Fintech

Fintech Rentenir Kembali Membahana, Penagihan Tak Beradab

Tech - Ranny Virginia Utami, CNBC Indonesia
10 November 2018 16:54
Debt collector fintech bertindak tidak beradab dan pencurian data nasabah kembali terjadi. Foto: Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Kemudahan dan kecepatan dalam memperoleh uang jadi alasan kenapa layanan jasa pinjaman online atau peer-to-peer (P2P) lending ini semakin berkembang pesat di Indonesia.

Banyak masyarakat memanfaatkan layanan berbasis teknologi (Financial Technology/Fintech) ini untuk memenuhi kebutuhan mendesak. Tetapi sering kali ini menjadi masalah bila debt collector fintech sudah beraksi.

Beberapa debt collector bisa melakukan tindakan dari teror melalui telepon, disambangi ke rumah atau kantor, bahkan hingga menghubungi rekan/kerabat konsumen.

Salah satunya adalah YP (32 tahun) yang berprofesi sebagai teknisi AC. Pria yang berdomisili di Tangerang ini mengaku mendapat perlakuan tidak nyaman dari penagih pinjaman online.

"Mereka pernah mengancam saya lewat WhatsApp mau bawa polisi. Saya dibilang penipu. Bahkan mereka pernah membawa sampai 4 orang ke kantor saya," kata YP kepada CNBC Indonesia, Selasa (6/11/2018).

Tak hanya itu saja, YP juga membenarkan jika tanpa sepengetahuannya, pihak penagih memiliki seluruh kontak yang ada di ponselnya.

"Ada yang SMS ke semua nomor yang ada di kontak handphone saya, mereka SMS seakan-akan saya kabur dan mereka minta tolong kalau ketemu saya, tolong kasih tahu mereka," ujarnya. 

YP mengaku memilih pinjaman online sebagai pilihan pendanaan cepat lantaran memiliki kebutuhan pribadi yang mendesak. YP pun menanggung bunga pinjaman yang cukup tinggi dan mencekik leher.

"Saat itu istri saya sakit, ada benjolan di bagian kepala belakangnya dan karena saya butuh uang yang tak sedikit, akhirnya saya meminjam ke aplikasi (pinjaman online)," katanya.

Alhasil, ia pun meminjam di sejumlah aplikasi pinjaman online di antaranya Pinjam Gampang, Rupiah Cepat dan Pintu Barat.


Senasib sebagai pengguna Rupiah Cepat, DN (26 tahun) juga mengalami hal serupa terkait pinjaman online. Perempuan yang berdomisili di Bandung ini mengaku mendapat teror dari penagih yang juga menghubungi sejumlah kontak di ponselnya.

"Setiap aplikasi kan ada nomor darurat yang kita kasih dan mereka di awal perjanjian memang tidak akan menyebar data kita. Tapi ternyata mereka itu dari awal sudah mengcopy semua data yang ada di hp," kata DN.

Sejauh ini, perempuan yang bekerja sebagai marketing di salah satu bank swasta ini mengaku tak pernah bermasalah dalam pelunasan tagihan pinjaman online. Namun, dikarenakan dirinya sedang sakit, ia pun meminta agar proses pelunasan sedikit mundur dari waktu jatuh tempo.

"Mereka tidak mau dengar bahkan sampai telepon terus-menerus. [...] Dia WhatsApp ke kontak tante saya padahal itu bukan dari nomer darurat yang saya kasih," katanya.


Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta baru-baru ini membuka pos pengaduan bagi peminjam online karena maraknya kasus cara penagihan pinjaman yang melanggar hukum serta HAM. Pos pengaduan ini dibuka per 4 November kemarin hingga 25 November mendatang.

erdasarkan data Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, ada 283 korban pinjaman online dengan berbagai bentuk pelanggaran hukum yang melapor sejak Mei lalu. Pelanggaran tersebut mulai dari cara penagihan yang tidak beradab hingga penyalahgunaan data pribadi.

Pengacara Publik LBH Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirait mengungkapkan kepada CNBC Indonesia bahwa hingga saat ini belum ada tindakan tegas dari pemerintah untuk menanggulangi permasalahan pinjaman online yang semakin marak di Indonesia.

"Ada yang sudah melakukan pengaduan resmi  bahkan ada tanda bukti pengaduannya, tapi tidak ada tindak lanjut dari OJK. Ada juga yang sudah melaporkan terkait tindak pidana yang mereka alami ketika proses penagihan ke Polda Metro Jaya, ada bukti Laporan Polisinya, tapi tidak ada tindak lanjut," kata Jeanny, Jumat (9/11/2018).


"Ada aturan tapi sistemnya tidak berjalan. Sudah aturannya bolong karena hanya mengatur aplikasi pinjaman online terdaftar, itu juga dengan sanksi yang sangat ringan, sanksi administratif dengan menutup aplikasi yang bisa juga dibuat lagi aplikasi baru, tinggal ganti nama saja."

Artikel Selanjutnya

Marak Debt Collector Tak Manusiawi, AFPI: Itu Fintech Ilegal


(roy)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading