Fintech

Waspadai Skema Ponzi di Bisnis Rentenir Zaman Now

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 March 2018 11:43
Salah satu kasus fintech lending adalah Ezubao di China pada September 2017. Fintech ini terbukti melakukan skema ponzi dengan kerugian masyarakat US$9 miliar.
Foto: Detik.com
Jakarta, CNBC Indonesia - Perkembangan teknologi digital kian pesat dan telah merambah ke berbagai sendi kehidupan. Sektor keuangan menjadi salah satu wahana di mana teknologi digital tumbuh dan berkembang menjadi bisnis raksasa.
 
Salah satu model bisnis layanan keuangan berbasis teknologi (finansial technology/fintech) adalah pinjam-meminjam atau peer to peer lending (P2P). Layanan ini mempertemukan antara pihak penyedia dana dengan yang membutuhkannya. Kini tidak hanya perbankan yang bisa menjadi institusi penyaluran kredit.
 
Namun, pengawasan terhadap P2P lending (dan fintech pada umumnya) terkadang minim. Bisnis ini belum masuk dalam kerangka pengawasan otoritas sektor keuangan dan bank sentral.
 
Ini menyebabkan P2P lending rawan disalahgunakan untuk tindakan kriminal. Penggelapan dana menjadi risiko yang paling nyata yang mesti diwaspadai masyarakat. Komisi pengawas keuangan di China menyebutkan dari 4.127 penyedia jasa P2P lending, 1.778 di antaranya terindikasi terlibat skema ponzi.

Pada September 2017, pengadilan China memvonis bersalah 26 orang jajaran pengurus Ezubao, penyedia layanan P2P lending yang terbukti melakukan skema ponzi. Kerugian yang dialami masyarakat mencapai US$9 miliar atau sekitar Rp 123,75 triliun, salah satu yang terbesar dalam sejarah penggelapan di China. Ezubao mengeruk dana dari 900.000 lebih investor.
 
Ezubao membuka mata masyarakat terhadap risiko besar P2P lending. Apalagi volume P2P lending di Negeri Tirai Bambu mencapai lebih dari US$ 50 juta (Rp 687,5 miliar) tiap bulannya.
 
China pun kemudian berencana memperketat pengaturan P2P lending. Ji Zhihong, Kepala Departemen Pasar Keuangan di Bank Sentral China, akhir tahun lalu menegaskan pihaknya akan bekerja sama dengan instansi terkait untuk menekan risiko penyimpangan di bisnis P2P lending.
 
"Sudah muncul keraguan di masyarakat terhadap model bisnis seperti ini, dan ada aspirasi agar masuk dalam pengawasan. Untuk mencegah dan menangani risiko dari pembiayaan internet ini, bank sentral sedang bekerja dengan institusi-institusi terkait untuk merumuskan kebijakan," jelas Ji, seperti dikutip Reuters.
 
Ezibao memang bukan satu-satunya, Rong Zuan Dai, yang juga salah satu penyedia P2P lending, mulai beroperasi pada November 2015 dan memberi iming-iming keuntungan besar bagi investor. Namun setelah dua pekan, situs Rong Zuan Dai tutup.
 
Risiko ini sangat nyata dan perlu diwaspadai oleh masyarakat. Oleh karena itu, perlu ada pengawasan lebih intensif dari otoritas terkait dan masyarakat juga perlu betul-betul mencermati risiko besar dari bisnis raksasa ini.




(roy/roy) Next Article Asosiasi : Fintech Tak Bisa Jamin Dana Nasabah yang Hilang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular