Berkat Fintech Lending, Sederet UMKM Ini Bisa Naik Kelas

Yuni Astutik & Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
14 October 2019 11:46
Melalui perusahaan fintech P2P Lending, memperoleh pinjaman terbilang mudah, bahkan bisa cair hanya dalam hitungan jam.
Foto: Ilustrasi UMKM (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia- Bagi pemilik usaha yang kesulitan memperoleh pinjaman bank, hal ini bukan lagi soal. Sebab, melalui perusahaan fintech P2P Lending, memperoleh pinjaman terbilang mudah, bahkan bisa cair hanya dalam hitungan jam.

Adalah Dwi Hartanto, pemilik usaha car branding dengan nama Putra Roda Niaga. Usaha yang tergolong UMKM ini ditekuni mulai pada 2012. Tahun-tahun itu, belum banyak yang bermain di bisnis serupa, sehingga sangat mudah menggaet klien.

Setelah dua tahun menekuni bisnis ini, Dwi mulai kesulitan modal. Sayangnya, bank tidak bisa menjawab kesulitannya tersebut, padahal sejumlah syarat sudah dia lakukan.

"Ke bank prosesnya ribet. Ada survei segala macem. Ketika sudah proses ternyata bisa gagal di tengah jalan," katanya kepada CNBC Indonesia melalui sambungan telepon di Jakarta, belum lama ini.


Suatu ketika dia melihat informasi tentang Modal Rakyat dalam laman sosial media Facebook. Modal Rakyat adalah salah satu perusahaan fintech P2P Lending. Dia pun mencoba mengajukan pinjaman melalui Modal Rakyat.

"Saya coba buka website-nya, coba masukin syaratnya, ternyata 3-4 hari pinjaman cair. Saya sampai kaget. Pertama kali pinjam Rp 20 juta karena memang butuh uang sesuai proyek yang dikerjakan," terangnya.

Hingga kini, setelah dua tahun berselang, Dwi tak butuh waktu lama untuk bisa memperoleh pinjaman dari Modal Rakyat. Bahkan, pinjaman yang diajukan bisa cair hanya dalam hitungan jam.

"Nama saya mungkin sudah dipercaya, saya ajukan pinjaman dengan menyertakan bukti Pre Order (PO), dalam hitungan jam sudah cair," katanya lagi.

Meski mengaku pendapatannya menurun setahun terakhir, dia mengaku tetap percaya diri jika ada pesanan, berapapun nilainya. Turunnya pendapatan lebih dikarenakan banyaknya persaingan di bisnis ini.

"Sekarang sih bisa dibilang kita tidak takut menerima project dari perusahaan besar. Dulu ada PO takut ambil, karena tidak ada modalnya. Pernah juga sampai menolak," tuturnya.

Hingga saat ini, setidaknya sudah total Rp 800 juta yang dipinjam dari perusahaan fintech tersebut. Nilai pinjamannya beragam dan langsung dibayarkan begitu klien membayar lunas ongkos jasa car branding tersebut.

Dirinya bersyukur karena hingga saat ini masih bisa bertahan di tengah lesunya roda bisnis. Dia mengaku, banyak teman-temannya yang terpaksa gulung tikar karena tidak ada modal hingga sepinya pembeli.

"Tahun 2018-2019 lagi sulit. Yang usaha konveksi, furniture banyak yang gulung tikar, karena tak sanggup. Saya targetnya tahun 2019 survive. Mudah-mudahan 2020 kita punya inovasi baru, didukung fintech kita bisa bertahan," tegasnya.


Cerita lain diungkapkan oleh Linda Anggrea, pemilik Button Scarves. Ketika usaha hijabnya mulai berkembang dia mengambil langkah berani dari hanya menjual menjadi memproduksinya kerudung.

Namun untuk memuluskan langkahnya, Linda membutuhkan modal yang cukup besar, dan agak sulit untuk meminjam ke bank karena usahanya belum berumur satu tahun.

"Untuk berkembang dan maju untuk saya membutuhkan pendanaan. Saya berpikir siapa yang mau mendanai sementara usaha ini belum satu tahun. Kalau ke bank persyaratannya usaha minimal harus 2 tahun, jadi akhirnya saya mencari alternatif yang mudah persyaratan," tutur Linda kepada CNBC Indonesia dalam kesempatan yang berbeda.

Yang terpenting, tuturnya, pendanaan yang tidak harus menunggu usaha 2 tahun dan bisa mencukupi kebutuhan dana usaha. Untuk itulah Linda mencari informasi perihal fintech lending, dan menjatuhkan pilihannya pada fintech lending KoinWorks.

"Sebenarnya banyak perbandingannya tetapi koin works lumayan mudah, user friendly, dan penjelasan di websitenya lengkap, jadi saya coba saja," katanya.

Linda memaparkan dibandingkan dengan meminjam di bank, persyaratan meminjam di fintech lebih mudah. Apalagi dia telah memiliki semua yang menjadi persyaratan.


Persyaratan yang diberikan saat itu misalnya peminjam harus memiliki website sendiri, berada di e-commerce, dan memiliki rekening koran yang bagus. Personal owner dari sebuah usaha juga menjadi salah satu penilaian.

"Saya apply lewat website dan beberapa hari kemudian diwawancara tentang penggunaan dana, dan 3 hari kemudian langsung cair. Kalau minjam di bank prosesnya menyita waktu," kata Linda.

Jika melakukan pinjaman di bank maka dia harus memiliki jaminan aset tetap, namun di fintech lending jaminannya adalah usahanya sendiri.

Setelah mendapatkan pinjaman Rp 200 juta, dia menggunakan dana tersebut untuk membeli mesin sehingga bisa membuat produksi sendiri, dan bisa membuat 400 buah kerudung per hari.

Dengan peningkatan kapasitas marketnya jadi lebih baik, dampaknya terhadap penjualan, kepercayaan secara brand menjadi meningkat. Tidak berhenti disana, setelah pinjaman lunas dan usahanya semakin berkembang, dia pun kembali mengajukan pendanaan.

Linda pun membeli mesin untuk meningkatkan kapasitas produksinya dari 400 buah per hari, menjadi 3.000 buah per hari.

"Titik awal memang pendanaan dari fintech itu untuk mesin. Setelah lunas mereka tetap welcome kapanpun butuh dana. Ketika saya butuh buat mesin baru dan gudang, saya hubungi lagi, mereka menawarkan untuk top up dan sekarang kami lagi berjalan," tutup Linda.

Foto: FOTO/ Innovation for inclusion (CNBC Indonesia/Lidya julita S)


Cerita yang sama juga dialami oleh Panji Maulana pemilik Suasana Kopi, salah satu coffee shop di Kemang, Jakarta Selatan.
Di awal bisnisnya Panji sempat mengalami kesulitan di permodalan, apalagi model bisnis harus menyesuaikan dengan budget.

Untuk mempercepat pertumbuhan penjualan dia pun memilih memperkuat dengan bantuan fintech lending. "Waktu saya mengajukan ke fintech, karena info dari teman proses dari teman prosesnya mudah," kata Panji saat dihubungi.

Proses dan persyaratannya pun lebih mudah dibandingkan dengan mengajukan pinjaman ke bank. Usai mendapatkan pinjaman, bisnisnya pun semakin berkembang.

"Proses diperbolehkan top up sangat menguntungkan pebisnis, karena memang butuh suntikan dana lagi," kata Panji.


Hingga 30 September 2019 ada 127 fintech lending yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dari yang terdaftar tersebut ada 13 fintech yang berizin. Salah satu syarat berizin adalah memiliki modal minimum Rp 2 miliar.

Fintech yang dianggap sebagai terobosan dalam inklusi keuangan telah menyalurkan pinjaman hingga Rp 54,72 triliun sampai Agustus 2019. Adapun total outstanding pinjaman fintech mencapai Rp 9,69 triliun atau tumbuh 92,01% jika dibandingkan penyaluran pinjaman pada awal tahun ini.

OJK mencatat, hingga Agustus sudah ada 530.385 jumlah rekening pemberi pinjaman (lender). Adapun rekening penerima pinjaman (borrower) mencapai 12,83 juta akun.


(dob/dob) Next Article Fintech Lending Bisa Jadi Andalan Pembiayaan UMKM

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular