
Anna Haotanto, Kerja Keras Sejak Usia 21 Jadi Miliuner di 30
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
20 March 2018 15:59

Jakarta, CNBC Indonesia- Jika di Indonesia ada Merry Riana yang dikenal sebagai wanita satu juta dolar, Singapura punya Anna Haotanto yang sama sama menjadi miliuner di usia muda.
Anna Haotanto berusia 21 tahun ketika ia pertama kali menentukan tujuan keuangan utamanya, yaitu membeli rumah untuk orangtuanya sebelum ia berusia 30 tahun.
Haotanto menyerahkan seperangkat kunci rumah baru ke orangtuanya di usia 28 tahun, dan seiring dengan bertambahnya usia ia resmi menjadi miliuner. Haotanto bukanlah pendiri perusahaan rintisan (startup) teknologi senilai jutaan dolar, juga tidak tumbuh besar di keluarga super kaya.
Faktanya justru bertolak belakang. Saat ia remaja, keluarganya menanggung beban ribuan dolar utang kartu kredit dan meningkatnya biaya sewa apartemen mereka di Singapura setelah Krisis Keuangan Asia tahun 1997 yang menyebabkan bisnis tekstil orangtuanya gagal.
Namun bagi Haotanto, kejadian itu adalah pengalaman yang mendorongnya untuk menghindari perangkap yang sama. "Jika Anda tidak lahir dengan hak istimewa, Anda selalu khawatir kehilangan," kata Haotanto kepada CNBC Make It.
"Saya ingin memastikan dapat memahami dengan tepat cara mengelola uang."
Setelah menyelesaikan SMA, Haotanto masuk ke Singapore Management University untuk belajar keuangan, mengambil sebanyak mungkin kelas tambahan yang dia bisa. Dia pun mulai bekerja sebagai manajer pengelola kekayaan dan mencari tahu kerangka waktu untuk membayar utang keluarganya dan membeli sebuah rumah.
"Saya duduk di umur 21 tahun dan memberi waktu sembilan tahun ke diri sendiri untuk mendapatkan sekitar 600.000 [dolar Singapura, atau senilai Rp 6,2 miliar]," kata Haotanto, dengan memperhitungkan tingginya biaya hidup di negara termahal di dunia ini.
Selama sembilan tahun tersebut, dia melakukan beberapa pekerjaan dan menggunakan pengetahuan keuangannya untuk berinvestasi di pasar saham. Ia memulai dengan saham small-cap Singapura sebelum membeli ekuitas Amerika Serikat (AS) yang jatuh pasca krisis keuangan tahun 2008.
Namun, ia juga mempraktikkan gaya hidup hemat. Ia menghindari apa yang disebutnya sebagai "mental café", yang menurutnya adalah kesalahan umum para milenial dan dapat memicu pengeluaran yang sembrono. Ia justru membatasi pengeluarannya hanya menjadi 100 dolar Singapura per minggu dan satu liburan per tahun.
"Saya tidak akan mengatakan bahwa saya berjuang, saya hanya bekerja dengan anggaran. Saat saya memulainya, hal itu menjadi semacam obsesi," kata Haotanto.
Di usia 30 tahun, Haotanto telah menjadikan dirinya sendiri miliuner menurut dolar Amerika dan memutuskan menggunakan pengalamannya untuk membantu orang lain menjadi lebih sadar keuangan.
Pada tahun 2015, dia mendirikan kanal penasehat keuangan bernama The New Savvy yang ditargetkan untuk para perempuan Asia, yang menurut Haotanto kurang dilayani secara signifikan oleh otlet tradisional.
"Untuk waktu yang lama perempuan, khususnya di Asia, selalu dikondisikan untuk berpikir mereka tidak cukup baik berurusan dengan uang. Saya ingin mengubahnya," kata Haotanto.
Kanal itu menyediakan rangkaian program e-learning atau pembelajaran elektronik, artikel dan acara untuk membantu pengguna memahami cara mengembangkan uangnya.
"Banyak orang tidak punya tujuan keuangan. Mereka tidak perlu menjadi besar, tetapi perlu tahu ke mana tujuannya," kata Haotanto.
Dia merekomendasikan membuat daftar target yang ingin diraih dan mengalokasikan kerangka waktu untuk setiap targetnya, sebelum mencari strategi investasi apa yang akan digunakan.
"Pahami apa yang Anda inginkan dan kapan ingin mencapainya adalah motivator yang besar. Itulah yang bantu mendorong saya di usia 21 tahun."
(gus/gus) Next Article Modal Rp 2,9 Juta Jadi Rp 14 M, Pria Ini Tajir Lewat Celana!
Anna Haotanto berusia 21 tahun ketika ia pertama kali menentukan tujuan keuangan utamanya, yaitu membeli rumah untuk orangtuanya sebelum ia berusia 30 tahun.
Haotanto menyerahkan seperangkat kunci rumah baru ke orangtuanya di usia 28 tahun, dan seiring dengan bertambahnya usia ia resmi menjadi miliuner. Haotanto bukanlah pendiri perusahaan rintisan (startup) teknologi senilai jutaan dolar, juga tidak tumbuh besar di keluarga super kaya.
Namun bagi Haotanto, kejadian itu adalah pengalaman yang mendorongnya untuk menghindari perangkap yang sama. "Jika Anda tidak lahir dengan hak istimewa, Anda selalu khawatir kehilangan," kata Haotanto kepada CNBC Make It.
"Saya ingin memastikan dapat memahami dengan tepat cara mengelola uang."
Setelah menyelesaikan SMA, Haotanto masuk ke Singapore Management University untuk belajar keuangan, mengambil sebanyak mungkin kelas tambahan yang dia bisa. Dia pun mulai bekerja sebagai manajer pengelola kekayaan dan mencari tahu kerangka waktu untuk membayar utang keluarganya dan membeli sebuah rumah.
"Saya duduk di umur 21 tahun dan memberi waktu sembilan tahun ke diri sendiri untuk mendapatkan sekitar 600.000 [dolar Singapura, atau senilai Rp 6,2 miliar]," kata Haotanto, dengan memperhitungkan tingginya biaya hidup di negara termahal di dunia ini.
Selama sembilan tahun tersebut, dia melakukan beberapa pekerjaan dan menggunakan pengetahuan keuangannya untuk berinvestasi di pasar saham. Ia memulai dengan saham small-cap Singapura sebelum membeli ekuitas Amerika Serikat (AS) yang jatuh pasca krisis keuangan tahun 2008.
Namun, ia juga mempraktikkan gaya hidup hemat. Ia menghindari apa yang disebutnya sebagai "mental café", yang menurutnya adalah kesalahan umum para milenial dan dapat memicu pengeluaran yang sembrono. Ia justru membatasi pengeluarannya hanya menjadi 100 dolar Singapura per minggu dan satu liburan per tahun.
"Saya tidak akan mengatakan bahwa saya berjuang, saya hanya bekerja dengan anggaran. Saat saya memulainya, hal itu menjadi semacam obsesi," kata Haotanto.
Di usia 30 tahun, Haotanto telah menjadikan dirinya sendiri miliuner menurut dolar Amerika dan memutuskan menggunakan pengalamannya untuk membantu orang lain menjadi lebih sadar keuangan.
Pada tahun 2015, dia mendirikan kanal penasehat keuangan bernama The New Savvy yang ditargetkan untuk para perempuan Asia, yang menurut Haotanto kurang dilayani secara signifikan oleh otlet tradisional.
"Untuk waktu yang lama perempuan, khususnya di Asia, selalu dikondisikan untuk berpikir mereka tidak cukup baik berurusan dengan uang. Saya ingin mengubahnya," kata Haotanto.
Kanal itu menyediakan rangkaian program e-learning atau pembelajaran elektronik, artikel dan acara untuk membantu pengguna memahami cara mengembangkan uangnya.
"Banyak orang tidak punya tujuan keuangan. Mereka tidak perlu menjadi besar, tetapi perlu tahu ke mana tujuannya," kata Haotanto.
Dia merekomendasikan membuat daftar target yang ingin diraih dan mengalokasikan kerangka waktu untuk setiap targetnya, sebelum mencari strategi investasi apa yang akan digunakan.
"Pahami apa yang Anda inginkan dan kapan ingin mencapainya adalah motivator yang besar. Itulah yang bantu mendorong saya di usia 21 tahun."
(gus/gus) Next Article Modal Rp 2,9 Juta Jadi Rp 14 M, Pria Ini Tajir Lewat Celana!
Most Popular