Perkembangan Teknologi
Riset: Pengguna Mobile Banking Lebih Boros Tetapi Loyal
11 February 2019 19:41

Jakarta, CNBC Indonesia - Konsumer yang aktif secara digital (digitally active) dinilai lebih menguntungkan bagi bisnis perbankan ketimbang konsumer konvensional. Laporan McKinsey & Company yang terbaru menyebut, konsumer Indonesia yang aktif menggunakan mobile banking lebih banyak melakukan pembelian ketimbang yang tidak menggunakan mobile banking.
McKinsey membagi tiga jenis kostumer, yaitu konsumer nondigital, konsumer digital moderat, dan konsumer aktif digital. Hasilnya, konsumer aktif secara digital membeli sebanyak 1,4 produk dalam 12 bulan terakhir. Sementara, konsumer digital moderate dan konsumer nondigital hanya membeli 0,7 produk bank dalam 12 bulan terakhir.
Secara keseluruhan jumlah produk yang dimiliki konsumer aktif secara digital lebih banyak ketimbang jenis konsumer lain. Konsumer yang aktif secara digital memiliki 3,2 produk. Sementara, konsumer digital moderat dan konsumer nondigital masing-masing hanya memiliki 2,9 dan 2,2 produk perbankan.
"Ini menjadikan konsumer yang aktif secara digital lebih valuable dibanding yang tidak aktif secara digital," kata Guillaume de Gantes, Partner, Indonesia, McKinsey & Company dalam media briefing di Jakarta, Senin (11/2/2019).
Pertumbuhan penggunaan digital banking di Indonesia mengalami pertumbuhan 2,5 kali lipat sejak 2014. Saat ini aktivitas digital banking berkontribusi 32% pada populasi bank. Pertumbuhan ini, kata Guillaume, menjadi signifikan mengingat konsumer aktif secara digital lebih menguntungkan bagi bisnis bank.
Dalam laporannya, McKinsey & Company menyimpulkan dengan bertambahnya konsumer yang aktif secara digital maka loyalitas dan aktivitas pengeluaran konsumer bertambah setidaknya dua kali lipat. Konsumer yang aktif secara digital lebih loyal dua kali lipat dan lebih banyak melakukan pembelian.
Di sisi lain, kata Guillaume, konsumer bank di Indonesia juga termasuk yang memiliki adaptasi digital banking kedua terbaik dibanding negara berkembang lainnya setelah Myanmar. Hasil laporan McKinsey terbaru menyebut 55% dari 900 konsumer nondigital Indonesia yang disurvey menyebut berkeinginan beralih ke digital banking dalam waktu enam bulan ke depan.
Meski dinilai cukup terbuka dengan digitalisasi bank, orang Indonesia masih membutuhkan kantor cabang. Sehingga hal itu masih relevan. Kostumer Indonesia membutuhkan cabang dan ATM karena transaksi digital dinilai masih membingungkan, juga karena alasan keamanan.
"Kantor cabang sebagai penawaran lainnya bisa menutup kekhawatiran-kekhawatiran tersebut." demikian tertulis dalam laporan McKinsey & Company.
(roy/roy)
McKinsey membagi tiga jenis kostumer, yaitu konsumer nondigital, konsumer digital moderat, dan konsumer aktif digital. Hasilnya, konsumer aktif secara digital membeli sebanyak 1,4 produk dalam 12 bulan terakhir. Sementara, konsumer digital moderate dan konsumer nondigital hanya membeli 0,7 produk bank dalam 12 bulan terakhir.
Secara keseluruhan jumlah produk yang dimiliki konsumer aktif secara digital lebih banyak ketimbang jenis konsumer lain. Konsumer yang aktif secara digital memiliki 3,2 produk. Sementara, konsumer digital moderat dan konsumer nondigital masing-masing hanya memiliki 2,9 dan 2,2 produk perbankan.
"Ini menjadikan konsumer yang aktif secara digital lebih valuable dibanding yang tidak aktif secara digital," kata Guillaume de Gantes, Partner, Indonesia, McKinsey & Company dalam media briefing di Jakarta, Senin (11/2/2019).
Dalam laporannya, McKinsey & Company menyimpulkan dengan bertambahnya konsumer yang aktif secara digital maka loyalitas dan aktivitas pengeluaran konsumer bertambah setidaknya dua kali lipat. Konsumer yang aktif secara digital lebih loyal dua kali lipat dan lebih banyak melakukan pembelian.
Di sisi lain, kata Guillaume, konsumer bank di Indonesia juga termasuk yang memiliki adaptasi digital banking kedua terbaik dibanding negara berkembang lainnya setelah Myanmar. Hasil laporan McKinsey terbaru menyebut 55% dari 900 konsumer nondigital Indonesia yang disurvey menyebut berkeinginan beralih ke digital banking dalam waktu enam bulan ke depan.
Meski dinilai cukup terbuka dengan digitalisasi bank, orang Indonesia masih membutuhkan kantor cabang. Sehingga hal itu masih relevan. Kostumer Indonesia membutuhkan cabang dan ATM karena transaksi digital dinilai masih membingungkan, juga karena alasan keamanan.
"Kantor cabang sebagai penawaran lainnya bisa menutup kekhawatiran-kekhawatiran tersebut." demikian tertulis dalam laporan McKinsey & Company.
Artikel Selanjutnya
Bos Mandiri: Peran CS & Teller Bank Beralih ke Mobile Apps
(roy/roy)