
Fintech
Dituduh Rentenir, Fintech : Bunga Kami Masih Wajar
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
05 March 2018 17:09

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengkritisi bisnis penyaluran pinjaman yang dilakukan perusahaan teknologi keuangan (Fintech) atau peer to peer lending (P2P). OJK menilai Fintech tak jauh berbeda dengan rentenir yang memberikan bunga tinggi.
Lantas, bagaimana tanggapan para pelaku Fintech atas tudingan tesebut?
Chief Executive Officer (CEO) PT Mitrausaha Indonesia Group atau Modalku Reynold Wijaya mengatakan, bunga yang ditetapkan saat ini rata-rata sekitar 12%-26%. Angka tersebut, masih dianggap wajar oleh Modalku.
"Wajar saja kalau rata-rata 20%. Kenapa kami memberikan bunga lebih tinggi, kami punya alasan. Kalau tidak begini, makin sulit untuk mencapai financial inclusion," kata Reynold saat berbincang dengan CNBC Indonesia, Senin (5/3/2018).
Menurut Reynold, debitur P2P lending memiliki risiko yang relatif tinggi dibandingkan lainnya. Atas dasar itu, maka dia menganggap wajar bila bunga yang dikenakan jauh lebih tinggi dan tidak bisa dipukul rata oleh lembaga jasa keuangan lainnya.
"Karena risikonya tinggi, maka kami berikan bunga tinggi. Memang bisnis P2P lending ini berisiko, tapi tidak ada investasi yang tidak berisiko," katanya.
Reynold mengatakan, sampai kapanpun perusahaan P2P tidak akan bisa bersaing dengan bank. Adapun segmen yang disasar Modalku, adalah pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang belum mendapatkan akses keuangan (bankable).
Meskipun belum bankable, namun Modalku memiliki klasifikasi tersendiri terhadap peminjam yang dianggap mampu membayar tagihan pinjaman yang diberikan. Modalku, kata dia, pun tidak akan sembarangan memberikan pinjaman.
"Kalau di bank, dia cari nasabah yang aman dan layak kredit. Di kami, walaupun berisiko tinggi tapi layak kredit," jelasnya.
Hal senada dikemukakan Direktur Eksekutif Kebijakan Publik Aftech Ajisatria Suleiman. Menurut dia, saat ini justru ada bank yang menawarkan pinjaman kepada konsumen hingga 35% per tahun, atau lebih tinggi dari yang dikenakan Fintech.
"Jadi sebenarnya bunga yang dikenakan Fintech lending sebenarnya sangat wajar, mengingat periode pinjaman yang jangka pendek, dengan persyaratan lebih fleksibel dan tanpa jaminan," kata Ajisatria.
Meski demikian, Ajisatria tak memungkiri, bahwa perusahaan P2P lending tetap harus memberikan edukasi pengelolaan risiko pada nasabah, misalnya dengan melakukan diversifikasi pinjaman.
"Jangan memberikan pinjaman uang ke satu hutang saja, tapi di beberapa hutang. Bahkan pinjamkan uang di beberapa penyelenggara," jelasnya.
(roy/roy) Next Article Pinjaman Fintech Rp 7,05 T, Kredit bermasalah Tembus Rp 44,8M
Lantas, bagaimana tanggapan para pelaku Fintech atas tudingan tesebut?
Chief Executive Officer (CEO) PT Mitrausaha Indonesia Group atau Modalku Reynold Wijaya mengatakan, bunga yang ditetapkan saat ini rata-rata sekitar 12%-26%. Angka tersebut, masih dianggap wajar oleh Modalku.
Menurut Reynold, debitur P2P lending memiliki risiko yang relatif tinggi dibandingkan lainnya. Atas dasar itu, maka dia menganggap wajar bila bunga yang dikenakan jauh lebih tinggi dan tidak bisa dipukul rata oleh lembaga jasa keuangan lainnya.
Reynold mengatakan, sampai kapanpun perusahaan P2P tidak akan bisa bersaing dengan bank. Adapun segmen yang disasar Modalku, adalah pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang belum mendapatkan akses keuangan (bankable).
Meskipun belum bankable, namun Modalku memiliki klasifikasi tersendiri terhadap peminjam yang dianggap mampu membayar tagihan pinjaman yang diberikan. Modalku, kata dia, pun tidak akan sembarangan memberikan pinjaman.
"Kalau di bank, dia cari nasabah yang aman dan layak kredit. Di kami, walaupun berisiko tinggi tapi layak kredit," jelasnya.
Hal senada dikemukakan Direktur Eksekutif Kebijakan Publik Aftech Ajisatria Suleiman. Menurut dia, saat ini justru ada bank yang menawarkan pinjaman kepada konsumen hingga 35% per tahun, atau lebih tinggi dari yang dikenakan Fintech.
"Jadi sebenarnya bunga yang dikenakan Fintech lending sebenarnya sangat wajar, mengingat periode pinjaman yang jangka pendek, dengan persyaratan lebih fleksibel dan tanpa jaminan," kata Ajisatria.
Meski demikian, Ajisatria tak memungkiri, bahwa perusahaan P2P lending tetap harus memberikan edukasi pengelolaan risiko pada nasabah, misalnya dengan melakukan diversifikasi pinjaman.
"Jangan memberikan pinjaman uang ke satu hutang saja, tapi di beberapa hutang. Bahkan pinjamkan uang di beberapa penyelenggara," jelasnya.
Berdasarkan penulusuran CNBC Indonesia ada fintech di tanah air yang memberikan bunga tinggi. PT Danakita Dana Prima atau yang lebih dikenal dengan Danakita, dalam simulasinya untuk pekerja tetap dengan pendapatan tetap Rp 10 juta/bulan diberikan bunga 56%/tahun.
(roy/roy) Next Article Pinjaman Fintech Rp 7,05 T, Kredit bermasalah Tembus Rp 44,8M
Most Popular