
Bank Dunia: RI Belum Bisa Jadi Global Player Mobil Listrik
Roy Franedya, CNBC Indonesia
04 September 2019 13:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah punya rencana besar untuk menjadi pemain global di mobil listrik dalam 5 tahun mendatang. Namun keinginan tersebut sepertinya tidak akan bisa diwujudkan karena Indonesia kesulitan ekspor mobil listrik.
Hal ini merupakan hasil riset dari World Bank bertajuk 'Global Economic Risks and Implications for Indonesia" yang dipublikasi pada awal bulan ini.
Dalam laporan tersebut, Indonesia tidak bisa ekspor mobil listrik karena tidak menjadi bagian dari rantai pasok global.
"Ekspor mobil perlu menjadi bagian dari rantai pasok terintegrasi di beberapa negara. Indonesia tidak terhubung ke sana," jelas World Bank dalam risetnya, yang dikutip CNBC Indonesia, Rabu (4/9/2019).
Indonesia tidak masuk dalam rantai pasok global ekspor manufaktur dikarenakan beberapa alasan. Pertama, impor bahan baku untuk memproduksi barang ekspor terlalu mahal, memakan waktu dan diskresi non tarif yang terukur.
Kedua, ekspor tidak kompetitif karena mayoritas input dikenakan tarif impor. Contohnya tarif 15% untuk ban, 10% untuk kabel igniters, serta tarif 15% untuk kumparan dan baut.
Ketiga, Indonesia tidak memiliki tenaga ahli yang cukup dalam bidang Production Engineer, Process Engineer, Desain Engineer, Production Planning serta Inventory Control dan HR Manager.
Keempat, pembatasan Penanaman modal asing langsung atau Foreign Direct Invesment (FDI) karena aturan Daftar Negatif Investasi (DNI) yang membuat biaya logistik menjadi lebih tinggi dan kelistrikan lebih mahal dan masih belum bisa diandalkan ke timbang negara tetangga.
Lanjut ke halaman berikutnya >>>
Hal ini merupakan hasil riset dari World Bank bertajuk 'Global Economic Risks and Implications for Indonesia" yang dipublikasi pada awal bulan ini.
Dalam laporan tersebut, Indonesia tidak bisa ekspor mobil listrik karena tidak menjadi bagian dari rantai pasok global.
Indonesia tidak masuk dalam rantai pasok global ekspor manufaktur dikarenakan beberapa alasan. Pertama, impor bahan baku untuk memproduksi barang ekspor terlalu mahal, memakan waktu dan diskresi non tarif yang terukur.
Kedua, ekspor tidak kompetitif karena mayoritas input dikenakan tarif impor. Contohnya tarif 15% untuk ban, 10% untuk kabel igniters, serta tarif 15% untuk kumparan dan baut.
Ketiga, Indonesia tidak memiliki tenaga ahli yang cukup dalam bidang Production Engineer, Process Engineer, Desain Engineer, Production Planning serta Inventory Control dan HR Manager.
Keempat, pembatasan Penanaman modal asing langsung atau Foreign Direct Invesment (FDI) karena aturan Daftar Negatif Investasi (DNI) yang membuat biaya logistik menjadi lebih tinggi dan kelistrikan lebih mahal dan masih belum bisa diandalkan ke timbang negara tetangga.
Lanjut ke halaman berikutnya >>>
Next Page
Ambisi RI di Mobil Listrik
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular