Fintech Lending Bisa Jadi Andalan Pembiayaan UMKM

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
02 October 2019 13:38
Banyak fintech lending yang bermunculan, berlomba-lomba menyalurkan dananya untuk masyarakat.
Foto: FOTO/ Innovation for inclusion (CNBC Indonesia/Lidya julita S)
Jakarta, CNBC Indonesia- Beberapa tahun terakhir fintech lending sangat populer di kalangan masyarakat, karena kecepatan dan kemudahan yang dijanjikan. Kemudian banyak fintech lending yang bermunculan, berlomba-lomba menyalurkan dananya untuk masyarakat.

Kehadirannya juga diharapkan bisa meningkatkan inklusi keuangan, dan menjangkau masyarakat yang belum terjamah bank, terutama untuk pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Hingga semester I-2018, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat industri fintech lending telah menyalurkan pinjaman Rp 44,81 triliun, meningkat 97,68% di bandingkan awal tahun ini.


Wakil Ketua Eksekutif Fintech Pendanaan Produktif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Victoria Tahir mengatakan UMKM memberikan kesempatan bagi fintech lending, karena banyak bank yang tidak bisa memberikan pendanaan karena skalanya yang kecil. Selain karena skalanya yang kecil, bisnis UMKM seringkali dianggap lebih berisiko.

Menurut dia sekitar 50% bisnis UMKM mengalami kegagalan dalam jangka waktu lima tahun.

"Kebutuhan ini membuka kesempatan untuk fintech mengisi kebutuhan yang tidak terpenuhi dan melakukannya dengan biaya akuisisi pelanggan yang lebih rendah," kata Victoria saat dihubungi CNBC Indonesia, belum lama ini.

Senada dengan Victoria, pendiri sekaligus komisaris PT Modal Rakyat Indonesia Wafa Taftazani mengatakan ada gap pendanaan sebanyak Rp 1.000 triliun yang belum bisa dipenuhi oleh sistem perbankan konvensional untuk disalurkan ke UMKM.

Wafa mengatakan meski bergerak di finetch lending, Modal Rakyat bergerak khusus untuk pendanaan produktif. "Kami memang ingin empowering UMKM di Indonesia," katanya belum lama ini.

Wafa menilai selama ini yang jadi perhatian adalah soal ketimpangan ekonomi di mana kekayaan berpusat di kota-kota besar. Untuk itu platformnya benar-benar melakukan redistribusi tersebut.

"Kami ingin bikin platform produktif, yang bisa membuat orang buka bisnis, buka lapangan kerja, kembangkan ide dan produksinya," kata Wafa.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Financial (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan pendanaan melalui fintech lending cocok untuk orang yang baru memulai usaha, karena bisa meminjam sekitar Rp 1-2 juta. Hanya saja dibutuhkan edukasi untuk masyarakat, agar bisa memanfaatkan fintech sebagai pendanaan produktif.

Jika memulai usaha dengan modal usahanya, menurut Enny, bisa semakin dikembangkan barulah menambah modal. "Jadi sambil belajar, jadi bebannya ga terlalu berat dan stres. Aksesnya kan mudah, tidak perlu persyratan kayak konvensional," katanya.

Yang terpenting, harus ada perhitungan dari sisi pendapatan dan jumlah utang agar tidak terjebak kredit macet. Enny mengakui meski menawarkan kemudahan, fintech lending juga cenderung memberikan bunga atau denda yang tinggi. Jika perhitungan tidak tepat maka akan terasa memberatkan.

"Pendanaan fintech cocok untuk memulai usaha baru, terutama yang memulai usaha dengan modal yang tidak terlalu besar, sehingga risikonya pun tidak besar," kata Enny.


Untuk itu dibutuhkan peran pemerintah untuk melakukan edukasi dan pelatihan kewirausahaan, agar masyarakat memanfaatkan fintech lending dengan tepat. Masyarakat pun harus diarahkan meminjam dari fintech yang legal, untuk mengurangi risiko penyalahgunaan data ataupun bunga tinggi.

"Pemerintah bisa memberikan edukasi kepada masyarakat, dan bagaimana kegiatan yang produktif diberikan insentif dan kemudahan. Jangan lupa perlu ada perlindungan sehingga ada ruang UMKM untuk tumbuh, jadi kemudahan fintech bisa dimanfaatkan," tutup Enny.


(dob/dob) Next Article Pengumuman, OJK Setop Pendaftaran Fintech Pinjol Baru

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular