Gojek & Grab Saling 'Sikut' Kuasai Pasar RI, Pemenangnya?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
28 December 2019 09:29
Gojek & Grab Saling 'Sikut' Kuasai Pasar RI, Pemenangnya?
Foto: Puluhan Driver Ojol Ini Parkir di Tengah Jalan Mangga Dua. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Awal mula kemunculan Gojek pada tahun 2010 disusul Grab dua tahun kemudian, lebih dikenal dengan layanan berbagi tumpangan (ride hailing). Dua paltform ini mulanya bersaing keras dalam layanan ini. Namun seiring berjalannya waktu persaingan Gojek dan Grab bergeser dari sekedar aplikasi yang menawarkan jasa transportasi.

Persaingan keduanya kini mengarah untuk menjadi super app di kawasan Asia Tenggara dengan cara berekspansi ke lini bisnis yang baru. Misalnya jasa pengiriman makanan (food delivery) dan pembayaran digital (payment).


Khususnya di kota-kota besar layanan jasa pengiriman makanan sangat diminati, terlebih karena masyarakat enggan bermacet-macetan di jalan. Dengan layanan ini masyarakat tidak perlu lagi buang waktu dan tenaga

Persaingan ketat membuat kedua paltform ini rajin membakar uang hingga miliaran dolar selama beberapa tahun untuk menarik pelanggan. Didukung investor dengan nama besar yakni Gojek dengan Google, Temasek, Warburg Pincus dan Tencent, sementara Grab didanai oleh SoftBank, Microsoft dan Didi Chuxing.

Setelah bisnisnya stabil mereka baru akan fokus mengumpulkan uang. Meski hingga kini belum nampak tanda-tanda perlambatan membakar 'uang' oleh kedua platform ini, promo dan sebagainya terus saja diberikan.

Grab dan Gojek mengatakan tahun ini mereka memiliki fokus pada pencapaian profitabilitas.

Presiden Grab Ming Maa mengatakan sangat sulit beranjak ke arah 'menguntungkan', namun pihaknya akan terus mengupayakan dengan segala kemampuan agar perusahaan bisa mencapai profit. Salah satunya tidak lagi memerlukan modal tambahan dari investor luar, seperti dikutip dari Financial Times, Kamis (26/12/2019).

Grab sudah mengalahkan saingannya terkait pengumpulan pendanaan dari investor. Yakni mencapai US$8,7 miliar dengan valuasinya sudah menyentuh US$14 miliar. Diperkirakan Grab akan merubah fokus dari pendekatan pertumbuhan dengan cara-cara untuk menjadi lebih strategis dengan seluruh dana tersebut, misalnya mengurangi promosi untuk akuisisi pengguna.

Tidak hanya Grab, Gojek juga sudah mengembangkan bisnis ke luar Indonesia, dengan meluncurkan layanan di Singapura awal tahun 2019. Gojek menawarkan komisi yang lebih besar untuk masuk pasar Singapura.

Meski telah ekspansi bisnis ke luar negeri, Indonesia tetap menjadi pasar utama kedua perusahaan ini untuk bersaing, karena Indonesia menjadi negara terpadat keempat di dunia.

Saat ini Gojek sudah beroperaso di 207 kota di empat negara di Asia Tenggara, 203 di antaranya berada di Indonesia. Sementara Grab telah hadir di 339 kota di delapan negara, dan 224 ada di Indonesia.


Meski layanan Grab lebih mendominasi di wilayah Indonesia, sayangnya berdasarkan data analitik App Annie, pengguna aktif mingguan, Gojek berada lebih tinggi dibandingkan pesaingnya tahun ini. Presiden dan Co-CEO Gojek Andre Soelistyo menjabarkan jika pengguna Grab banyak lantaran tergiur dengan tawaran diskon. 

"Alasan mengapa banyaknya yang menggunakan Grab menurut saya karena diskon besar. Jika ada yang gratis, Anda pasti menggunakannya," terang Andre.

Secara resmi Grab menolak data yang telah di keluarkan App Annie. Grab mengklaim itu tidak mencerminkan pengguna yang sebenarnya bertransaksi di platformnya. "Ada kritik tentang perusahaan yang mengambil penilaian sangat tinggi dari pihak tertentu. Tapi kami senang dengan apa yang telah kami lakukan," tandas Maa.

Persaingan makin sengit setelah keduanya menyandang status 'unicorn'. Gojek, misalnya, saat ini berada di jalur untuk mengumpulkan hingga US$ 2,5 miliar untuk putaran Seri F, yang ditutup pada Januari 2020. 

Peningkatan modal telah membuat startup asli Indonesia ini menyandang status decacorn atau valuasi di atas US$ 10 miliar.

Keduanya terus bersaing dengan mengumumkan kemitraan dan akuisisi baru hampir setiap minggu. Misalnya kesepakatan OVO dengan Grab atau Gojek mengakusisi Moka. Berdasarkan padangan para ahli pemenang dari kompetisi ini belum jelas. Meski keduanya terus menerus mengutip penelitian yang menyatakan diri masing-masing jadi pememang.


"Tidak ada yang mendapat posisi kemenangan konklusif," kata Neel Laungani, bankir Deutsche Bank. "Di luar Indonesia, Grab sulit dikalahkan, tetapi Indonesia adalah Gojek. Mereka bisa menjadi pemimpin di pasar yang bisa berakhir dengan duopoli."



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular