntaskan satu periode kepemimpinannya pada Oktober 2019. Sudah banyak pencapaian yang diraih oleh berbagai kementerian maupun lembaga di berbagai bidang, tidak terkecuali Kementerian Agraria Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015, Kementerian ATR/BPN adalah kementerian yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam konteks ini, Menteri ATR juga menjabat sebagai Kepala BPN.

Ditemui di ruang kerjanya di kantor pusat Kementerian ATR/BPN, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (15/5/2019), Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil memaparkan beragam pencapaian yang telah diraih Kementerian ATR/BPN selama hampir lima tahun periode kepemimpinan Jokowi-JK.

Sofyan juga membeberkan keseriusan pemerintah untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta keluar Pulau Jawa.



Berikut petikan wawancara Sofyan bersama Tim CNBC Indonesia:


Pemerintahan Jokowi-JK sudah hampir berusia lima tahun. Apa pencapaian Kementerian ATR/BPN sejauh ini?
Dalam hampir lima tahun, kalau kita lihat dari segi kepemimpinan menteri, dua menteri. Saya sejak 2017 sebelumnya Pak Ferry (Ferry Mursyidan Baldan). Overall pencapaian dalam lima tahun terakhir, Kementerian ATR/BPN telah melakukan hal yang jauh lebih banyak dibandingkan periode sebelumnya.

Misalnya baru kali ini, di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, beliau ingin sekali memberikan kepastian hukum kepada pemilik tanah. Maka sejak 2017, sejak saya kemari, kita menggeber, mempercepat pengeluaran sertifikat tanah rakyat. Kalau sebelumnya di bawah 1 juta (sertifikat) per tahun, 2017 kita naikkan target langsung 5 juta (sertifikat) per tahun.

Kemudian kalau sebelumnya sertifikat sporadis, tersebar ke mana-mana, sekarang kita menggunakan pendekatan yang lebih komprehensif, kita sebut PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap) kita selesaikan pendaftaran itu desa per desa.

Hingga suatu saat desa per kecamatan-kecamatan, kabupaten/kota suatu saat nanti mudah-mudahan kita tetapkan target, sebelum 2025 seluruh tanah di Indonesia 100% terdaftar. Maka 2017, kita tentukan 5 juta bidang berhasil kita petakan, daftarkan, kita keluarkan sertifikat mencapai produk PTSL 2017 mencapai 5,4 juta. Naik sekitar lebih dari 6-7 kali dibandingkan biasa-biasanya.

2018, kita naikkan lagi target karena Presiden naikkan target menjadi 7 juta. Teman-teman yang bekerja dengan PTSL 2018 kita berhasil mengeluarkan seluruh produk 9,3 juta jauh di atas target.

2019, target dinaikkan lagi menjadi 9 juta bidang. Mudah-mudahan tahun ini kita akan keluarkan antara 10 juta sampai 12 juta bidang untuk 2019. Kabinet Jokowi pertama, mudah-mudahan ada kabinet Jokowi kedua nanti, tinggal mendukung KPU aja ini kan.

Nanti kabinet kedua, kemarin kita sudah punya komitmen, kalau Tuhan mengizinkan 2025 seluruh tanah akan terdaftar. Jadi, BPN harus bekerja jauh lebih berat lagi untuk mendaftarkan seluruh tanah.

Menteri ATR Beberkan Reforma Agraria & Pemindahan Ibu Kota RIFoto: Menteri Agraria dan Tata Ruang Indonesia, Sofyan Djalil (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)


Apabila dipersentase pada 2025 target sertifikasi 100%, bagaimana dengan saat ini?
Sampai akhir 2014, tanah yang sudah terdaftar 26 juta tanah yang terdaftar sertifikat tanah. Diperkirakan semua tanah paling sedikit 126 juta. Jadi yang sudah terdaftar sekitar 35% hingga 40 %.

Kemudian 2015, 2016, 2017, 2018, dan 2019, semua produk PTSL bisa mencapai sekitar 26 sampai 27 juta dalam lima tahun terakhir ini. Dibandingkan dengan 46 juta sejak tahun 1960. Jadi kalau misalnya 26 juta tambah 46 juta berarti 72 juta. Masih ada sekitar 50 jutaan lagi yang harus kita kejar dalam 5 tahun itu kalau seluruh bidang tanah 126 juta.

Tapi kenyataan di lapangan lebih dari 126 juta. Dari mana angka 126 juta? Itu angka lama. Barangkali dulu tanah satu bidang tapi karena pemilik lama sudah meninggal dibagi menjadi lima. Oleh sebab itu, kita tidak tahu pasti berapa banyak bidang tanah yang ada di republik ini sampai seluruh tanah kita dapatkan.



Seperti apa tantangan di sektor agraria dan tata ruang?
Tantangannya tentu mengerjakan sesuatu yang massif seperti ini banyak tantangan. Tapi kita selesaikan kita coba melakukan berbagai inovasi untuk mengatasi tantangan tersebut.

Tantangan pertama kurangnya juru ukur, BPN selama ini ngukur sendiri. Padahal, orang BPN yang punya kualifikasi juru ukur hanya 2.200 orang saja dan sebagian dari mereka pejabat dan mendekati pensiun. Oleh sebab itu, saya masuk, kita kenalkan juru ukur swasta yang berlisensi. Dengan begitu kendala juru ukur teratasi maka bisa kita keluarkan banyak sekali produk.

Kendala lain adalah banyaknya sengketa dan banyaknya orang-orang yang tidak ada di tempat. Banyak juga tanah-tanah yang tidak lengkap dokumennya. Itu tantangan. Tapi kita juga bikin klasifikasi langsung, kalau tanah Anda, misalnya, kita ukur jelas luasnya jelas bukti kepemilikanya kita keluarkan sertifikat langsung.

Kemudian, kalau kita ukur tapi Anda tidak ada di tempat, kita sudah ukur, kita sebut dengan K3 (klaster 3). Kapan saja kamu datang ke BPN kita keluarkan seritifikat. Kemudian, kita dapatkan tanah sengketa keluarga, kita bilang selesaikan sengketa dulu nanti kita masuk.

Kemudian yang terakhir, begitu kita ukur ternyata sudah ada sertifikasi sebelumnya. Karena kita dulu kan tidak ada namanya koordinat, dulu sertifikat diberikan sporadis seperti tadi, tidak ada koordinat nasional. Sekarang kita beruntung lagi ada teknologi baru dengan koordinat, tanah itu diuruk atau apa kita tahu, atau tenggelam ke tengah laut kita tahu.

Menteri ATR Beberkan Reforma Agraria & Pemindahan Ibu Kota RIFoto: Presiden Joko Widodo memberikan sambutan saat membagikan 351 sertifikat tanah wakaf di Masjid Bani Umar, Parigi Baru, Pondok Aren, Tangerang Selatan ( Tangsel), Jumat (22/2/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)


Laporan terkait pungutan liar masih ada dalam proses sertifikasi. Bagaimana tanggapan Kementerian ATR/BPN?
Kita terus perbaiki, masih ada tapi sudah jauh lebih baik. Dulu Pak Presiden bikin tim SABER PUNGLI. Alhamdulillah awal-awal orang BPN juga banyak kena, lurah kena, terus kita lakukan pembinaan, kita perbaiki sistem.

Terus akhir ini alhamdulillah gak ada lagi orang BPN yang kena SABER PUNGLI. Lurah-lurah juga sudah tidak ada yang tertangkap. Tapi apakah berarti tidak ada pungli? Masih ada, tapi sudah jauh berkurang luar biasa.

Untuk mencegah pungli kita bikin surat keputusan bersama tiga menteri. Menteri ATR, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal. Kita tentukan karena kita tahu bahwa semua persiapan itu gratis, persiapan di kelurahan, persiapan untuk penunjukkan batas dan lain-lain. Kalau orangnya gak ada itu perlu uang. Putusan bersama tiga menteri menetapkan berapa maksimum boleh dikutip, yang halal bukan pungli.

Tapi di samping itu juga saya dapat sampaikan bahwa BPN kini lebih baik. Kami punya tagline 2018 BPN Kini Lebih Baik. Rasanya kalau masyarakat masih komplain sana sini, tapi secara overall sekarang kantor BPN sudah jauh lebih baik.

Oleh karena itu kita akan selalu melakukan, sesuai dengan janji Presiden, Dilan (Digital Melayani). Kita akan menjadikan kantor ini berbasis digital. Mudah-mudahan nanti 2025 seluruh tanah terdaftar dan seluruh data tanah, sistem pertanahan akan digital nanti.



Muaranya, land banking atau bank tanah bisa terbentuk?
Nah, land banking satu hal yang lain. Sebenarnya kantor ini harus punya dua fungsi. Fungsi regulator dan pengelola tanah yang dimiliki negara. Selama ini fungsi itu gak ada. Jadi kantor ini tidak punya tanah yang bisa ngatur tanah kamu tanah masyarakat. Tapi BPN sendiri gak punya tanah, kecuali tanah kantor. Padahal kantor ini mewakili negara.

Kalau Anda lihat kehutanan (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) itu mewakili negara dalam bidang kehutanan. Seluruh tanah kehutanan de facto dikuasai oleh Kementerian LHK. Tapi ini kementerian (Kementerian ATR/BPN) ngatur tanah, de facto, kantor ini tidak menguasai tanah.

Oleh sebab itu, kita mem-propose kita membuat bank tanah. Jadi kalau ada tanah terlantar kita ambil kasih ke bank tanah. Kalau tanah sudah habis masa berlakunya kita ambil taruh di bank tanah.

Sehingga bank tanah bisa jadi instrument pemerintah untuk menyediakan tanah untuk rumah rakyat untuk kawasan industri, untuk kepentingan publik, untuk taman, dan lain lain. Tanah langsung dimiliki oleh negara. Ini bank tanah sedang proses, pada saat yang sama kita sedang bikin UU pertanahan.

Menteri ATR Beberkan Reforma Agraria & Pemindahan Ibu Kota RIFoto: Penyerahan Sertipikat Tanah untuk Rakyat di Gelanggang Remaja Pasar Minggu Jakarta (CNBC Indonesia/Rivi Satrianegara)


Terkait reforma agraria, bisa dijelaskan kembali urgensinya?
Reforma agraria seperti yang saya tadi bicarakan. Ada dua komponen. Komponen pertama legalisasi aset memberikan kepastian hukum pada aset rakyat. Kenapa penting? Kalau orang punya tanah tapi tidak punya surat/sertifikat maka tanah tersebut disebut sebagai aset yang idle.

Karena dia tidak bisa pergi ke bank untuk mendapatkan kredit, tidak bisa menjaminkan itu. Akibatnya orang yang punya tanah tapi gak punya sertifikat pergi ke rentenir. Sehingga rakyat kita yang tidak punya sertifikat jadi korban rentenir.

Begitu kita sertifikat maka sertifikat ini bisa mereka pergi ke bank, dapat pinjaman KUR, pergi ke BRI, ke berbagai bank. Kalau tadi mereka pergi ke rentenir bunganya sampai 100%, sekarang kalau pergi ke KUR bunganya hanya 7% per tahun. Itu aspek legalisasi. Karena legalisasi akan memberikan akses kepada masyarakat untuk disebut dengan inclusion menjadi lebih meningkat.

Yang kedua, aspek redistribusi. Tanah masyarakat diberikan kepada yang belum punya tanah. Dalam kantor ini kita punya kewenangan yaitu tanah terlantar, kebun-kebun, HGU yang terlantar yang tidak kepakai, kita bagikan ke rakyat. Kemudian, misalnya, transmigrasi yang sudah diberikan dulu tapi gak ada dokumen, kita dokumentasikan, kita berikan kepada rakyat.

Komponen ketiga yang sudah ada Peraturan Presiden, yaitu pelepasan kawasan hutan. Banyak orang tinggal di kawasan hutan, warga di situ, mungkin, masyarakat sudah ada di situ dulu. Kemudian ditetapkan sebagai kawasan hutan.

Karena namanya status kawasan hutan kita tidak bisa sertifikatkan. Nah, begitu dilepaskan oleh KLHK, kawasan hutan itu kita bisa gunakan dan sertifikatkan dan diberikan pada rakyat.

Soal pemindahan ibu kota, seberapa serius wacana pemerintah itu untuk direalisasikan?
Kalau kita bicara wacana sudah sejak Bung Karno dulu, pergi ke Kalimantan Tengah bahwa nanti di sini diharapkan nantinya jadi ibu kota republik. Lalu beliau bikin prasasti, bikin ibu kota provinsi Kalimantan Tengah dan diharapkan menjadi ibu kota Republik. Itu tahun 1957. Tapi kan tidak ada realisasi.

Kemudian tahun 1960, krisis politik. Kemudian zaman Pak Harto (Presiden kedua RI Soeharto) menjelang akhir tahun 1990-an, Pak Harto juga melihat bahwa Jakarta sudah gak bisa menampung menjadi kota bisnis dan kota pemerintah. Maka Pak Harto berencana memindahkan ke Jonggol.

Memindahkan seperti Malaysia, dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya. Dari Jakarta ke Jonggol, sehingga terjadi spekulasi tanah di Jonggol yang luar biasa. Tapi kemudian saya gak tahu berapa serius Pak Harto waktu itu, tapi kita tahu 1998 terjadi krisis. Pak Harto turun ide itu hilang.

Kemudian Pak Jokowi merasakan betul dan secara objektif kita perlu memindahakan ibu kota. Maka sejak dua tahun lalu waktu saya masih awal di Bappenas, Presiden sudah berbicara pada rapat kabinet terbatas tentang wacana memindahkan ibu kota.

Suruh cari tanah di mana ada potensi, cari alternatif di beberapa tempat. Nah, tapi kemudian waktu itu hanya mencari informasi tanahnya statusnya siapa, tanahnya dikuasai oleh siapa, ancaman banjir, gempa, topografi, dan sebagainya.

Sekarang Pak Jokowi, habis pilpres rapat menghidupkan kembali rencana pemindahan ibu kota. Nah, kemarin kemudian Pak Jokowi memanggil rapat kabinet dan membuka ke publik, sebelumnya kan wacana di kalangan pemerintah aja.

Kemudian Pak Jokowi pergi ke Kaltim dan Kalteng untuk melihat lapangan, punya feeling. Saya ikut dan Menteri PPN/Kepala Bappenas ikut. Karena ada pepatah Inggris mengatakan "Seeing is Believing".

Walaupun di peta dengan Google tapi kalau lihat di lapangan lain. Anda tanya pada saya kata dia, serius sekali. Misalnya dilantik periode kedua, mudah-mudahan akhir periode ke dua nanti ibu kota sudah pindah walaupun kementerian belum semua pindah.
Menteri ATR Beberkan Reforma Agraria & Pemindahan Ibu Kota RIFoto: Infografis/Pemindahan Ibu Kota/Edward Ricardo

Dari beberapa kriteria dan dikaji dua tahun ke belakang, apakah sudah mengerucut ke Kalimantan atau ada beberapa lokasi juga?
Paling sedikit ada empat potensi lokasi, tiga di Kalimantan dan satu di Sulawesi, tapi sekarang belum ada keputusan. Nanti jika sudah diputuskan Presiden akan di komunikasikan kepada DPR. Karena ini kan bukan hanya pekerjaan pemerintah saja, tapi semua stake holder termasuk masyarakat disosialisasikan menjadi wacana publik.

Kenapa kita pindah? Banyak sekali alasan. Negara besar seperti ini. Jakarta yang sudah tumbuh besar ini nanti akan banyak bebannya, dengan masalah banjir, traffic, sumber air bersih, macam-macam. Kalau misalnya ada aktivitas yang cukup besar bisa pindah di Jakarta akan mengurangi tekanan.

Kemudian lihat dari segi biasanya sebenernya nggak mahal-mahal amat. Kemudian di mana? Tunggu dulu dari pada kamu coba spekulasi tanah. Saya sampaikan ke masyarakat jangan spekulasi tanah karena rugi, karena Presiden belum memutuskan apa-apa.


Kesiapan lahan bagaimana?
Kita sudah identifikasi, tentu persyaratan lahanya yang dikatakan kebencanaan minimum tidak banjir, tidak terjadi kebakaran hutan, aspek bencana minimum, ada fasilitas utama, apakah bandara apakah lain.


Status tanah negara semua bisa dipastikan?
Sebagian tanah negara.


Tapi pasti masih ada tanah masyarakat kan?
Ada tentu, karena kita tidak bisa tanah negara sepenuhnya. Kecuali mungkin di tengah pulau Papua sana. Itu juga masih punya masalah dengan tanah ulayat masyarakat.


Kalau tanah masyarakat tadi bagaimana proses pengadaan tanahnya?
Nanti kalau sudah di putuskan kita akan lihat mana yang diperlukan untuk kawasan ibu kota. Kan tidak semua diperlukan. Perlu mungkin antara berapa puluh ribu sampai dengan berapa ratus ribu hektare. Kalau bisa tanah negara yang paling bagus sehingga biayanya tidak begitu mahal.

Kalau tanah masyarakat tentu ada proses nanti, proses pengadaan. Tapi begitu kita putuskan kita akan freeze nanti tidak ada transaksi. Kalau ada transaksi mesti ke otorita atau badan milik negara.


Kalau tanah milik negara ada syaratnya. Misalnya di luar kawasan hutan seperti Bukit Soeharto misalnya?
Kawasan hutan macam macam klasifikasi. Kalau tanaman nasional tentu mesti dijaga di-preserve bahkan di jaga lebih baik. Tapi ada kawasan hutan yang bisa dikonversi, kawasan hutan produksi yang bisa dikonversi.

Ya itukan kebijakan pemerintah aja dengan sebuah surat keputusan Menteri LHK statusnya berubah. Kecuali misalnya itu tadi taman nasional, tapi barangkali taman nasional kalau kita lihat dari segi fit for purpose itu juga bisa ditukar, harusnya kan begitu. Value-nya besar sekali. Kalau taman nasional kan value lingkungannya di mana value lingkungan paling tinggi kita selamatkan sebagai taman nasional.


Kalau pengadaan tanah nanti untuk masyarakat berapa lama? Karena 2020 kan sudah bisa dimulai konstruksi infrastruktur?
Pengalaman kita sudah bebaskan tol di Jawa, Sumatera gak ada masalah sekarang. Tidak seperti dulu kalau bebaskan tanah nanti sekian meter, sekian hektare. Sekarang itu jalan Bakauheni sampai ke Palembang kita bebaskan tanah dalam tempo beberapa bulan saja. Tol dari Jakarta ke Probolinggo itu bisa kita selesaikan sekarang. Cukup efektif pemerintahan ini.


Artinya masih memungkinkan kalau 2020 sudah bisa mulai bangun infrastruktur?
Mungkin, tinggal keputusan, tentu tidak dibangun seluruhnya seperti Bandung Bondowoso, membangun sim salabim jadi. Bangun pelan-pelan tapi kalau misalnya untuk ibu kota negara apa yang paling penting dulu.


Kalau keputusan lokasi sudah bisa dipastikan tahun ini?
Mudah-mudahan itu nanti keputusan Presiden.
Menteri ATR Beberkan Reforma Agraria & Pemindahan Ibu Kota RIFoto: Infografis/Jokowi blusukan mencari Calon Ibu Kota BaruArie Pratama

Terkait desain tata ruang apakah ini salah satu tugas Kementerian ATR/BPN?
Tata ruang kan ada dua, yakni RTRW dengan RDTR. Tapi kalau kota nanti lebih kepada urban planner yang menentukan.


Dari Kementerian ATR/BPN sudah ada desain tata ruangnya?
Belum. Kita baru cek lokasi, aspek aman, aspek topografi, macam-macam. Sudah ada sebagai input. Tapi nanti kalau diputuskan ini tanah tinggal diserahkan kepada urban planner, untuk merencanakan kota yang bagus.

Sehingga tidak lagi seperti kota-kota yang selama ini ada, kota kecil yang menjadi besar. Jalannya kecil-kecil, kotanya menjadi besar, akhirnya macet dimana-mana. Tapi ibu kota baru nanti, kota from scratch dibangun sebuah kota metropolitan baru. Mungkin nanti boulevard-nya bisa luasnya 100 meter kemudian bisa parade di sana, di daerah yang scratch semua bisa lebih mudah.


Kira-kira zonanya akan ada zona pemerintahan atau lebih detail?
Pasti. Saya bukan ahli tata ruang dan bukan ahli urban planner. Nanti urban planner yang akan menentukan itu.


Nasib Jakarta nanti seperti apa apabila ibu kota dipindahkan?
Nanti Jakarta ini jadi kota bisnis. Tanpa dipindahkan ibu kota beban Jakarta akan semakin besar. Tapi begitu dipindah ibu kota bikin universitas yang bagus sekolah yang bagus kemudian orang tidak semua harus datang ke Jakarta.

Kalau ibu kota bukan di Jakarta, barangkali saya tidak datang ke Jakarta. Dan begitu berapa banyak orang datang ke Jakarta dan jadi orang Jakarta. Berapa orang seperti saya? Begitu ada ibu kota entah dimana ada generasi anak-anak kita mau mengadu nasib di ibu kota mereka tidak pergi ke Jakarta sehingga terjadi redistribusi populasi dan distribusi perumbuhan ekonomi. Dan mudah-mudahan beban Jakarta tidak sebesar ini.

Tapi Jakarta akan tetap menjadi kota terbesar di republik. Banyak contoh misalnya, di Amerika Serikat ada New York sebagai kota bisnis, Washington pemerintahan. Di Australia, Sidney, Melbourne sebagai kota bisnis, Canberra sebagai pemerintahan.


Artinya akan ada perubahan tata ruang yang tadinya kawasan pemerintahan?
Pasti. Nantinya gedung pemerintah nanti mungkin akan jadi TOD (transit oriented development). Nanti ini kan bisa di-swap. Tukar tambah. Jual ini bisa bangun di sana. Seperti di Malaysia aset pemerintahan dijual ke swasta dan dikembangkan di Putra Jaya.


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular