Kuasai 51% Vaksin Corona, Negara Maju Gelontorkan Rp 420 T!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
18 November 2020 17:19
Vaksin China SinoVac
Foto: AP/Ng Han Guan

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebagai barang langka yang dibutuhkan umat manusia untuk kembali hidup normal, vaksin Covid-19 diburu oleh banyak negara terutama negara-negara maju. Aksi perburuan ini dinilai hanya akan menimbulkan ketimpangan dan ketidakadilan lantaran akses vaksin tidak bisa dinikmati secara merata oleh publik global.

Masalah menjadi semakin kompleks ketika para pengembang vaksin yang berlatarbelakang korporasi swasta lebih mengedepankan indikator-indikator keuangan seperti return on investment (ROI) alias fokus mencari keuntungan.

Dari 10 kandidat vaksin yang sudah masuk uji klinis tahap akhir setidaknya ada lima yang diandalkan. Meskipun belum selesai diuji, banyak negara sudah memesan sejumlah besar dosis dari kandidat vaksin-vaksin tersebut.

CNBC International melaporkan setidaknya ada empat kandidat vaksin dari empat pengembang berbeda yang laris manis diborong oleh banyak negara-negara maju.

Paling fantastis adalah kandidat vaksin yang dikembangkan oleh AstraZeneca dan Oxford University. Sejumlah negara maju seperti AS, Jepang, Uni Eropa dan Inggris sudah mengamankan kurang lebih 1,1 miliar dosis kandidat vaksin AZD1222 yang sempat dihentikan karena relawannya di Inggris dilaporkan mendapat efek samping merugikan pasca injeksi.

Dari empat pengembang vaksin kenamaan global mulai dari Moderna hingga Johnson & Johnson total dosis vaksin Covid-19 yang sudah dipesan mencapai 3,34 miliar. Apabila satu orang membutuhkan dua kali suntik (dua dosis) maka jumlah tersebut sudah bisa untuk memvaksinasi 1,67 miliar orang.

Jumlah tersebut sudah lebih dari cukup untuk memvaksinasi seluruh pekerja dan lansia di muka bumi ini jika memang akses dan distribusi vaksin merata. Sayangnya sejumlah dosis vaksin tersebut sudah dikuasai oleh negara kaya.

Harga tiap vaksin yang diproduksi oleh tiap pengembang berbeda-beda mulai dari yang paling murah US$ 3 - US$ 4 per dosis untuk AZD1222 dan paling mahal bisa mencapai US$ 37 per dosis untuk kandidat vaksin mRNA-1273. 

Menggunakan skenario harga tersebut setidaknya ongkos yang sudah dirogoh oleh kebanyakan negara-negara maju tadi dan koleganya untuk mendapatkan vaksin mencapai US$ 29,9 miliar atau setara dengan Rp 420 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.050/US$.

Organisasi dan lembaga think tank nirlaba yang fokus pada pengentasan kemiskinan Oxfam melaporkan saat ini negara-negara kaya dengan 13% populasi penduduk global telah mengamankan 51% dari total dosis vaksin yang bisa diproduksi oleh para pengembang.

Menurut kalkulasi Oxfam ketika kelima kandidat vaksin tadi bisa diproduksi masih ada dua per tiga penduduk bumi yang harus menunggu untuk diimunisasi setidaknya sampai 2022.

Kapasitas produksi kelima kandidat vaksin tersebut menurut Oxfam bisa mencapai 5,94 miliar dosis. Apabila satu orang membutuhkan dua dosis vaksin maka jumlah tersebut mampu memasok kebutuhan vaksinasi untuk 2,97 miliar orang.

Kesepakatan terkait pasokan vaksin sudah mencapai 5,3 miliar dosis dan sebanyak 2,73 miliar dosis (51%) sudah dipesan oleh negara-negara maju seperti Inggris, AS, Australia, Hong Kong & Macau, Jepang, Swiss, Israel dan Uni Eropa.

Sementara sisanya sebanyak 2.575 miliar dosis telah dibeli oleh atau dijanjikan ke negara-negara berkembang termasuk India, Bangladesh, China, Brasil, Indonesia dan Meksiko.

Pemerintah Inggris telah mengamankan sejumlah dosis vaksin sehingga 1 orang warganya mendapat pasokan 5 dosis vaksin. Jelas ini sangat kontras dengan kondisi di Bangladesh yang sampai sekarang hanya mendapat jatah 1 dosis untuk 9 orang menurut Oxfam.

Menanggapi realita tersebut Direktur Eksekutif Oxfam Internasional sementara ini Chema Vera pun ikut angkat bicara. Dalam pernyataannya Vera menekankan bahwa vaksin harus menjadi barang milik publik secara luas.

"Pemerintah akan memperpanjang krisis ini dalam semua tragedi kemanusiaan dan kerusakan ekonomi jika mereka mengizinkan perusahaan farmasi melindungi monopoli dan keuntungan mereka. Tidak ada satu perusahaan pun yang dapat memenuhi kebutuhan akan vaksin Covid-19 dunia. Itulah mengapa kami meminta mereka untuk berbagi pengetahuan tanpa paten dan mendorong lompatan kuantum dalam produksi untuk menjaga keamanan semua orang. Kita membutuhkan Vaksin Rakyat, bukan vaksin keuntungan."

Dalam sebuah press release di situs resminya Oxfam mengestimasi ongkos atau biaya untuk melakukan riset, produksi, pengadaan hingga distribusi ke seluruh orang di dunia hanya mencapai US$ 70,6 miliar atau setara dengan Rp 991,93 triliun.

Hampir Rp 1.000 triliun memang angkanya dan setara dengan 0,59% dari kerugian ekonomi global akibat pandemi Covid-19 yang mencapai US$ 12 triliun menurut proyeksi IMF.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Banyak Orang AS Parno Vaksinasi Covid-19, Ada Apa Gerangan?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular