Gerah Terima Aduan Debt Collector, OJK Perketat Izin Fintech

Ranny Virginia Utami, CNBC Indonesia
21 October 2018 08:15
Gerah sering terima aduan soal bunga mencekik dan penagihan debt collector sadis, OJK perketat izin Fintech
Foto: Diskusi Fintech (CNBC Indonesia/Donald Banjarnahor)
Bogor, CNBC Indonesia- Maraknya kasus nasabah perusahaan jasa keuangan berbasis teknologi atau Financial Technology (Fintech) yang dikejar penagih hutang (debt collector) cukup membuat gerah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pasalnya, selaku lembaga negara, OJK dianggap kurang kompeten untuk mengawasi keseluruhan sektor jasa keuangan yang ada di Indonesia.

Menurut Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Financial Technology OJK Hendrikus Passagi, kemunculan kasus-kasus seperti ini disebabkan oleh ulah perusahaan Fintech Peer to Peer (P2P) lending yang tidak terdaftar dan berizin di OJK.

[Gambas:Video CNBC]

"Boleh saya sampaikan apa yang diteriak-teriakkan kemarin itu adalah korban dari Fintech liar yang bukan yurisdiksi saya," kata Hendrikus saat pemaparan di Hotel Ibis Styles Bogor Raya, Jumat (19/10/2018).

Lebih lanjut Hendrikus menjelaskan ada sejumlah batasan kewenangan yang diatur dalam OJK demi melindungi dua pihak di perusahaan Fintech P2P lending. Aturan ini di antaranya adalah melarang pencurian database atau gambar-gambar dari akun pemberi pinjaman dan melarang penagihan dengan cara yang dianggap tidak manusiawi.



"Apabila mereka menunjuk pihak ketiga untuk menagih, itu harus dilaporkan ke OJK dan nanti akan kami akses layak atau tidak kerjasama ini," imbuhnya.

Selain aturan batasan kewenangan yang ditentukan, ada dua istilah yang juga menjadi indikator penting bagi OJK dalam melakukan pengawasan, yaitu perilaku pasar (market conduct) dan peraturan kehati-hatian (prudential regulation).

Hendrikus mengilustrasikan jika perilaku pasar ini masuk ke Indonesia, maka kemungkinan besar kondisi industri jasa keuangan negara akan bernasib sama seperti China, di mana semua pelaku industri Fintech P2P mengatur dirinya sendiri sehingga memunculkan risiko penipuan dana.

"Penipuan dana memang tidak bisa diselesaikan dengan market conduct, harus dengan prudential regulation," kata Hendrikus.

Melihat dua indikator di atas, OJK pun mengantisipasinya dengan memberlakukan persyaratan yang lebih ketat bagi para perusahaan Fintech P2P lending yang ingin beroperasi di Indonesia. Salah satunya adalah dengan meminta Standar Operasional Prosedur (SOP) yang mencakup bidang kelembagaan, pengelolaan bisnis dan risiko, pengelolaan platform dan risiko, perlindungan konsumen dan penanganan kepentingan nasional

"Ini yang sebenarnya membuat proses perizinan di OJK terkesan lambat. Jadi, ketika kami mau memberi perizinan, kami minta setidaknya ada 29 SOP," kata Hendrikus.

Selain itu, OJK juga berencana dalam dua bulan terakhir ini untuk mulai mengedepankan akses pengawasan terhadap perusahaan Fintech P2P lending secara langsung setiap saat, mulai dari jumlah setoran pinjaman, jumlah yang telah dipinjam dan jumlah yang belum dikembalikan.

Hendrikus berdalih jika hal ini diterapkan dengan baik dan rutin, maka kasus seperti penipuan dana atau penagihan yang tidak sesuai norma kemanusiaan dapat segera dihindari.

"Kalau kami bisa melihat ini, jika nanti ada kecelakaan, ya hanya kecelakaan satu hari itu saja yang terjadi. Kalau kami tahu 6 bulan kemudian, ya meledak kecelakaannya," imbuh Hendrikus.

Sejauh ini, berdasarkan data OJK per Oktober 2018, ada total 73 perusahaan Fintech P2P lending di Indonesia, di antaranya satu yang sudah berizin dan sisanya berstatus terdaftar.

Status berizin di sini, kata Hendrikus, adalah yang memiliki kewenangan beroperasi permanen. Sementara untuk yang berstatus terdaftar adalah yang memiliki kewenangan beroperasi berjangka hanya satu tahun.

"Jadi, sebelum jatuh masa registrasi setahun, mereka harus mengajukan perizinan. Bahasa hukumnya, jadi perusahaan Fintech terdaftar tapi sedang mengajukan perizinan. Kalau tidak mengajukan, maka tanda terdaftar gugur dengan sendirinya," ujarnya.

Perlu diketahui, saat ini dari 72 perusahaan Fintech terdaftar, ada 17 perusahaan yang sudah mengajukan perizinan baru dan menunggu kesiapan perusahaaan untuk proses pengujian dari OJK. Setelah proses pengujian selesai, batas waktu pengumuman perizinan baru akan didapat dalam tempo dua hari.
(gus) Next Article Pengumuman, OJK Setop Pendaftaran Fintech Pinjol Baru

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular