Sejak 2018, Lebih dari 3.000 Fintech Ilegal Ditindak OJK

Rahajeng KH, CNBC Indonesia
21 June 2021 11:39
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank, Anggota Dewan Komisioner OJK Riswinandi . (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank, Anggota Dewan Komisioner OJK Riswinandi . (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menindak lebih dari 3.193 fintech ilegal sejak 2018, dan terus akan melakukan penyisiran serta penindakan. Keberadaan fintech ilegal terutama P2P, meresahkan masyarakat dengan bunga pinjaman tinggi dan penagihan yang tidak sesuai ketentuan. OJK pun mengakui kehadiran fintech ilegal masih menjadi pekerjaan rumah regulator.

"OJK bersama-sama aparat penegakan hukum dan Kementerian Lembaga yang tergabung dalam Satgas Waspada Investasi (SWI) terus melakukan penyisiran dan penindakan terhadap Fintech illegal," kata Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK, Riswinandi, dalam Fintech Week yang diselenggarakan CNBC Indonesia, Senin (21/06/2021).

Memberantas Fintech ilegal menjadi hal yang penting, karena kehadiran Fintech saat ini menjadi salah satu kunci untuk pertumbuhan ekonomi nasional, terutama saat mobilitas masyarakat terbatas.  Riswinandi mengatakan Fintech juga membangun sebuah jembatan penghubung antara masyarakat sebagai user dengan layanan keuangan serta membantu mengurai rantai distribusi ekonomi yang panjang serta memperbesar akses layanan keuangan kepada masyarakat, terutama sektor informal produktif atau UMKM.

"Kami melihat bahwa Fintech & Start Up lokal sangat memiliki peluang besar untuk melakukan penetrasi ke pasar regional kita. Mengingat, Indonesia bisa dikatakan sebagai salah satu pemain penting dalam perkembangan Fintech di kawasan ASEAN," kata dia.

Sejak 2016, setelah ada regulasi mengenai Fintech di Indonesia hadir, telah ada 60 Fintech P2P yang statusnya terdaftar di OJK serta 65 yang telah memiliki status berizin. Riswinandi mengatakan pertumbuhan fintech dalam lima tahun terakhir pun sangat cepat, baik P2P, sektor perbankan yakni digital banking atau Neo Bank, hingga di Pasar Modal seperti equity/security crowdfunding serta. Selain itu adapula berbagai platform penjualan instrumen pasar modal, dan di IKNB di bidang yang berada di bawah pengawasan kami ada InsurTech (Insurance Technology).

"Khusus Fintech P2P lending ini memiliki keunggulan dalam hal dukungan teknologi serta mampu melakukan akuisisi pelanggan secara cepat, tanpa tatap muka dan mampu melakukan assessment risiko dengan dukungan teknologi mesin cerdas buatan atau artificial intelligence (AI)," ujar Riswinandi.

Namun teknologi saja menurutnya tidak cukup menjadi satu-satunya modal fintech untuk berkembang. Dia menambahkan saat ini OJK tengah melakukan moratorium pada pendaftaran Fintech untuk memastikan fintech yang ada bisa bertahan dan berkembang dengan baik.

Riswinandi mengatakan bisnis Fintech Lending pun memiliki risiko yang tinggi, dan masih banyak pelaku P2P yang kesulitan generate laba, sehingga kondisi ini tengah menjadi evaluasi OJK.

"Teknologi saja tidak cukup kuat, perlu dukungan yang baik dari sisi SDM maupun pengalaman dari manajemen dan komitmen permodalan. Sampai saat ini Indonesia masih dikategorikan sebagai lucrative market dengan segala advantage baik itu populasi produktif kita," kata dia.


(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tambah 4 Lagi, OJK Sudah Beri Izin ke 41 Perusahaan Fintech

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular