
Fintech
Lagi, Debt Collector Fintech Teror Nasabah
Ranny Virginia Utami, CNBC Indonesia
06 November 2018 15:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Baru-baru ini ranah media sosial kembali diramaikan dengan tindakan tidak terpuji dari debt collector (penagih utang) fintech peer-to-peer (P2P) lending.
Penindasan tersebut bervariasi, mulai dari teror melalui telepon, disambangi ke rumah atau kantor, bahkan hingga menghubungi rekan/kerabat konsumen.
Salah satunya adalah YP (32 tahun) yang berprofesi sebagai teknisi AC. Pria yang berdomisili di Tangerang ini mengaku mendapat perlakuan tidak nyaman dari penagih pinjaman online.
"Mereka pernah mengancam saya lewat WhatsApp mau bawa polisi. Saya dibilang penipu. Bahkan mereka pernah membawa sampai 4 orang ke kantor saya," kata YP kepada CNBC Indonesia, Selasa (6/11/2018).
Tak hanya itu saja, YP juga membenarkan jika tanpa sepengetahuannya, pihak penagih memiliki seluruh kontak yang ada di ponselnya.
"Ada yang SMS ke semua nomor yang ada di kontak handphone saya, mereka SMS seakan-akan saya kabur dan mereka minta tolong kalau ketemu saya, tolong kasih tahu mereka," ujarnya.
YP mengaku memilih pinjaman online sebagai pilihan pendanaan cepat lantaran memiliki kebutuhan pribadi yang mendesak.
"Saat itu istri saya sakit, ada benjolan di bagian kepala belakangnya dan karena saya butuh uang yang tak sedikit, akhirnya saya meminjam ke aplikasi (pinjaman online)," katanya.
Alhasil, ia pun meminjam di sejumlah aplikasi pinjaman online di antaranya Pinjam Gampang, Rupiah Cepat dan Pintu Barat.
Senasib sebagai pengguna Rupiah Cepat, DN (26 tahun) juga mengalami hal serupa terkait pinjaman online. Perempuan yang berdomisili di Bandung ini mengaku mendapat teror dari penagih yang juga menghubungi sejumlah kontak di ponselnya.
"Setiap aplikasi kan ada nomor darurat yang kita kasih dan mereka di awal perjanjian memang tidak akan menyebar data kita. Tapi ternyata mereka itu dari awal sudah mengcopy semua data yang ada di hp," kata DN.
Sejauh ini, perempuan yang bekerja sebagai marketing di salah satu bank swasta ini mengaku tak pernah bermasalah dalam pelunasan tagihan pinjaman online. Namun, dikarenakan dirinya sedang sakit, ia pun meminta agar proses pelunasan sedikit mundur dari waktu jatuh tempo.
"Mereka tidak mau dengar bahkan sampai telepon terus-menerus. [...] Dia WhatsApp ke kontak tante saya padahal itu bukan dari nomer darurat yang saya kasih," katanya.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta baru-baru ini membuka pos pengaduan bagi peminjam online karena maraknya kasus cara penagihan pinjaman yang melanggar hukum serta HAM. Pos pengaduan ini dibuka per 4 November kemarin hingga 25 November mendatang.
Berdasarkan data LBH, sejak Mei lalu ada 283 korban pinjaman online dengan berbagai bentuk pelanggaran hukum yang tercatat di pos pengaduan LBH.
(roy) Next Article Debt Collector Fintech Disertifikasi, Jamin Tak Kebablasan?
Penindasan tersebut bervariasi, mulai dari teror melalui telepon, disambangi ke rumah atau kantor, bahkan hingga menghubungi rekan/kerabat konsumen.
Salah satunya adalah YP (32 tahun) yang berprofesi sebagai teknisi AC. Pria yang berdomisili di Tangerang ini mengaku mendapat perlakuan tidak nyaman dari penagih pinjaman online.
Tak hanya itu saja, YP juga membenarkan jika tanpa sepengetahuannya, pihak penagih memiliki seluruh kontak yang ada di ponselnya.
"Ada yang SMS ke semua nomor yang ada di kontak handphone saya, mereka SMS seakan-akan saya kabur dan mereka minta tolong kalau ketemu saya, tolong kasih tahu mereka," ujarnya.
"Saat itu istri saya sakit, ada benjolan di bagian kepala belakangnya dan karena saya butuh uang yang tak sedikit, akhirnya saya meminjam ke aplikasi (pinjaman online)," katanya.
Alhasil, ia pun meminjam di sejumlah aplikasi pinjaman online di antaranya Pinjam Gampang, Rupiah Cepat dan Pintu Barat.
Senasib sebagai pengguna Rupiah Cepat, DN (26 tahun) juga mengalami hal serupa terkait pinjaman online. Perempuan yang berdomisili di Bandung ini mengaku mendapat teror dari penagih yang juga menghubungi sejumlah kontak di ponselnya.
"Setiap aplikasi kan ada nomor darurat yang kita kasih dan mereka di awal perjanjian memang tidak akan menyebar data kita. Tapi ternyata mereka itu dari awal sudah mengcopy semua data yang ada di hp," kata DN.
Sejauh ini, perempuan yang bekerja sebagai marketing di salah satu bank swasta ini mengaku tak pernah bermasalah dalam pelunasan tagihan pinjaman online. Namun, dikarenakan dirinya sedang sakit, ia pun meminta agar proses pelunasan sedikit mundur dari waktu jatuh tempo.
"Mereka tidak mau dengar bahkan sampai telepon terus-menerus. [...] Dia WhatsApp ke kontak tante saya padahal itu bukan dari nomer darurat yang saya kasih," katanya.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta baru-baru ini membuka pos pengaduan bagi peminjam online karena maraknya kasus cara penagihan pinjaman yang melanggar hukum serta HAM. Pos pengaduan ini dibuka per 4 November kemarin hingga 25 November mendatang.
Berdasarkan data LBH, sejak Mei lalu ada 283 korban pinjaman online dengan berbagai bentuk pelanggaran hukum yang tercatat di pos pengaduan LBH.
(roy) Next Article Debt Collector Fintech Disertifikasi, Jamin Tak Kebablasan?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular