
Fenomena Muslim Zaman Now Buat Produsen Berlomba Jadi Halal
Arina Yulistara, CNBC Indonesia
17 May 2018 12:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar muslim di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan buku elektronik yang disusun oleh Yuswohady, Iryan Herdiansyah, dan Farid Fatahillah, dari perusahaan konsultan Inventure Indonesia, perkembangan pasar muslim mulai booming sejak 2010.
Munculnya berbagai model hijab, maraknya kosmetik halal, hingga terbentuk komunitas hijabers memang mulai dirasakan sejak 2010. Tidak hanya di bidang fashion dan kecantikan, perkembangan pasar muslim juga terasa pada dunia travel serta perbankan.
Berdasarkan data trafik dalam e-book yang berjudul 'Muslim Zaman Now' itu, peningkatan pasar muslim ini terus naik dari 2010 hingga 2015. Kemudian sejak 2015 sampai sekarang, para produsen atau merek-merek di Indonesia mulai melakukan pendekatan lebih dalam dengan milenial muslim.
Berbagai strategi dilakukan brand lokal hingga internasional non-makanan untuk membidik pasar milenial muslim. Mereka berusaha melakukan pendekatan dengan berlomba-lomba menjadi 'halal' dan syariah.
"Pemilik brand non-makanan atau minuman berlomba-lomba mengomunikasikan logo halal yang telah dikantonginya. Mereka mencuri perhatian muslim zaman now. Tetapi tantangannya, ini bisa menguntungkan atau merugikan," tulis Yuswohady dalam e-book yang dikirimkan ke CNBC Indonesia, Kamis (17/5/2018).
Salah satu contohnya kulkas Sharp yang baru saja mengeluarkan sertifikasi halal demi menarik perhatian konsumen muslim zaman now. Ada pula merek kerudung seperti Zoya, alat masak Maxim, Softex, hingga deterjen yang menggunakan label halal. Bahkan perusahaan startup seperti Go-Jek juga berencana mengeluarkan Go-Pay syariah.
Logo sertifikasi halal dari MUI kurang efektif
Tidak salah memang berusaha menggaet pasar menggunakan sertifikasi halal. Namun Yoswahady juga menyarankan untuk brand bisa berinovasi demi bersaing dengan kompetitor.
"Hingga hari ini, banyak brand yang masih mengomunikasikan kehalalan produknya melalui logo sertifikasi dari MUI. Tentu saja, hal ini tidak salah, tetapi kami menilai kurang efektif. Jika banyak brand menggunakan cara yang sama maka hal ini akan menciptakan red ocean dalam komunikasi pemasaran halal. Oleh karena itu, sudah seharusnya brand harus kian sadar untuk dapat mengomunikasikan kehalalannya dengan cara malampaui logo itu sendiri secara lebih inovatif," tambahnya.
Hal ini banyak dipengaruhi oleh fenomena milenial muslim atau muslim zaman now yang berusia muda, cerdas, populer, dan pintar bergaul. Bahkan mereka cenderung menjadi trend-setter untuk milenial lainnya.
Selain berlomba menjadi halal dan syariah, para brand masa kini juga mengubah cara jualan mereka dari konvensional ke digital. Perkembangan teknologi turut mengubah gaya hidup muslim zaman now yang suka berbelanja lewat online.
"Aktivitas kehidupan sehari-hari juga mulai beralih di digital. Belanja melalui e-commerce, aktivitas finansial dengan fintech, traveling hingga ta'aruf secara online. Hal ini membuat munculnya banyak start-up digital yang spesifik membidik muslim milenial seperti Halaltrip, Muslimarket, Hij-Up, IndVes, Kitabisa, Minder dan sebagainya," tulisnya lagi.
(roy) Next Article Negara Muslim Terbesar, RI Cuma Jadi Pasar Produk Syariah
Munculnya berbagai model hijab, maraknya kosmetik halal, hingga terbentuk komunitas hijabers memang mulai dirasakan sejak 2010. Tidak hanya di bidang fashion dan kecantikan, perkembangan pasar muslim juga terasa pada dunia travel serta perbankan.
Berdasarkan data trafik dalam e-book yang berjudul 'Muslim Zaman Now' itu, peningkatan pasar muslim ini terus naik dari 2010 hingga 2015. Kemudian sejak 2015 sampai sekarang, para produsen atau merek-merek di Indonesia mulai melakukan pendekatan lebih dalam dengan milenial muslim.
Salah satu contohnya kulkas Sharp yang baru saja mengeluarkan sertifikasi halal demi menarik perhatian konsumen muslim zaman now. Ada pula merek kerudung seperti Zoya, alat masak Maxim, Softex, hingga deterjen yang menggunakan label halal. Bahkan perusahaan startup seperti Go-Jek juga berencana mengeluarkan Go-Pay syariah.
Logo sertifikasi halal dari MUI kurang efektif
Tidak salah memang berusaha menggaet pasar menggunakan sertifikasi halal. Namun Yoswahady juga menyarankan untuk brand bisa berinovasi demi bersaing dengan kompetitor.
"Hingga hari ini, banyak brand yang masih mengomunikasikan kehalalan produknya melalui logo sertifikasi dari MUI. Tentu saja, hal ini tidak salah, tetapi kami menilai kurang efektif. Jika banyak brand menggunakan cara yang sama maka hal ini akan menciptakan red ocean dalam komunikasi pemasaran halal. Oleh karena itu, sudah seharusnya brand harus kian sadar untuk dapat mengomunikasikan kehalalannya dengan cara malampaui logo itu sendiri secara lebih inovatif," tambahnya.
Hal ini banyak dipengaruhi oleh fenomena milenial muslim atau muslim zaman now yang berusia muda, cerdas, populer, dan pintar bergaul. Bahkan mereka cenderung menjadi trend-setter untuk milenial lainnya.
Selain berlomba menjadi halal dan syariah, para brand masa kini juga mengubah cara jualan mereka dari konvensional ke digital. Perkembangan teknologi turut mengubah gaya hidup muslim zaman now yang suka berbelanja lewat online.
"Aktivitas kehidupan sehari-hari juga mulai beralih di digital. Belanja melalui e-commerce, aktivitas finansial dengan fintech, traveling hingga ta'aruf secara online. Hal ini membuat munculnya banyak start-up digital yang spesifik membidik muslim milenial seperti Halaltrip, Muslimarket, Hij-Up, IndVes, Kitabisa, Minder dan sebagainya," tulisnya lagi.
(roy) Next Article Negara Muslim Terbesar, RI Cuma Jadi Pasar Produk Syariah
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular