Terpopuler Pekan Ini

Kisah WhatsApp Mulai Cari Duit Setelah 10 Tahun Digratiskan

Arif Budiansyah, CNBC Indonesia
11 January 2020 17:17
Kisah WhatsApp Mulai Cari Duit Setelah 10 Tahun Digratiskan
Foto: cover topik/whatsapp,Instagram, Facebook luar/ Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Jika tidak ada perubahan rencana, Facebook akan memonetisasi WhatsApp tahun ini. WhatsApp akan menghasilkan uang lewat iklan.

Rencana ini diungkap oleh dua analis media sosial Matt Navarra dan Oliver Ponteville. Kedua menyebutkan iklan akan hadir di WhatsApp Status pada 2020. Pengumuman ini disampaikan Facebook dalam Facebook Marketing Summit 2019.


Nantinya iklan akan menyelip di atas status pengguna WhatsApp. Bentuknya sama seperti di platform Facebook dan Instagram. Iklan ini tidak akan tampil ketika pengguna chatting dengan yang lain.

Tetapi monetisasi WhatsApp dengan iklan ditarget sebenarnya tidak ada dalam rencana pendiri WhatsApp Brian Acton dan Jan Koum. Mereka malah membenci adanya iklan di aplikasi ini. Sebab motto mereka ketika mendirikan WhatsApp.


"Motto kami dalam platform ini adalah tidak ada iklan, tidak ada game, dan tidak ada gimmick," ujar Brian Acton, pendiri WhatsApp dalam sebuah wawancara dengan Forbes pada 2018 yang dikutip CNBC Indonesia, Jumat (10/1/2020).

Namun semua berubah setelah WhatsApp diakuisisi Facebook pada 2014 silam senilai US$22 miliar. Biaya akuisisi ini dibayar dalam bentuk sebagian uang tunai dan saham Facebook.

Brian Acton menceritakan ia sebenarnya telah mengusulkan dua model bisnis untuk monetisasi WhatsApp. Pertama, dari berlangganan. Sebelumnya WhatsApp sudah pernah uji coba hal ini dengan mengenakan biaya US$1 per tahun ke penggunanya.

Namun usulannya tersebut ditolak mentah-mentah oleh COO Facebook, Sheryl Sandberg.  "Suatu hari saya memanggilnya, namun ia mengatakan 'itu tidak akan menghasilkan uang dalam skala yang banyak'," kata Acton.

Usulan lainnya, WhatsApp akan bertindak sebagai costumer service digital yang memberikan informasi kepada pengguna yang menggunakan jasa sebuah perusahaan. Contohnya, WhatsApp akan menyampaikan informasi mengenai transaksi bank nasabah.

Tetapi dalam kerja sama ini perusahaan tidak bisa mengumpulkan data pelanggan hanya cukup memiliki nomor ponsel. Usulan ini pun ditolak oleh Facebook.

Namun Brian Acton tak menyerah. Ia mendatangi kantor Facebook untuk mencoba mengusulkan cara Whatsapp meraih keuntungan ke CEO Mark Zuckerberg. Sesampai di sana, ia pun berselisih dengan tim hukum Facebook.

"Pada akhirnya, saya menjual perusahaan saya," kata Acton. "Saya seorang penjual. Saya mengakui itu."

Sebenarnya bukan tanpa alasan Brian Acton dan Jan Kaum menolak iklan di WhatsApp. Pasalnya iklan ditarget bisa mengorbankan privasi data pengguna.

Rencana ini membuat masa depan fitur end-to-end encryption terancam. Fitur ini membuat pesan yang dikirimkan hanya bisa dilihat oleh pengirim dan penerima pesan. Bahkan WhatsApp tidak bisa mengetahui percakapan penggunanya.


Masalahnya untuk memonetisasi WhatsApp dengan iklan yang ditarget seperti yang selama ini dilakukan Facebook dan Instagram, maka Facebook perlu mengumpulkan data penggunanya.

Bila data dikumpulkan ada kemungkinan fitur end-to-end encryption akan diubah agar membolehkan Facebook baca chatting pengguna dan mengumpulkan data.

Dalam sebuah wawancara dengan Forbes yang dipublikasikan 2018 silam, Juru Bicara WhatsApp membantah akan menghapus layanan ini. Ia memastikan fitur ini akan tetap ada di WhatsApp.

"Pesan akan tetap terenkripsi ujung-ke-ujung. Tidak ada rencana untuk mengubahnya," ujarnya.

Namun jawaban dari Chief Operating Officer Facebook Sheryl Sandberg atas pertanyaan anggota parlemen AS dalam sebuah rapat dengar pendapat membuat pengamat bertanya-tanya.

Dalam rapat tersebut seorang anggota parlemen bertanya soal apakah Facebook masih akan menggunakan end-to-end encryption, Sheryl Sandberg menghindari jawaban langsung seperti iya atau tidak, "Kami sangat percaya pada enkripsi," jelasnya.

Masalah ketidakcocokan akan ide monetisasi inilah yang membuat kedua pendirinya mengundurkan diri. Brian Acton lebih dulu resign pada 2017 dan Jan Kaum mengikuti jejaknya setahun kemudian.



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular