Saat Xi Jinping Bikin Jack Ma & Pony Ma Cs Ketar-ketir

Novina Putri Bestari, CNBC Indonesia
24 August 2021 09:32
Upacara 100 Tahun Partaoi Komunis Tiongkok

Jakarta, CNBC Indonesia - Seperti tak kenal lelah pemerintah China di bawah presiden Xi Jinping melancarkan serangan bertubi-tubi pada perusahaan teknologi sejak beberapa waktu terakhir. Regular setempat tak pilih kasih bahkan bagi raksasa teknologi Alibaba milik Jack Ma dan Tencent yang didirikan Pony Ma.

Lalu apa yang mendasarinya? Ini bermula dari Presiden Xi Jinping ternyata memiliki fokus pada ketidaksetaraan sejak memimpin China tahun 2012. Misalnya pada 23 November 2015 dia merekomendasikan buku Capital in the Twenty First Century oleh Thomas Piketty seorang Ekonom asal Perancis.

Saat itu, buku Piketty soal ketidaksetaraan dibicarakan di seluruh dunia. Perhatian Xi Jinping atas hal ini juga membuat beberapa orang terkejut.

Sementara itu ledakan di bidang manufaktur dan teknologi memungkinkan sedikit orang di China mengumpulkan kekayaan dengan jumlah besar. Misalnya Pony Ma yang diperkirakan memiliki kekayaan US$ 43 miliar (Rp619,4 triliun) dan US$41 miliar (Rp590,5 triliun) yang dimiliki Jack Ma.

Namun situasi berubah saat pemerintah akhirnya melakukan serangan hampir tiap hari khususnya pada raksasa teknologi yang memiliki pengaruh melewati daratan Asia.

Tercatat sejak Februari, US$1 triliun hilang dari valuasi perusahaan China. Index Nasdaq Golden Dragon, yang melacak sekitar 250 perusahaan China terdaftar di New York, turun lebih 50% dari puncak pada Februari.

Dengan langkah berani Xi Jinping, semua investor bertanya apa lagi yang akan ada di depan? Nampaknya Xi Jinping akan memilih untuk negaranya bisa makmur bersama.

"Di bawah Mao Zedong, semua orang di China miskin. Di bawah Deng Xiaoping, orang-orang mengingat slogan 'menjadi kaya itu mulia', namun dia juga mengatakan pada akhirnya China harus mencapai kemakmuran besama," kata Yang Li, peneliti China di Paris School of Economics' World Inequality Lab, dilaporkan The Guardian dan dikutip CNBC Indonesia, Selasa (24/8/2021).

Dia menambahkan,"Sekarang China mencapai status berpenghasilan menengah, Xi (Jinping) berpikir ini waktunya untuk menyampaikan bagian terakhir dari mantra Deng Xiaoping: untuk mencapai kemakmuran bersama".

Namun strategi itu punya agenda lain. Yakni untuk menopang dukungan masyarakat pada partai agar punya kekuasaan yang berkelanjutan.

Dengan kekayaan berlimpah milik pendiri Alibaba dan Tencent itu, para ahli mengatakan keduanya dianggap jadi ancaman bagi Partai Komunis. Uang dianggap sebagai kekuatan yang muncul di dalam negeri dan membuat pengaruh di luar negeri.

Teknologi China diketahui membentuk dunia barat. Sebut saja Alibaba dalam perdagangan global. Sementara Tiktok untuk budaya populer dan Tencent dalam game online.

"Tindakan keras aturan baru-baru ini mengirim pesan mengerikan pada pebisnis China yang giat, yang kontribusinya pada ekonomi jauh lebih besar dari banyak perusahaan milik negara," kata Dexter Roberts, rekan senior di Pusat Strategi Dan Keamanan Scowcroft Dewan Atlantik.

Dia menambahkan tidak heran target pemerintah China adalah perusahaan teknologi. Sebab dirinya menyebut perusahaan tersebut jadi simbol kekayaan yang berlebihan.

"Para Ekonom China telah lama bertanya-tanya apakah sektor teknologi akan jadi langkah Xi selanjutnya dalam menangani distribusi kekayaan," kata Roberts. "Dalam hal ini tidak heran bahwa ini sekarang terjadi. Bagaimana pun perusahaan teknologi ini adalah simbol kekayaan yang berlebihan.

Desakan untuk memberi tekanan pada orang-orang kaya muncul beberapa waktu lalu. Dalam sebuah artikel di surat kabar Economic Daily, dua peneliti universitas terkemuka di provinsi Zhejiang meminta adanya peningkatan pajak bagi mereka yang memiliki enghasian tinggi.

Setelah pengumuman itu tak lama Tencent berjanji mengeluarkan dana 50 miliar yuan (Rp111 triliun) untuk bisa mencapai kemakmuran bersama bangsa.

Selain itu, aturan baru juga bermunculan dengan cepat. China telah mengesankan undang-undang privasi yang ketat dan dikatakan sejumlah analis mirip seperti Peraturan Perlindungan Data di Eropa.

Peristiwa baru-baru ini di sektor teknologi, menurut beberapa orang adalah saat pemerintah melakukan tugasnya. Pemerintah dianggap masih ingin mempromosikan pengembangan teknologi namun tetap ingin mencegah adanya penyalahgunaan.

"China masih ingin mempromosikan pengembangan teknologi, tapi pada saat bersamaan untuk mencegah penyalahgunaan kekuatan data oleh swasta dan keamanan nasional," kata dosen senior fakultas hukum transnasional Universitas Peking, Ma Ji.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular