Elon Musk vs Jeff Bezos, Siapa yang Akan Kuasai Luar Angkasa?

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
10 May 2019 16:56
Elon Musk vs Jeff Bezos, Siapa yang Akan Kuasai Luar Angkasa?
Foto: Founder, Chairman, CEO and President Amazon Jeff Bezos (REUTERS/Clodagh Kilcoyne)
Jakarta, CNBC Indonesia - Siapa yang tidak kenal Jeff Bezos yang merupakan orang terkaya dunia atau Elon Musk, pengusaha kaya sekaligus pemilik perusahaan mobil listrik Tesla?

Selain sama-sama sukses, kedua pria itu ternyata juga sama-sama berambisi mengembangkan teknologi untuk menjelajah luar angkasa.

Bezos yang merupakan pendiri e-commerce Amazon membangun perusahaan yang berfokus di bidang antariksa, Blue Origin, untuk mewujudkan ambisinya membangun koloni manusia di bulan. Sementara itu, Musk memiliki SpaceX telah berhasil membuat roket yang bisa melakukan peluncuran berkali-kali.

Terbaru, Blue Origin mengenalkan kendaraan khusus untuk menjelajahi bulan miliknya yang pertama dan diberi nama Blue Moon.


Bezos mengatakan bulan adalah anugerah terdekat yang masih bisa dieksplorasi. Bulan, kata dia, tempat yang sangat menarik untuk membangun pabrikan di angkasa karena tingkat gravitasinya yang rendah dibanding bumi.

Lantas, siapakah di antara mereka yang jauh lebih unggul dalam menguasai bidang ini? Simak pemaparan CNBC Indonesia di bawah ini yang dikutip dari berbagai sumber.

BERLANJUT KE HALAMAN DUA

Elon Musk mendirikan Space Exploration Technologies (SpaceX) pada tahun 2002, mengutip situs resminya. Misi SpaceX adalah untuk memungkinkan manusia hidup di luar angkasa dan menjadi spesies multi-planet dengan membangun kota mandiri di Mars.

Pada 2008, SpaceX's Falcon 1 menjadi kendaraan peluncuran bahan bakar cair pertama yang dikembangkan secara pribadi untuk mengorbit bumi.

Perusahaan roketnya ini menjadi perbincangan hangat di dunia saat mengemukakan ambisinya untuk meluncurkan kendaraan komersial pertama ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).

SpaceX mencatatkan sejarah pada 2012 ketika berhasil mendaratkan satelit dan pesawat luar angkasa, Dragon, ke orbitnya. Kedua benda itu merupakan muatan dari roket Falcon 9, roket pertama di dunia yang bisa digunakan berulang-ulang.


Falcon 9, bersama dengan pesawat ruang angkasa Dragon, dirancang sejak awal untuk mengantarkan manusia ke ruang angkasa dan berdasarkan perjanjian dengan NASA, di mana SpaceX secara aktif bekerja mewujudkan tujuan ini.

SpaceX kembali meluncurkan Falcon 9 pada 21 Februari 2019 ke ruang angkasa, berisi tiga muatan campuran ke orbit, termasuk pesawat ruang angkasa Israel yang mewakili misi bulan pertama yang didanai swasta dan satelit telekomunikasi milik Indonesia, Nusantara Satu.

Muatan ketiga di atas Falcon 9 adalah pesawat ruang angkasa eksperimental kecil untuk Laboratorium Penelitian Angkatan Udara AS yang dinamai S5. Ini adalah misi ketiga yang berhasil dilakukan dengan menggunakan pendorong roket milik perusahaan.

Pada 12 April 2019, roket operasional terkuat di dunia milik SpaceX, Falcon Heavy, diluncurkan dalam misi komersial pertamanya.

Sejatinya, roket buatan perusahaan yang didirikan Elon Musk itu akan diluncurkan Rabu (10/4/2019) malam dari Kennedy Space Center di Orlando, Amerika Serikat (AS). Namun, peluncuran itu harus ditunda akibat tingginya perubahan angin yang tiba-tiba atau wind shear di atas atmosfer.

Elon Musk vs Jeff Bezos, Siapa yang Akan Kuasai Luar Angkasa?Foto: Roket SpaceX Falcon Heavy dengan satelit komunikasi Arabsat 6A siap di Kennedy Space Center di Cape Canaveral, Florida, AS, (10/4/2019). (REUTERS / Joe Skipper)

Roket itu berisi muatan yang penting berupa satelit komunikasi milik Arab Saudi, Arabsat-6A. Satelit itu akan membantu menayangkan tayangan televisi, internet, dan sinyal ponsel ke Tmur Tengah, Afrika, dan Eropa.

Sebelumnya pada Februari 2018, Falcon Heavy pernah diluncurkan dan menghebohkan dunia karena berhasil membawa mobil buatan Tesla tahun 2008, Roaster, menuju planet Mars. Pencapaiannya ini membuat SpaceX memperoleh penghargaan dari NASA dan Angkatan Udara AS.

Mengutip CNBC International, SpaceX memiliki valuasi lebih dari US$ 28 miliar, menjadikannya perusahaan swasta paling bernilai ketiga di dunia.

Dalam keterangannya Februari tahun lalu, CEO Elon Musk mengklaim roket Falcon Heavy yang dapat diperluas milik perusahaan akan menelan biaya hanya US$150 juta (Rp 2,1 triliun). Angka ini sekitar US$250 juta lebih murah daripada kompetitor terdekatnya, Delta IV Heavy milik ULA, joint venture dari Boeing dan Lockheed Martin.

Murahnya biaya yang ditawarkan startup decacorn ini ternyata disebabkan oleh strategi dan inovasinya yang membuat roketnya mampu kembali lagi ke Bumi setelah diluncurkan ke luar angkasa. Ini membuat roket tersebut bisa dipergunakan lagi untuk peluncuran selanjutnya.

Elon Musk vs Jeff Bezos, Siapa yang Akan Kuasai Luar Angkasa?Foto: Roket SpaceX Falcon, yang membawa satelit komunikasi Arabsat 6A, lepas landas dari Kennedy Space Center di Cape Canaveral, Florida, AS, 11 April 2019. (REUTERS / Thom Baur)

“SpaceX percaya roket yang dapat digunakan kembali sepenuhnya dengan cepat adalah terobosan penting yang dibutuhkan untuk menurunkan biaya akses menuju luar angkasa dengan substansial,” tulis perusahaan dalam situs webnya, dilansir Jumat (22/2/2019).

“Sebagian besar biaya peluncuran muncul dari pembuatan roket yang terbang hanya sekali,” tambahnya.

Teranyar, melansir the Economist, pada 15 Mei perusahaan akan meluncurkan salah satu roket Falcon-nya dengan muatan puluhan satelit kecil dari desain SpaceX sendiri. Satelit kecil itu adalah prototipe untuk proyek yang disebut Starlink, yang bertujuan untuk menyebarkan ribuan satelit di orbit yang dekat dengan bumi untuk menyediakan akses internet di seluruh penjuru bumi, menyediakan konektivitas berkualitas tinggi.

Mengutip laporan Inverse, SpaceX juga sedang merancang Starship. Roket ini pertama kali diluncurkan dengan nama BFR pada September 2017, dirancang untuk menggantikan semua roket SpaceX yang ada, juga oksigen cair dan desain mesin metana. Dengan semua itu, manusia akan dapat menggunakannya untuk kembali dari Mars dan bahkan menjelajah lebih jauh ke luar angkasa.

Musk telah menyatakan tujuannya mendirikan sebuah kota di Mars pada tahun 2050, di mana akan didirikan depot propelan agar dapat mencapai ruang angkasa lebih jauh. Pada September 2018, ketika dia meluncurkan perjalanan mengelilingi bulan untuk tahun 2023, dia mengatakan bahwa “ada begitu banyak hal yang membuat orang sedih atau tertekan tentang masa depan, tetapi saya pikir menjadi peradaban penjelajahan ruang adalah salah satu hal yang membuat Anda bersemangat tentang masa depan."


BERLANJUT KE HALAMAN 3


Meski sama-sama ingin menjajal luar angkasa dan membangun peradaban di sana, namun ternyata Blue Origin belum pernah mengirimkan apa pun ke orbit, seperti dilaporkan media Inggris Express. Masalah peluncuran sub-orbital ini telah menyebabkan Blue Origin tertinggal sebagai perusahaan kendaraan luar angkasa dibandingkan pesaingnya yang sudah meluncurkan satelit ke orbit.

Blue Origin juga hanya menerima jumlah dana yang relatif kecil dari badan antariksa AS NASA, yaitu sekitar US$ 23 juta. Dana ini akan digunakan untuk melakukan pengujian penggunaan cairan kriogenik sebagai metode pendorong roket untuk sistem pendarat bulan.

Namun, Kamis kemarin, Blue Origin akhirnya mengenalkan kendaraan khusus untuk menjelajahi bulannya yang pertama, yang diberi nama Blue Moon, mengutip laporan CNBC International.


“Kendaraan ini bakal meluncur di bulan,” ujar Jeff Bezos saat presentasi di hadapan undangan media terbatas, Kamis (09/05/2019).

Tak cuma Blue Moon, Bezos juga mengenalkan roket BE-7 produksi perusahaannya. Mesin-mesin ini rencananya akan diuji coba perdana pada musim panas ini. Sebagian besar mesinnya, kata Bezos, dibuat dengan partisi tercetak.

“Kita butuh mesin baru dan inilah mereka, kali ini kita akan pergi ke bulan dan menetap di sana,” ujarnya optimistis.

Bezos berinvestasi lebih dari US$ 1 miliar di perusahaan yang didirikan pada tahun 2000 ini setiap tahun. Dana itu diperoleh dari hasil bisnisnya di Amazon. Perusahaan pribadi ini berhasil memperoleh pendanaan terakhir sebesar US$ 13 juta pada Agustus 2018, mengutip Crunch Base. Sementara itu, menurut situs craft.co, total pendanaannya sudah mencapai US$ 513 juta.

Selain pendarat bulan, Blue Origin memiliki dua kendaraan ruang angkasa yang sedang dalam pengembangan. Salah satunya adalah the New Shepard, roket suborbital yang dirancang untuk penerbangan jangka pendek dan tidak meluncurkan satelit besar ke orbit. Roket itu akan dibawa oleh New Glenn, yang dijadwalkan untuk peluncuran pada 2021 dan akan dapat mengangkut barang seberat 45.000 kg ke orbit bumi rendah. Kedua platform roket ini dirancang untuk dapat digunakan kembali.

Elon Musk vs Jeff Bezos, Siapa yang Akan Kuasai Luar Angkasa?Foto: Founder, Chairman, CEO and President Amazon Jeff Bezos meluncurkan perusahaan antariksa bernama Blue Moon. (REUTERS / Clodagh Kilcoyne)

New Glenn adalah bagian dari rencana Bezos untuk mendorong ekonomi ruang angkasa baru, di mana ia ingin ada lebih dari satu juta orang tinggal dan bekerja di ruang angkasa, menggunakan bumi sebagai jangkar bagi rumah mereka.

Pekan lalu roket New Shepard buatan Blue Origin menyelesaikan misi ke-11 setelah meluncurkan dan mendarat sambil membawa 38 percobaan ke orbit rendah Bumi.

The New Shepard meluncur hingga jarak 100 kilometer, di mana kapsul lepas dan melanjutkan momentumnya. Roket ini berhasil mengambang beberapa menit akibat gayaberat mikro sebelum kapsulnya turun kembali ke Bumi dengan ditopang tiga parasut. Roket New Shepard sendiri mendarat secara independen di landasan atau struts.

Ini adalah platform peluncuran yang ingin digunakan Bezos untuk membangun wisata ruang angkasa. Tiket untuk berwisata dengan roket ini dibanderol seharga US$ 200.000 - US$ 300.000 per orang menurut laporan Reuters tahun lalu. Perusahaan ini menargetkan untuk membawa orang ke bulan pada 2024, mengutip The Guardian.
(prm) Next Article Terbang ke Luar Angkasa, Jeff Bezos Bicara Soal Bumi Rapuh

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular