Bunga Fintech Lending Mencekik, OJK Sebut Masih Demokratis

Ranny Virginia Utami, CNBC Indonesia
21 October 2018 08:48
OJK sebut bunga fintech yang tinggi masih tergolong demokratis
Foto: OJK Fintech Talk (CNBC Indonesia/Donald Banjarnahor)
Bogor, CNBC Indonesia- Kemunculan industri Financial Technology (Fintech) di Indonesia tak lepas dari perkembangan teknologi yang semakin maju di era sekarang.

Salah satu fenomena layanan Fintech yang mulai mendominasi pasar Indonesia adalah Peer to Peer (P2P) lending, atau penawaran pinjaman langsung kepada pengguna dengan bunga yang telah ditetapkan.



Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Financial Technology Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi menyampaikan akses pendanaan yang lebih cepat dan fleksibel dibandingkan industri jasa keuangan lainnya menjadi daya tarik tersendiri dari layanan finansial berbasis teknologi ini. 

"Kalau kita melihat, ada sejumlah pendanaan yang tidak bisa diberi izin oleh industri keuangan konvensional, seperti UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) misalnya," kata Hendrikus saat memberikan pemaparan di Hotel Ibis Styles, Bogor, Jumat (19/10/2018).

Lebih lanjut ia memberi contoh, berdasarkan data pada 2016, ada 50 juta UMKM yang tidak memiliki akses pendanaan dari industri jasa keuangan. Sementara di sisi lain, tingkat kebutuhan pendanaan untuk modal kerja UMKM sangat tinggi.

Melihat hal tersebut, Hendrikus pun berpendapat kehadiran Fintech P2P lending di sini berperan penting sebagai salah satu solusi untuk mempertemukan pihak peminjam dan pemberi pinjaman melalui sebuah platform yang tidak memiliki basis risiko seperti industri jasa keuangan lain.

Bunga Fintech Mencekik, OJK Sebut Masih Demokratis Foto: Aristya Rahadian Krisabella


"P2P lending ini sangat demokratis. Kami dari OJK sangat susah menjelaskannya, karena bunganya itu berdasarkan kesepakatan bersama," kata Hendrikus

Hendrikus pun mengilustrasikan, jika seandainya ada seseorang ingin meminjam Rp 1 juta di P2P lending untuk modal jual beli air mineral botol dengan bunga pinjaman 50% setahun, hal tersebut tidak menyalahi aturan.

Pasalnya, kata Hendrikus, peminjam ini mungkin saja akan menjual air mineral per botolnya seharga Rp 4 ribu, sementara modal per botol sendiri hanya Rp 2 ribu. Artinya, jumlah keuntungan yang ditetapkan oleh si peminjam adalah 100%. Maka dari itu, faktor penentuan jumlah pinjaman, bunga, denda hingga masa tenggat pengembalian dana disepakati bersama antara peminjam dan pemberi pinjaman.

"Yang paling penting, tingkat bunga itu selalu ada hubungannya dengan nilai nominal, berapa lama tenornya, juga seberapa cepat bisa dapat uangnya. Bisa saja bunganya murah hanya 5% per tahun tapi 2 minggu belum tentu dapat keputusan (pinjaman), saya lebih memilih bunganya tinggi tapi pasti dapat hari ini dan keuntungan dagangnya jauh lebih tinggi daripada tingkat bunganya," imbuhnya.

Namun, Hendrikus juga mengingatkan apabila peminjam tidak dapat mengembalikan uang pinjaman sesuai dengan kesepakatan dengan pemberi pinjaman, maka risiko akan ditanggung oleh dua pihak itu saja yang diselesaikan melalui hukum perdata di pengadilan niaga.


(gus) Next Article Pengumuman, OJK Setop Pendaftaran Fintech Pinjol Baru

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular